Jangan Lewatkan Puncak Hujan Meteor Orionid 20-22 Oktober 2017

- Editor

Sabtu, 21 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Akhir pekan ini, 20-22 Oktober adalah puncak terjadinya hujan meteor Orionid 2017. Pada masa puncak ini, diperkirakan akan ada 20 meteor per jam yang muncul dari arah rasi Orion. Bintang-bintang jatuh itu akan memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan 67 kilometer per detik.

Hujan meteor adalah peristiwa munculnya meteor atau bintang jatuh selama periode waktu tertentu yang berasal dari satu daerah tertentu di langit. Dinamakan Orionid karena hujan meteor itu muncul dari rasi Orion atau dalam astronomi jawa disebut Lintang Luku atau Waluku.

Hujan meteor terjadi ketika Bumi dalam perjalanannya mengitari Matahari akan memasuki daerah bekas lintasan komet. Daerah lintasan komet itu kaya akan partikel debu dan batu-batu kecil yang merupakan bagian ekor komet yang terbakar saat mendekati Matahari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada hujan meteor Orionid, daerah bekas komet yang dilalui Bumi adalah jalur lintasan komet Halley atau nama lengkapnya komet 1P/Halley. Komet ini mendekati Matahari setiap 75-76 tahun sekali. Terakhir kali, komet ini mendekati Matahari pada 1986 dan akan mendekati Matahari kembali pada tahun 2061.

Meski demikian, hujan meteor Orionid bukanlah satu-satunya hujan meteor yang dipicu oleh komet Halley. Hujan meteor Eta Aquariid yang terjadi pada bulan Mei juga dipicu oleh debu ekor komet Halley.

Nasa–Hujan meteor Orionid yang diambil pada 13 Oktober 2015.

Sebenarnya, orbit lintasan komet Haley tidak berpotongan dengan lintasan Bumi mengelilingi Matahari, terpisah jarak sejauh 22 juta kilometer. Namun, akibat tekanan radiasi Matahari dan tarikan gravitasi dari berbagai planet membuat partikel-partikel dari ekor komet itu melayang jauh dari lintasan sesungguhnya dan itu sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu. Itu berarti debu komet yang menjadi bahan hujan meteor Orionid ini sudah berumur ribuan tahun, bukan berasal dari perlintasan komet Hallet terakhir pada 1986.

Setiap tahun, hujan meteor Orionid terjadi antara 2 Oktober hingga 7 November. Puncaknya biasanya terjadi sekitar 21 Oktober antara tengah malam hingga terbitnya fajar. Namun waktu terbaik mengamatinya sekitar pukul 02.00.

Pada saat puncak itu, jika langit benar-benar gelap, tidak terganggu cahaya Bulan, jumlah meteor yang terlihat bisa mencapai 10-20 meteor per jam. Bahkan, sejumlah sumber menyebut jumlah meteor yang terlihat bisa sampai 80 meteor per jam.

Pengamatan

Untuk bisa menyaksikan bintang-bintang jatuh itu berseliweran di langit, pengamat harus mencari lokasi dengan kondisi langit yang benar-benar gelap. Karena itu, tempat terbaik untuk menyaksikan hujan meteor ini adalah lokasi yang jauh dari cahaya lampu kota. Makin gelap langit, makin besar peluang bisa menyaksikan hujan meteor.

Selain gelap, lokasi pengamatan sebaiknya memiliki medan pandang yang luas khususnya ke arah timur. Di Indonesia, rasi Orion mulai terbit sekitar pukul 22.00 tepat di arah timur. Saat tengah malam, Orion sudah berada di ketinggian 30 derajat. Menjelang fajar atau sekitar pukul 04.00, Orion sudah berada di atas kepala.

Tahun ini, peluang untuk menyaksikan hujan meteor Orionid cukup besar. Hal itu karena tidak ada cahaya Bulan yang akan membuat langit menjadi lebih terang karena Bulan masih dalam fase Bulan baru.

Gangguan cahaya kemungkinan akan berasal dari bintang-bintang terang di sekitar radian hujan meteor, seperti Betelgeuse, Sirius, dan Rigel. Namun, terang cahaya bintang-bintang itu tidak akan terlalu mempengaruhi.

Meski hujan meteor ini bisa disaksikan di seluruh Bumi, jumlah meteor yang terlihat itu sangat bergantung pada kondisi cuaca dan tingkat kegelapan langit. Jika langit mendung, apalagi hujan, hujan meteor tidak mungkin disaksikan.

Inilah tantangan mengamati hujan meteor Orionid di sebagian besar wilayah Indonesia saat ini karena sejumlah wilayah, termasuk Jakarta dan sekitarnya, sudah memasuki musim hujam.

Namun, peluang tetap ada, seperti yang Kompas alami saat menyaksikan hujan meteor Leonid pada November 1998 di kawasan Dago, Bandung. Saat itu, hujan deras mengguyur Bandung sejak sore hingga menjelang tengah malam. Akibatnya, selepas tengah malam, langit justru menjadi sangat bersih sehingga bintang-bintang jatuh yang muncul dari rasi Leo bisa disaksikan.

Meski saat puncak hujan meteor akan ada banyak meteor terlihat di langit malam, jangan membayangkan hujan meteor itu akan terlihat seperti dalam serial televisi Meteor Garden yang ditayangkan di salah satu televisi swasta di awal dekade 2000-an. Meteor memang terlihat cukup banyak, namun ada jeda waktu dan di arah tertentu saja, bukan di semua wilayah langit secara terus menerus. (MZW)

Sumber : nasa.gov, space.com, skyandtelescope.com, timeanddate.com

M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 21 Oktober 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB