Pemantauan kesehatan hiu paus di alam liar untuk pertama kali dilakukan di dunia. Para peneliti mengambil sampel darah hiu paus di sekitar wilayah perairan Kwatisore, Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua.
Riset itu dilakukan pekan lalu. Penelitian dilaksanakan tim periset dari Universitas Negeri Papua, Georgia Aquarium, Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Conservation International Indonesia.
Para peneliti memanfaatkan keberadaan hiu paus yang kerap muncul dan tersangkut jaring bagan nelayan setempat. Sebelumnya, pengukuran kesehatan hiu paus di alam liar sulit dilakukan karena ketidakpastian kemunculannya di perairan dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini survei kesehatan hiu paus liar pertama kali di dunia. Sebelumnya baru bisa dilakukan pada hiu paus di akuarium (ex situ),” kata Abraham Sianipar, Elasmobranch Conservation Management Specialist Conservation International Indonesia, Rabu (23/8), di Jakarta.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKOPara penyelam berusaha memotret hiu paus (Rhincodon typus) yang sedang mencari makanan di sekitar bagan di perairan Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua, Selasa (15/8).
Sampel darah itu akan diukur kandungan gas, sel darah putih, dan kimia darah. Riset kimia darah memakai laboratorium di Institut Pertanian Bogor. Hasil kajian akan dirilis akhir tahun ini. Dari studi itu bisa diketahui kesehatan tubuh hiu paus yang sejak 2016 masuk kategori terancam punah di daftar merah Badan Konservasi Dunia (IUCN).
Di Kwatisore, hiu paus (Rhincodon typus) remaja berukuran 3-7 meter kerap muncul di bagan nelayan untuk memakan limbah ikan teri atau puri. Interaksi hiu paus dengan panjang 12-18 meter dan manusia jadi daya tarik pariwisata di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Kwatisore jadi satu-satunya area di dunia di mana tiap hari hiu paus muncul ke permukaan.
Selain itu, peneliti memasang transmiter untuk mengetahui pola migrasinya. Ada 30 individu di Teluk Cenderawasih dan 5 individu di Kaimana, Papua Barat, yang terekam aktivitasnya.
Kesimpulan awal riset itu ialah pergerakan hiu paus acak selama pengamatan. Belum ada pola migrasi tetap bisa dipetakan dari pergerakan hiu paus.
Tiga kelompok
Sebanyak 30 individu hiu paus yang diamati di perairan TNTC, khususnya di Kwatisore, Nabire, Papua, bisa dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama, kelompok hiu paus yang berputar-putar di radius 50 kilometer di TNTC dalam setahun. Perilaku itu dinilai ganjil mengingat hiu paus memiliki daya jelajah tinggi. Itu terjadi karena nutrisi berlimpah dari muara sungai di TNTC.
Kelompok kedua ialah hiu paus yang menjelajah ribuan kilometer ke Palung Mariana dan Raja Ampat sebelum kembali ke perairan Kwatisore. Kelompok ketiga, hiu paus menjelajah setelah penanda satelit dipasang di sirip dorsal, tetapi belum diketahui apakah kembali ke perairan TNTC.
Kepala Program Pascasarjana Sumber Daya Akuatik Universitas Papua Paulus Boli di Manokwari, Papua Barat, menyebut, lokasi populasi inti hiu paus belum ditemukan. Pemetaan baru menyimpulkan, ada dua populasi hiu paus, yakni di Samudra Atlantik dan perairan Indopasifik.
Menurut Kepala Balai Besar TNTC Ben Gurion Saroy, riset hiu paus menjadi dasar kelola area konservasi itu. (ICH/MHF/INK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2017, di halaman 14 dengan judul “Pemantauan Kesehatan Hiu Paus Liar Mulai Dilakukan”.