Penyelundupan belangkas atau kepiting tapal kuda (Tachypleus gigas) dari pantai timur Sumatera, khususnya dari Langkat, Sumatera Utara, dan Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, ke luar negeri marak terjadi. Satwa dilindungi yang statusnya sudah terancam punah itu biasanya dijual ke penadah di Thailand dan Malaysia.
Jumat (28/4), misalnya, sebuah kapal nelayan dengan lima awak ditangkap saat hendak menyelundupkan 300 ekor belangkas di perairan Kabupaten Langkat. Direktur Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Sjamsul Badhar mengatakan, pihaknya mendapat informasi dari warga bahwa hewan bercangkang yang mirip ikan pari itu semakin marak ditangkap dan diselundupkan. “Kami pun melakukan penyelidikan,” katanya.
Dari penyelidikan tersebut, petugas mengetahui ada sebuah kapal nelayan yang berangkat dari Sungai Air Masin, di perbatasan Aceh Tamiang dan Langkat, membawa belangkas. Jumat dini hari, Polisi Perairan Polda Sumut menyetop kapal kayu berbobot 25 gros ton yang bernama Kapal Motor Makmur itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Petugas lalu memeriksa kapal itu dan menemukan dua kotak berisi total 300 ekor belangkas dalam keadaan mati,” katanya. Belangkas itu hendak diselundupkan ke Thailand.
Petugas menangkap nakhoda kapal yang bernama Hermansyah Putra (48), warga Kota Langsa, Aceh, dan empat anak buah kapal warga Langsa dan Aceh Tamiang. Penyidik menduga para pelaku sudah lama dan sering menyelundupkan satwa dilindungi itu.
KOMPAS/NIKSON SINAGA–Petugas Direktorat Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah Sumatera Utara memperlihatkan 300 ekor belangkas yang telah mati, di Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, Jumat (28/4). Polisi menangkap lima awak kapal saat akan menyelundupkan satwa dilindungi itu ke Thailand, di perairan Kabupaten Langkat, Jumat dini hari.
Badar menduga, mereka hanyalah suruhan karena mereka diupah Rp 2,5 juta per bulan. Ada seorang pengumpul bernama Ramli, warga Aceh Tamiang, yang menjadi otak penyelundupan ini. Ramli masih diburu.
Selain menyelundupkan belangkas, para awak kapal diketahui sering menyelundupkan bawang merah dari Malaysia atau Thailand. “Dari Aceh Tamiang mereka membawa belangkas, pulang dari Thailand mereka mengangkut bawang merah,” katanya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Herbert Aritonang mengatakan, penyelundupan belangkas kian marak karena permintaan nya semakin tinggi. Pembelinya dari Jepang, Amerika Serikat, China, dan Eropa. Belangkas diambil darahnya untuk dijadikan bahan obat. Di Indonesia, belangkas dibeli dari nelayan seharga Rp 25.000 per ekor. Di penadah di luar negeri, harganya bisa lebih dari 10 kali lipat.
Status hewan dari zaman purba yang berkaki mirip kaki kepiting ini sudah terancam punah atau masuk dalam kategori apendiks I. Sekitar 15 tahun lalu, hewan ini masih banyak ditemukan di perairan dangkal di pantai timur Sumatera. (NSA)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 April 2017, di halaman 13 dengan judul “Penyelundupan Belangkas Marak”.