Kecerdasan anak mampu dikembangkan secara menyeluruh dan optimal melalui permainan balok susun. Hal itu dimungkinkan karena berbagai kecerdasan yang dimiliki digunakan secara bersamaan ketika memainkan balok susun itu.
”Lewat permainan balok susun, anak-anak dikenalkan dengan berbagai warna dan bentuk. Mereka juga didorong untuk berimajinasi membangun model mainan lainnya dengan balok susun itu,” kata Ratih Ibrahim, psikolog, dalam konferensi pers Bricklive Jakarta, di Jakarta Utara, Kamis (8/2).
Ratih menjelaskan, balok susun adalah stimulan yang baik bagi tumbuh kembang anak karena mengajak anak untuk menggunakan beragam kecerdasannya. Dengan mengenal bentuk dan warna, anak-anak diajak untuk menggunakan kecerdasan kognitifnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
NINO CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS–Balok susun di Retail LEGO, Pantai Indah Kapuk Avenue, Jakarta Utara, Kamis (8/2).
Anak-anak juga menggunakan kecerdasan motoriknya karena harus bergerak saat mengambil balok-balok sebelum disusun. Mereka dilatih pula kecerdasan sosialnya karena balok susun ini kerap dimainkan bersama dengan teman dan keluarga.
Howard Gardner dalam bukunya, Frames of Mind (1983), menjelaskan, kecerdasan itu bersifat majemuk. Kecerdasan itu terdiri dari linguistik, logika, spasial, musikal, kinetik, interpersonal, intrapersonal, dan natural.
Ratih mengatakan, kedelapan jenis kecerdasan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kecerdasan kognitif, motorik, dan sosial. Ketiganya dapat berkembang bersama melalui permainan balok susun.
Untuk melatih berbagai kecerdasan itu, akan diselenggarakan acara wahana permainan balok susun dengan menggandeng produk balok susun ternama dunia, LEGO, pada 7-17 Juni 2018, di Pantai Indah Kapuk (PIK) Avenue, Jakarta Utara. Ajang itu diselenggarakan oleh Sorak Gemilang Entertainment (SGE), Tokopedia, dan PIK Avenue.
Dalam ajang tersebut, salah satu sudut di PIK Avenue bakal diubah menjadi wahana permainan balok susun dengan menggandeng merek balok susun ternama dunia, LEGO. Ajang itu menjadi yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia.
Direktur SGE Denny Sumali mengatakan, nantinya ada 16 wahana permainan yang bakal dibuat di PIK Avenue. Ke-16 wahana permainan itu merupakan wahana permainan interaktif. Nantinya akan ada kolam-kolam yang diisi berbagai balok susun dan anak-anak yang datang dibebaskan membuat beragam bangunan darinya.
”Kami mengajak anak-anak untuk berimajinasi tanpa batas. Berbagai jenis balok susun bakal kami sediakan,” kata Denny. ”Kami berkomitmen untuk mempersembahkan kegiatan berkualitas dan edukatif bagi keluarga Indonesia.”
Managing Director Tokopedia Mellisa Siska Juminto mengatakan, lewat ajang itu pihaknya ingin ikut terlibat dalam meningkatkan kreativitas anak dalam tumbuh kembangnya.
”Kreativitas dapat mengarah kepada kesuksesan. Di sini, permainan balok susun menuntut anak untuk memiliki kreativitas yang tinggi. Kami ingin terlibat pada ranah itu,” ujar Mellisa.
Balok susun dan gawai
Saat ini, tidak sedikit anak-anak bermain gim dari gawainya hingga mengakibatkan kecanduan. Hal itu dianggap kurang baik karena kecanduan gim lewat gawai membuat seorang anak mampu melupakan dan mengabaikan kewajiban-kewajibannya.
”Kita tidak bisa menolak teknologi. Yang harus kita lakukan adalah mengontrol teknologi, bukan teknologi yang mengontrol kita,” lanjut Ratih.
”Hal yang berbahaya adalah ketika anak-anak telah kecanduan. Mereka akan terdistraksi dari kehidupannya karena mereka seolah tinggal di dunia virtual,” ucap Ratih.
Berbeda dengan pengaruh yang dibawa oleh balok susun. Ratih menilai balok susun sebagai sebuah permainan yang ringkas dan memiliki unsur edukasi yang tinggi.
”Balok susun adalah permainan yang tepat untuk tumbuh kembang anak. Unsur edukasi dalam permainan itu cukup tinggi,” kata Ratih. ”Mereka juga terus belajar berinovasi dan memiliki kreativitas tinggi. Kalaupun salah dalam membuat bangunan, mereka akan terus belajar.”
Sementara itu, Valentina Romauli, Manajer Retail LEGO Certified Store, mengatakan, permainan balok susun masih bisa bersaing di tengah gempuran zaman.
”Mangsa pasarnya masih ada dan ini menunjukkan bahwa kebutuhan anak-anak terhadap permainan yang bukan virtual masih ada,” kata Valentina. (DD16)
Sumber: Kompas, 9 Februari 2018