Kloning manusia adalah salah satu hal yang paling ditakuti dari sains, seiring dengan kontrol perilaku, rekayasa genetika, transplantasi kepala, puisi komputer, hingga tumbuhnya kembang plastik yang tak terkendali. Lewis Thomas (1913-1993) dokter dan fisikawan
Menjelang tutup tahun 2016, dunia dikejutkan dengan keluarnya persetujuan dari yang berwenang mengatur fertilitas di Inggris, yang membolehkan rekayasa DNA anak dari tiga sumber. Dalam proses kehamilan alami, anak yang dikandung berasal dari DNA kedua orangtuanya. Kali ini, melalui rekayasa genetika, DNA anak berasal dari tiga sumber: ayah, ibu, dan donor. DNA, singkatan dari deoxyribonucleic acid, adalah pembawa sifat pada makhluk hidup.
Mengutip BBC, adalah para dokter dari Newcastle yang mengembangkan program bayi tabung canggih ini. Bayi pertama dengan tiga sumber DNA diharapkan lahir akhir 2017. Program ditujukan pada keluarga yang kehilangan anak-anak mereka karena menderita gangguan mitokondria. Anak-anak dengan gangguan ini, pada kondisi yang paling parah tidak punya cukup energy. Bahkan, untuk membuat jantungnya terus berdetak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasus gangguan mitokondiria terjadi pada satu dari 4.300 anak yang dilahirkan. Ketidakcukupan energi membuat otot-ototnya lemah, buta, tuli, kejang-kejang, diabetes, gagal hati, dan jantung. Umumnya memang berakibat fatal.
Gangguan berawal dari kerusakan pada mitokondria, yang hanya diturunkan dari ibu. Mitokondria merupakan tempat utama sintesis molekul Adenosin Trifosfat (ATP) yang menjadi sumber energi tubuh. Dengan demikian, teknik dikembangkan untuk memperoleh mitokondria sehat dari donor.
Hal itu memungkinkan karena mitokondria memiliki DNA tersendiri. Secara sederhana, teknik rekayasa ini bisa digambarkan dengan memindahkan nukleus dari embrio hasil pembuahan ayah dan ibu, ke embrio donor yang sudah dibuang nukleusnya. Embrio dengan nukleus ayah dan ibu kemudian ditanam ke dalam rahim.
Berhentikah pengetahuan sampai di sini? Justru di sinilah pokok persoalannya. Sejarah menunjukkan, manusia tak pernah berhenti pada satu titik. Meski diharapkan bisa menolong 25 pasangan setiap tahunnya, teknik ini juga membuka perkembangan kemungkinan baru yang tanpa batas.
Di satu sisi, pengetahuan tentang DNA dan pemetaannya, teknik rekayasa genetika dan kemajuannya, bisa menjadi kunci menuju babak baru pengobatan penyakit Di sisi lain, seluruh kemampuan itu bisa membuat manusia lupa dan memasuki wilayah ”penciptaan” milik Yang Maha Kuasa.
Aldous Huxley, menggambarkan bagaimana manusia memasuki ranah Sang Pencipta dalam novel fiksi ilmiahnya, Brave New World. Di negara masa depan dalam cerita itu, bayi-bayi dilahirkan secara buatan sesuai kebutuhan. Dari calon pemimpin, ilmuwan, sampai kelompok pekerja terendah, semua tersedia.
Tidak ada yang protes dan marah-marah, karena ada mesin propaganda negara dan obat pengubah perasaan yang membuat semua orang puas dengan posisinya. Dalam dunia nyata, ada Proyek Genom Manusia yang memetakan tiga miliar nukleotida, penyusun 100.000 gen dalam tubuh manusia.Varian-varian gen tersebut menentukan tinggi badan, golongan darah, warna kulit, rambut, dan mata, sekaligus kerentanan terhadap penyakit. Maka, agar ”ramalan” Aldous Huxley tidak menjadi kenyataan, berbagai kode etik dan tata cara prosedur yang ketat disiapkan sebagai pagarnya.
Namun demikian, manusia mungkin perlu belajar untuk tidak terlalu khawatir atau sebaliknya mendewakan-kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam film Gattaca yang dibintangi Uma Thurman dan Ethan Hawke, ditunjukkan bahwa masa depan tidak selalu bisa diramal, secanggih apa pun ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan. Masih ada kerja keras ketekunan,keberanian, dan juga keberuntungan, yang akan menentukan.
Oleh AGNES ARISTIARINI
Sumber: Kompas, 21 Desember 2016