Bintang Berekor Terang di Akhir Desember

- Editor

Sabtu, 31 Desember 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jelang Tahun Baru 2017, sebuah komet nan redup akan melintas di langit senja. Kecerlangannya yang rendah membuat komet hanya bisa diamati memakai teleskop atau binokuler. Namun, komet ini tetap jadi obyek buruan fotografi yang menarik bagi para pemburu komet. Komet itu bernama 45P/Honda-Mrkos-Pajdušáková yang ditemukan astronom Jepang Minoru Honda, Antonín Mrkos (Ceko), dan L’udmila Pajdušáková (Slowakia) secara terpisah pada 3 Desember 1948.

Komet dengan lebar 900 meter itu memiliki periode 5,25 tahun, artinya komet mendekati Matahari setiap 5,25 tahun sekali. Komunikator astronomi dan pengelola situs astronomi langit selatan, Avivah Yamani, dihubungi dari Jakarta, Jumat (30/12), mengatakan, Komet 45P adalah komet periode pendek, kurang dari 20 tahun. Dia termasuk komet keluarga Jupiter, orbitnya terentang antara Matahari dan Jupiter. ”Sama seperti komet keluarga Jupiter lain, Komet 45P berasal dari daerah di tepi tata surya disebut Sabuk Kuiper,” ujarnya.

Sabuk Kuiper ialah daerah di tata surya setelah Planet Neptunus, berisi banyak obyek Trans Neptunian, seperti planet katai, benda kecil berselimut es. Dalam perjalanan awal mendekati Matahari, saat keluar dari Sabuk Kuiper, orbit komet terganggu Neptunus. Akibatnya, orbit komet yang semula berbentuk parabola berubah menjadi lonjong. Selanjutnya, dalam perjalanan menuju Matahari, komet mendekati Jupiter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Saat mendekati planet terbesar di tata surya itu, orbit komet terganggu lagi sehingga orbitnya kian lonjong dan ia terjebak dalam gravitasi Jupiter,” ujarnya.

Pengamatan
Bagi para pemburu komet, astronom amatir, atau pengge- mar astrofotografi, Komet 45P menarik diamati karena kecerlangannya berkisar M 6,0-7,0, cocok diamati memakai teleskop kecil atau binokuler. Itu kesempatan langka karena banyak komet memiliki kecerlangan lebih rendah daripada itu. Tidak hanya mereka, Komet 45P juga menarik bagi ilmuwan dan mahasiswa astronomi.

”Berbeda dengan benda langit lain, komet termasuk obyek yang jarang ditemui, tak selalu ada di langit malam,” kata Anies Averoes Habibie, mahasiswa Astronomi Institut Teknologi Bandung, yang mengamati Komet 45P di Observatorium Bosscha Bandung bersama dosen astronomi ITB, Hakim L Malasan. Selain peluang terlihatnya kecil, tingkat kecerlangan sebagian besar komet amat rendah. Akibatnya, cahayanya yang terlalu redup menjadikan komet obyek sulit diamati dengan teleskop besar sekalipun.

Selain untuk mendapat citra komet, pengamatan untuk tujuan sains itu dilakukan untuk mendapat data spektrum komet agar bisa dideteksi unsur dalam komet. ”Dengan mengetahui kandungan materi komet, bisa diketahui asal-usul pembentukannya hingga mengetahui sejarah awal pembentukan tata surya,” ujarnya. Pengamatan Komet 45P di Observatorium Bosscha itu dibagi dua tahap, yaitu pengamatan senja pada 20-30 Desember 2016 dan pengamatan fajar pada 9-15 Februari 2017.

Pengamatan senja dilakukan sesaat setelah Matahari terbenam hingga sekitar pukul 19.00. Lewat waktu itu, pengamatan tak bisa dilakukan karena posisi komet di dekat Matahari terlalu rendah untuk bisa diamati. Pada tahap ini, magnitudo komet diperkiran berkisar 6,0-7,0 (makin kecil magnitudo benda langit artinya kian terang). Pada rentang magnitudo itu, komet masih terlalu redup untuk diamati dengan mata telanjang. Mata manusia bisa mengamati benda langit maksimum hingga M 6,0, itu pun dengan kondisi langit gelap dan bersih.
”Hingga tahap pengamatan senja berakhir, belum bisa menghasilkan citra Komet 45P apa pun karena kondisi langit tak mendukung,” kata Anies. Cuaca di Bandung pada saat senja selama 10 hari terakhir se- lalu diselimuti awan tebal sehingga tak memungkinkan untuk pengamatan astronomi. Pengamatan berikut atau pengamatan fajar akan dilakukan pukul 03.00-05.00. Sebenarnya, komet bisa diamati hingga akhir Februari, tetapi komet akan semakin redup dengan magnitudo lebih dari 9,0. Dengan magnitudo sekecil itu, akan amat sulit diamati memakai teleskop di Observatorium Bosscha untuk pengamatan komet kali ini.

Di antara jeda waktu pengamatan itu, Januari hingga awal Februari, Komet 45P tak akan mungkin diamati karena posisinya terlalu dekat dengan Matahari. Itu berarti, komet akan muncul siang hari dan tidak mungkin diamati menggunakan teleskop optik landas Bumi.

(WER) (UNIVERSETODAY/ NASA.GOV/MZW)

”Komet akan mencapai titik terdekatnya dengan Matahari (perihelion) pada Sabtu (31/12) ini pada jarak 0,53 unit astronomi (1 unit astronomi=jarak rata-rata Bumi-Matahari),” kata Avivah.

Meski tak mungkin bisa diamati, pergantian tahun baru kali ini yang merupakan pergantian periode perputaran Bumi mengelilingi Matahari akan dihiasi dengan mendekatnya Komet 45P ke Matahari. Sang bintang berekor yang menyimpan kisah asal mula terbentuknya tata surya.

Sumber: Kompas,31 Dec 2016
————————————
Sanksi bagi Pelaku Perdagangan Satwa Ringan

Organisasi pemerhati satwa nonpemerintah, Protection of Forest and Fauna (Profauna), menilai, 2016 adalah tahun kelam penegakan hukum pada pelaku perdagangan satwa liar dilindungi. Sanksi hukum bagi pelaku dinilai terlalu ringan sehingga tak ada efek jera. Pendiri Profauna, Rosek Nursahid, di Malang, Jawa Timur, Kamis (29/12), mengatakan, hukuman yang dijatuhkan hakim hanya hitungan bulan atau masa percobaan. Sebab, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebut saksi maksimal, tak menyertakan batas minimal.

”Seharusnya disebut sanksi minimal agar vonis bagi pelaku lebih lama,” ucapnya. Menurut Profauna, selama 2016, 12 vonis dijatuhkan kepada pelaku perdagangan dan penyelundupan satwa dilindungi. Vonis itu, antara lain, kasus perdagangan satwa di Singkawang, Kalimantan Barat, pelaku divonis 9 bulan 10 hari dan denda Rp 50 juta. Di Surabaya, pelaku perdagangan 4.878 kilogram sirip hiu divonis 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan. Modusnya secara daring dan penjualan langsung. Tahun ini kasus perdagangan satwa dilindungi naik dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu 67 kasus.

Sumber: Kompas, 31 Desember 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB