Perguruan tinggi didorong mengembangkan model pembelajaran baru guna menjawab kebutuhan sumber daya yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Perguruan tinggi tidak bisa lagi hanya sekadar mengembangkan diskusi di ruang kuliah, tetapi mendorong pemahaman kondisi nyata di masyarakat.
Hal ini mengemuka dalam konferensi dan pameran Higher Education Summit 2016 di New Delhi, India, Jumat (11/11). Seperti dilaporkam wartawan Kompas, Ester Lince Napitupulu, konferensi global ke-12 ini diikuti peserta dari 55 negara, termasuk Indonesia.
Liang-Gee Chen, Deputi Menteri Bidang Politik, Kementerian Pendidikan Taiwan, mengatakan, pendidikan tinggi di negaranya dikembangkan untuk unggul dalam teknologi informasi dan komunikasi disertai pengembangan riset. Kerja sama akademisi perguruan tinggi (PT), lembaga riset, dan industri menjadi keharusan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Suchindra Kumar, Director Advisory Services Ernst and Young, mengatakan, sejatinya PT di India dan dunia benar-benar memikirkan kembali tujuan mendidik mahasiswa dengan tuntutan kompetensi yang baru. Sebab, dunia industri saat ini dinamis. PT bukan hanya menyiapkan profesional baru yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, melainkan juga pada kebutuhan untuk melatih kembali dan meningkatkan kompetensi pekerja terkait perkembangan teknologi.
“Dengan perkembangan TI (teknologi informasi) yang juga memengaruhi pendidikan, apakah PT siap menghadapi demokratisasi sumber ilmu pengetahuan? Tuntutan mahasiswa dalam belajar di PT juga berkembang, termasuk untuk internasionalisasi pendidikan,” kata Suchindra Kumar.
Rajesh Tandon, Founder President-PRIA, UNESCo Co-Chair, mengatakan, pendidikan learning to be saatnya mendorong PT lebih ekstensif mengembangkan riset yang berupaya mengatasi permasalahan riil di masyarakat dan dunia. PT juga berperan memberdayakan masyarakat.
“Ketika dunia bersepakat mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs, seberapa banyak perguruan tinggi yang mengajak mahasiswa melihat persoalan dunia dengan pendekatan SDGs? Ada tanggung jawab sosial PT untuk peduli pada persoalan riil yang ada. Sekadar belajar di dalam kelas sudah tidak memadai,” ujarnya.
Anat Rafeli, Director Technion International, Israel’s Institute of Technology, mengatakan, PT perlu melatih mahasiswa memecahkan masalah yang kerap terjadi dalam industri berteknologi tinggi. (ELN)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 November 2016, di halaman 12 dengan judul “PERGURUAN TINGGI”.