Dicari, Seorang Manajer Taman Nasional Profesional

- Editor

Jumat, 13 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DRS H Yan Mokoginta, Salah seorang ketua Badan Pengembangan Wallacea, sebuah lembaga penelitian, konservasi dan pendidikan, akan membuat hutan khusus Tarsius spektrum, sejenis primata kecil, hutan khusus burung maleo dan taman lebah madu di kawasan Taman Nasional Dumoga Bone, Sulawesi Utara, ketika memberikan sambutan dalam acara penutupan lokakarya mengenai manajemen kawasan tropis (Kompas, 11/3).

Ia tidak menjelaskannya secara rinci seperti apa hutan khusus itu atau taman khusus itu. Apakah sudah ada penelitian kehidupan satwa-satwa itu? Seberapa banyak TNDB sudah diketahui aspek ilmiahnya? Apakah sudah terpikirkan apa akibatnya terhadap keseimbangan ekologis TNDB, jika ide itu diwujudkan?

Persoalannya memang lebih kepada bagaimana mengelola kawasan konservasi dengan benar. Menurut peraturan pemerintah tahun 1916 maupun pengelolaan kawasan lindung di Indonesia, mengkonservasi alam, objek bersejarah dan hidupan liar berarti membiarkannya seperti apa adanya tanpa diganggu. Ini berarti dalam mengelola sebuah kawasan konservasi harus dibiarkan kondisi aslinya atau dikelola sehingga kondisi yang sama tetap lestari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ide itu terlalu sederhana ungkap Paul G Risser, Kepala Committee to Improve the Science and Technology Programs, National Park Service Amerika Serikat, dalam majalah World and I edisi Maret 1993. Para ilmuwan sekarang tahu, ekosistem berubah setiap saat, tulisnya. Kebakaran di Taman Nasional Yellowstone di musim panas 1988 akibat adanya perubahan kondisi. Sejumlah taman nasional lainnya juga pernah mengalami letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, gempa bumi , yang menjadi bukti perubahan ekologi. Proses suksesi tumbuhan secara alami membuktikan ekosistem terus berubah.

Risser berkesimpulan, kebijakan konservasi yang sekarang dianut itu tidak cukup untuk menjamin nilai kawasan lindung itu dipertahankan. Kebijakan itu tidak berpandangan jauh ke depan dan tidak cukup inovatif untuk menghadapi perubahan alam.

Sejumlah gangguan terhadap kawasan lindung sudah mulai sebelum pengelolanya mengerti alam dan nilai ekosistem dalam kawasan lindung yang berbeda-beda. Misalnya, fasilitas untuk pengunjung taman nasional Sequoia-Kings Canyon didirikan di habitat pohon sequoia yang kritis dan sejumlah spesies penting lainnya. Batas taman nasional Everglades ditetapkan tanpa mempertimbangan untuk mengawasi sumber air, akibatnya merusak taman nasional itu. Di TN Great Smoky Mountain satu jenis ikan asli yang tidak boleh dipancing dipindahkan untuk meningkatkan pemancingan, akibatnya satu jenis ikan langka lainnya ikut hilang dari aliran sungainya.

Semua keputusan teknik manajemen itu diambil dengan maksud baik dan sudah dipikirkan sebagai suatu keputusan yang bijaksana. Tetapi keputusan seperti itu tidak didasari pada pengertian yang cukup mengenai sumber daya alam kawasan lindung dan proses ekologis yang terjadi.

Contoh kasus lainnya di TN Sequia-Kings Canyon (TNSKC), yang disampaikan Risser bagaimana penelitian mengenai kawasan lindung bisa membantu keputusan manajemen yang benar. Di dalam TNSKC dilindungi beberapa ratus batang pohon berdaun jarum yang besar dan indah. Jika berada di teduhan ratusan pohon-pohon itu, akan berpikiran api akan merusak ketenangan yang ada. Jadi keputusan manajemen yang diambil adalah melindungi hutan itu dari api, api kecil di permukaan tanah sekali pun.

Permasalahan muncul. Pohon sequoia tidak bertambah. Tidak ada benih yang tumbuh untuk menggantikan induk pohon yang sudah tua itu. Evaluasi menunjukkan habitat yang sesungguhnya secara rutin terjadi api di permukaan tanah di bawah pohon. Api itu menghilangkan lapisan tebal di permukaan tanah yang tidak ada gunanya dan membuka permukaan tanah. Penelitian pembakaran permukaan tanah ternyata menjadikan tempat ideal bagi benih pohon sequoia untuk tumbuh. Jadi penelitian membuktikan kebijakan tidak boleh ada api sangat bertentangan dengan habitat yang dibutuhkan oleh pohon sequoia.

Contoh lain yang menunjukkan pentingnya penelitian bagi pengelolaan kawasan lindung adalah kasus sejenis ikan trout asli di TN Yellowstone. Pada tahun 1920-an, jenis ikan paling banyak dipancing. Pada tahun 1960-an, populasi ikan trout itu menurun karena terlalu banyak dipancing. Penelitian yang panjang mengenai perkembangbikannya dan tingkat pemanfaatannya menghasilkan kebijakan menghentikan pemancingan untuk melindungi keberadaan ikan itu.

Populasi ikan trout bertambah lagi setelah melarang pemancingan. Bukan hanya itu, sejumlah binatang besar pemakan daging yang biasa makan ikan itu meningkat populasinya. Kasus itu membuktikan adanya keterkaitan dalam ekosistem dan kebutuhan mengelola kawasan lindung sebagai suatu sistem ekologi.

Penelitian ilmiah
Contoh-contoh tadi membuktikan mengelola kawasan lindung seperti taman nasional bukan suatu pekerjaan yang mudah, mengelola kawasan konservasi adalah suatu proses yang rumit. Dan manajer atau kepala taman nasional harus memiliki pengetahuan yang cukup dan benar mengenai kawasan yang dikelolanya jika mereka ingin mengambil keputusan yang bijaksana. Informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan harus didasarkan pada penelitian.

Risser mengajukan tiga jenis penelitian yang diperlukan untuk melindungi dan mengelola taman nasional. Pertama, penelitian untuk mengungkapkan sumber daya alam apa saja yang ada di dalam taman nasional sehingga kepala taman nasional mengetahui persis apa yang harus dilindungi dan dikelolanya.
Kedua, penelitian untuk mengungkapkan proses alami dan dinamika alami dari populasi, ekosistem dan sumber daya alam lainnya yang ada di TN, dengan demikian teknik pengelolaan bisa dilakukan dengan konsisten selaras dengan proses-proses itu.

Ketiga, penelitian yang mengetahui akibat-akibat perlakuan atau usikan atau tekanan terhadap sumber daya TN. Hasil penelitian itu juga bisa digunakan untuk menyusun teknik pengelolaan yang bisa mengurangi tekanan-tekanan itu atau menghilangkan tekanan dan untuk mengevaluasi efektifitas strategi pengelolaan. Berarti kepala TN harus mengetahui banyak sekali mengenai sumber daya alam dan bagaimana sumber daya alam itu bereaksi ketika muncul tekanan- tekanan.

Bagaimana pengelolaan kawasan lindung dan taman nasional yang sudah dilakukan Departemen Kehutanan?
Indonesia sekarang memiliki 31 taman nasional. Sebelas taman nasional sudah ada kepalanya, sisanya 21 taman nasional masih di bawah tanggung jawab Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau Sub BKSDA atau Kantor Wilayah Kehutanan. Taman Nasional Dumoga Bone (TNDB) salah satu taman nasional yang sudah memiliki kepala.

Sampai saat ini masih sangat minim penelitian ilmiah yang sudah dilakukan di kawasan taman nasional. Penelitian dasar sekali pun, misalnya, inventarisasi jenis flora dan fauna yang ada di TN pun sedikit sekali. Kalau pun ada penelitian lebih banyak dilakukan oleh ilmuwan asing.

Misalnya, penelitian tumbuhan terakhir adalah Ekspedisi Linneus I. Lebih minim lagi penelitian mengenai satwanya. Tarsius spektrum di dalam suatu ekosistem misalnya, belum banyak diungkapkan secara ilmiah. Lebih menyedihkan lagi, kurangnya data-data dasar kekayaan sumber daya alam kawasan lindung ini, masih ditambah dengan kurangnya manajer kawasan lindung yang profesional dan bisa diandalkan.

Banyak kebijakan diambil tanpa dasar ilmiah yang kuat dan lengkap. Salah satu contoh adalah keinginan membangun hutan khusus tarsius. Atau keinginan memindahkan badak bercula satu ke pulau Panaitan. Jangankan memindahkan badak atau memindahkan tarsius, data dasar jumlah populasi berapa banyak tarsius di TNDB atau populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon saja belum ada. Bukan hanya itu, melihat badak jawa saja sulit apalagi memindahkannya. Apakah sudah dipikirkan dampak yang akan terjadi jika niat itu jadi dilaksanakan?

Rekomendasi
Laporan Science and the National Park 1992 mengajukan sejumlah rekomendasi kepada National Park Service (NPS) Amerika Serikat, yang baik juga dipertimbangkan oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, Departemen Kehutanan.

Rekomendasinya: harus ada mandat eksplisit untuk melakukan penelitian ilmiah bagi NPS. Untuk mendukung mandat itu, wewenang otonomi pencarian dana dan laporannya diserahkan kepada program ilmiah. Program ilmiah NPS harus menerima bantuan dana melalui jalur budget berbeda yang jelas.
Harus ada usaha meningkatkan kredibilitas dan pengawasan kualitas program-program ilmiah yang akan dilaksanakan. Untuk itu diperlukan seorang kepala yang ilmuwan yang cocok dan mampu memimpin kepemimpinan, bekerja sama dengan para peneliti dari lembaga lainnya maupun badan ilmiah lainnya.
NPS harus menciptakan program penelitian yang kuat dan koheren, termasuk elemen yang mampu mencirikan dan menjelaskan pengertian mengenai sumber daya taman nasional dan membantu dalam membangun strategi manajemen yang efektif.

NPS harus menciptakan dan mendorong program parks for science yang kuat yang bisa merangsang pertanyaan-pertanyaan untuk diteliti secara ilmiah, terutama di dalam taman nasional yang kawasan alami luas tidak terusik dan masih liar.

Untuk membantu NPS mengembangkan program ilmiahnya dan meningkatkan efektifitasnya, NPS dalam kerja sama dengan lembaga lainnya, harus menciptakan program bantuan yang kompetitif untuk merangsang lebih banyak ilmuwan di luar NPS melakukan penelitian di taman nasional.
Rekomendasi-rekomendasi itu sangat baik jika bisa diterapkan di Indonesia. Tetapi yang pertama kali harus dilakukan adalah mencari manajer profesional yang ilmuwan untuk mengelola kawasan konservasi atau taman nasional. Selama ini menjadi manajer taman nasional dikesankan sebagai pejabat yang dibuang dan kariernya tamat, karena mereka harus berada di tempat yang terpencil dengan gaji yang minim tanpa insentif apa-apa.

Untuk mendapatkan seorang manajer taman nasional profesional, Departemen Kehutanan harus berani memberikan gaji dan insentif yang memadai. Tanpa itu, taman nasional akan dipimpin oleh orang-orang yang tidak profesional.

Jika seorang kepala taman nasional diberikan gaji Rp 4 juta perbulan dan ditambah insentif fasilitas yang bisa mendukung pekerjaannya, misalnya, telepon, faksimil, parabola, komputer dan lainnya, seorang doktor di bidang ekologi pasti tertantang untuk menjaga dan mengembangkan penelitian di taman nasional itu.(Harry Surjadi)

Sumber: Kompas edisi Jumat 19 Maret 1993 Halaman: 12

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB