Astronot Takuya Onishi memainkan tiga benda berbentuk bola dalam air, terbungkus plastik berpengunci rits. Setelah memegang plastik dalam posisi diam, plastik digerak-gerakkan. Tiga benda di dalamnya turut bergerak ”Permainan” itu jadi istimewa karena dilakukan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), sekitar 400 kilometer di atas muka Bumi.
Apa yang dilakukan Onishi; astronot Lembaga Eksplorasi Keantariksaan Jepang (JAXA), Rabu (14/9), berdasarkan proposal berjudul ”Blocks in Jar” sebagai bagian dari program Asian Try Zero-G. Dan, pembuat proposal adalah siswi SMAN 1 Batam, Kepulauan Riau, Ingrid Dewi Rucita Saragih (16).
”Saya bertanya-tanya, kok, proposal sesederhana dan sesingkat itu diterima.” ucap Ingrid saat jumpa media di Jakarta, Senin (19/9). Proposal eksperimennya berangkat dari rasa ingin tahu: apakah benda yang mengapung di Bumi akan tetap mengapung di luar angkasa. Begitu pula terhadap benda yang di Bumi tenggelam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ingrid harus menyertakan hukum fisika dalam proposal. Ia menjelaskan benda dan air punya massa jenis yang dipengaruhi seberapa besar gaya gravitasi. Benda akan mengapung jika massa jenisnya lebih kecil dibanding massa jenis air, melayang jika sama, dan tenggelam jika lebih besar massa jenisnya.
Benda semestinya cenderung melayang dalam air jika berada di luar angkasa karena massa jenis benda dan air jadi hampir sama dalam kondisi mikrogravitasi. Itulah yang Ingrid ingin dibuktikan di ISS. Ingrid usul sang astronot menggunakan tiga kotak yang terdiri dari kayu (di bumi mengapung), plastik polietilena, dan aluminium (tenggelam). Ketiganya dimasukkan dalam stoples berisi air.
Dalam prosesnya, astronot menggunakan tiga benda tadi dalam bentuk bola, bukan kotak, serta memakai plastik, bukan stoples. Sebab, barang-barang itu yang tersedia di ISS. Dalam posisi diam, hipotesis Ingrid terbukti. Kayu, polietilena, dan aluminium sama-sama melayang.
Memperkaya ilmu
Untuk memperkaya pengetahuan, Onishi memutar-mutar plastik dan menarik plastik dari kiri ke kanan berulang. Ingrid pun dapat tambahan ilmu. Ia lebih memahami hukum inersia atau kelembaman. ”Kelembaman benda dipengaruhi massa saja, bukan massa jenis, berapa pun gravitasinya ” ujarnya.
Aluminium dalam eksperimen berbobot 72 gram, polietilena 26 gram, dan kayu 15 gram. Berdasarkan hukum kelembaman, aluminium sebagai yang paling berat adalah benda yang paling tertinggal ketika plastik digerak-gerakkan
Proposal Ingrid bagian dari lima proposal terpilih, dari 120-an lebih ide yang dikirimkan pelajar serta peneliti atau perekayasa muda negara-negara Asia melalui program Asian Try Zero-G. Program itu termasuk program Kibo-Asian Beneficial Collaboration through ”Kibo” Utilization atau Kibo-ABC, yang diinisiasi Space Environment Utilization Working Group pada Asia Pacific Regional Space Agency Forum.
Asian Try Zero-G berjalan setiap tahun sejak 2011. Ada dua kategori, yaitu untuk pelajar berusia di bawah 18 tahun serta mahasiswa, peneliti, dan perekayasa muda berusia maksimal 27 tahun. Proposal Ingrid yang pertama lolos dari Indonesia.
”Saya mengajak adik-adik ikut serta di tahun-tahun berikutnya. Setiap tahun, akan ada lomba seperti ini, menantang adik-adik SMA dan perguruan tinggi bagaimana menyampaikan ide-ide terkait keantariksaan,” kata Deputi Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Afif Budiyono. Di tengah dunia riset yang suram, ide Ingrid mudah-mudahan turut menumbuhkan budaya riset yang sedang terkulai. (JOG/C04)
Sumber: Kompas, 20 September 2016