Pengembangan metode mikroskopi krioelektron memungkinkan para ilmuwan memperoleh citra tiga dimensi biomolekul hidup. Citra yang diperoleh itu membuat para ahli bisa mengembangkan obat-obatan modern untuk berbagai penyakit. Manfaat besar itulah yang membuat tiga ahli biokimia dianugerahi Hadiah Nobel Kimia 2017.
Ketiga ilmuwan yang dianugerahi Nobel Kimia 2017 itu adalah Jacques Dubochet (75) dari Universitas Lausanne, Swiss; Joachim Frank (77) dari Universitas Columbia New York, Amerika Serikat; dan Richard Henderson (72) dari Laboratorium Biologi Molekuler MRC (Konsil Riset Kedokteran) Cambridge, Inggris.
Keberhasilan ketiga ilmuwan itu diumumkan Komite Nobel Kimia, Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia (AIPKS) di Stockholm, Swedia, Rabu (4/10). “Hadiah diberikan atas karya mereka mengembangkan mikroskopi krioelektron untuk menentukan struktur biomolekul resolusi tinggi,” kata Sekretaris Jenderal AIPKS Göran K Hanson.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebuah citra adalah kunci untuk memahami sesuatu. Berbagai terobosan ilmiah sering kali dibangun atas visualisasi obyek yang semula tidak terlihat oleh manusia. Dalam biokimia, penemuan ketiga ilmuwan penerima Hadiah Nobel Kimia itulah yang membantu mengatasi tantangan sulit untuk memperoleh citra biomolekul hidup seperti protein, secara tiga dimensi dan beresolusi tinggi.
Penelitian Dubochet, Frank, dan Henderson dilakukan secara terpisah, dalam ruang dan waktu berbeda. Meski demikian, riset mereka merupakan satu rangkaian hingga menghasilkan sesuatu yang baru dan berguna. “Tiap riset mereka merupakan bingkai gambar yang saat digabungkan membentuk sebuah film utuh tentang molekul,” kata Peter Brzezinski, anggota Komite Nobel Kimia 2017.
Frank yang berdarah Jerman dinilai membuat terobosan. Pada 1975-1986, dia mampu menggabungkan citra dua dimensi dari mikroskop elektron menjadi citra tiga dimensi yang tajam. Cara ini memungkinkan teknologi mikroskop diterapkan lebih umum dan proses pengambilan citra yang juga lebih sederhana.
Sementara Dubochet, pada 1980-an sukses mendinginkan sampel biologis dengan air secara cepat sehingga memungkinkan struktur sel sampel biologis dipertahankan bentuk alaminya untuk diteliti. Itu merupakan langkah besar karena sebelumnya, pancaran elektron dalam pemakaian mikroskop elektron akan membuat biomolekul mati.
Sementara Henderson pada 1990 berhasil mengambil citra tiga dimensi dari molekul bakteri pada resolusi atom dengan menggunakan mikroskop elektron. Kerja Henderson membuat metode mikroskopi krioelektronik makin maju. “Hasil kerja Dubochet-lah yang memungkinkan membuat model spesimen yang digunakan hingga saat ini,” kata Henderson.
Pemanfaatan
Metode mikroskopi krioelektron itu memungkinkan para ilmuwan memvisualisasikan biomolekul dalam skala atom, sebuah prestasi yang tidak mungkin dilakukan beberapa dekade sebelumnya. Kesuksesan itu membawa biokimia dalam kemajuan yang luar biasa. Sebuah revolusi biokimia.
“Temuan ini membuat tak ada lagi rahasia. Setiap sudut biomolekul dari sel yang rumit maupun dari setiap tetes cairan di tubuh manusia bisa diketahui,” ujar Ketua Komite Nobel Kimia 2017 AIPKS Sara Snogerup Linse.
Presiden Himpunan Kimia Amerika Serikat (ACS) Allison A Campbell mengatakan, mikroskopi krioelektron bekerja mirip dengan Google Earth yang mencari berbagai lokasi di seluruh muka Bumi, termasuk daerah-daerah terpencil. Mikroskopi krioelektron membuat manusia mampu melihat detail biomolekul dalam skala atom, termasuk protein. “Memahami protein di lingkungan asalnya sangat penting karena protein itu ada pada setiap makhluk hidup,” katanya.
Sejumlah pemanfaatan metode mikroskopi krioelektron itu di antaranya telah digunakan untuk mengambil citra bakteri Salmonella saat menyerang sel, gambar visual virus Zika yang memicu mikrosefalus sejumlah bayi di Brasil, citra protein yang terlibat dalam resistensi antibiotik, hingga struktur molekul yang mengatur ritme sirkadian atau jam biologis tubuh.
Dari berbagai citra tiga dimensi dengan resolusi skala atom itulah manusia bisa mengetahui bagaimana tubuh manusia dibentuk dan bekerja, termasuk bekerja sama dengan berbagai molekul tubuh lainnya.
Lebih jauh, metode ini juga sudah dimanfaatkan untuk pembuatan obat-obatan bioteknologi, seperti pengembangan obat untuk melawan virus zika dan mengembangkan terapi baru.
Kolaborasi
Di luar karya mereka yang mengagumkan dan membawa manfaat besar bagi kemanusiaan, baik Dubochet, Frank, maupun Henderson adalah manusia biasa yang terkejut dan tak menyangka buah riset mereka beberapa dekade lalu berbuah manis. Bagi Dubochet, keberhasilan ini adalah buah kolaborasi dengan banyak orang.
Dubochet kecil pernah disleksia atau kesulitan membaca serta takut dengan kegelapan. “Saya benci kompetisi pribadi. Karenanya, saat saya bekerja di bidang yang sangat kompetitif, saya menyerah,” katanya.
Sementara Frank mengaku sangat tersanjung dengan anugerah tersebut. Studinya memang memberi manfaat besar dalam penelitian kedokteran yang saat ini cenderung mengarah ke riset tentang sel. Namun, akan selalu ada jeda waktu yang panjang sejak penelitian dasar itu menghasilkan hingga bisa dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat umum. “Saya merasa terbebani karena saya pikir peluang mendapatkan Nobel sangat kecil,” ujarnya.
Di antara keterkejutan itu, banyak di antara mereka yang juga belum memikirkan apa yang akan dilakukan setelah mendapatkan Nobel ini, termasuk hadiah 9 juta krona atau Rp 14,9 miliar yang dibagi bertiga.
Namun bagi Henderson, “Biasanya yang dilakukan di Cambridge, kami akan mengadakan pesta kecil-kecilan di laboratorium saat waktu istirahat minum teh.” Nobel bagi Henderson adalah Nobel ke-11 yang diberikan untuk para peneliti Laboratorium Biologi Molekuler MRC (Konsil Riset Kedokteran) Cambridge, tempat Henderson bekerja saat ini.
Jacques Dubochet
Lahir : Aigle, Swiss, 8 Juni 1942
Pendidikan:- Politeknik Federal Universitas Lausanne (sarajana)- Universitas Geneva (master dan doktor)
Posisi: Profesor Kehormatan bidang Biofisika Universitas Lausanneu Bidang penelitian: Biofisika, analisis ultrastruktural, mikroskopi krio-elektron
Joachim Frank
Lahir: Siegen, Jerman, 12 September 1940
Pendidikan: – Universitas Freiburg (sarjana)- Universitas Munich (master)- Universitas Teknik Munich (doktor)
Posisi: Profesor Biokimia dan Biofisika Molekuler College of Physicians and Surgeons Universitas Columbia; Profesor Biosains Universitas Columbia; Profesor Biomedis State University of New York (SUNY) Albany.u Bidang penelitian: Aplikasi mikroskopi elektron, mekanisme sintesis protein
Richard Henderson
Lahir: Edinburgh, Skotlandia, 19 Juli 1945
Pendidikan: – Universitas Edinburgh (sarjana) – Universitas Cambridge (doktor)
Posisi: Peneliti di MRC Laboratory of Molecular Biology Universitas Cambridge, Inggrisu Bidang penelitian: Biologi molekuler struktural; struktur dan fungsi protein membran, mikroskopi krio-elektron
SUMBER: NOBELPRIZE.ORG
M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 10 Oktober 2017