Tim Bumi Siliwangi dari Universitas Pendidikan Indonesia menjuarai lomba balap mobil hemat energi Shell Eco Marathon Drivers World Championship atau SEM DWC, di London, Inggris. Dalam balapan yang diadakan Minggu (3/7) sore waktu setempat, tim Indonesia mengungguli tim dari Perancis dan Amerika Serikat di lintasan Queen Elizabeth Olympic Park.
Wartawan Kompas, Rini Kustiasih, dari London, melaporkan, tim Indonesia bersaing ketat dengan tim ISEN Toulon (Perancis) yang terus membayangi sejak lap kedua. Sebelumnya, tim Mater Dei Supermileage (AS) sempat memimpin pada separuh lap pertama. Namun, mobil tim Bumi Siliwangi yang start pada posisi kedua berhasil menyalipnya.
Tim Bumi Siliwangi dan dua tim dari negara lainnya bergantian memimpin pada paruh terakhir lap pertama. Namun, pada lap kedua, Bumi Siliwangi tak terkejar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketersediaan bahan bakar mobil Bumi Siliwangi unggul dibandingkan dengan tim dari AS yang tersisa 50,1 persen. Daya listrik mobil Turangga Chetta EV3 karya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tersisa 58,5 persen. Tim ISEN Toulon membayangi dengan sisa bahan bakar 62,9 persen.
Masa krusial
Mobil mahasiswa Indonesia memantapkan posisinya pada lap ketiga yang merupakan lap terakhir. Mobil bertenaga listrik itu melaju diikuti oleh ISEN Toulon yang menyodok di posisi kedua setelah Mater Dei Supermileage melambat karena keterbatasan bahan bakar.
Masa-masa krusial terjadi saat daya listrik mobil tim Bumi Siliwangi tinggal 0,18 persen pada 200 meter menjelang finis. Di belakangnya, ada tim ISEN Toulon yang membuntuti dengan sisa bahan bakar 0,5 persen. “Saya deg-degan karena baterai melemah. Cadangan listrik menipis dan di belakang ada mobil Perancis,” ucap Ramdani (22), pengemudi Turangga Chetta EV3.
Saat Turangga Chetta EV3 mencapai garis finis, hadirin yang duduk di tribun langsung bertepuk tangan. Daya baterai mobil itu saat melintasi garis finis persis mencapai angka 0,0 persen.
Baru kali ini tim Indonesia menjuarai SEM DWC. “Itu torehan sejarah yang tidak bisa diubah,” kata Danny Van Otterdyk, Ketua Penyelenggara SEM DWC.
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Juli 2016, di halaman 12 dengan judul “UPI Juara Dunia Mobil Hemat Energi”.
———-
Mahasiswa Indonesia juara dunia balap mobil hemat energi
4 Juli 2016
Tim mahasiswa Indonesia dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung menjadi juara dunia dalam lomba balap mobil hemat energi buatan mahasiswa yang pertama kali diselenggarakan di London, Shell Eco Marathon Drivers World Championship.
Tim mahasiswa yang menamakan diri Bumi Siliwangi mulai dari posisi kedua di belakang tim Prancis dari delapan tim yang turun dalam final lomba balap mobil Urban Concept atau konsep perkotaan dengan tiga jenis bahan bakar, bensin, disel dan listrik, di Olympic Park, London, Minggu (03/07).
Manajer Shell Eco Marathon, Danny Van Otterdyk, memuji kalkulasi tim Bumi Siliwangi yang membawa mereka menjadi juara dengan mobil listrik.
Ramdani, pengemudi tim Bumi Siliwangi, UPI, Bandung, bersama tim Prancis, juara dua dan Amerika Serikat, juara tiga
“Cara mereka menghitung energi sangat baik dan mereka pantas menang. Saya senang mereka bisa menang dalam acara perdana lomba balap mobil buatan mahasiswa ini,” kata Van Otterdyk kepada wartawan BBC Indonesia, Endang Nurdin.
Saat lomba dimulai, mobil listrik Bumi Siliwangi, sempat turun di tempat keempat namun menyalip ke tempat teratas dalam tiga putaran lomba sejauh masing-masing sekitar 2,25 kilometer, dengan elevasi naik turun antara tiga sampai 12 meter.
Posisi kedua dalam lomba balap pertama ini diduduki tim dari Prancis ISEN Toulon yang juga menggunakan baterai listrik seperti UPI Bandung, dan yang ketiga tim Mater Dei Supermileage, dari Amerika Serikat yang menggunakan bahan bakar bensin.
Secara keseluruhan ada tiga tim mahasiswa yang mewakili Indonesia dalam ajang ini, termasuk dari Universitas Indonesia dengan bahan bakar bensin dan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya dengan diesel, namun hanya Bumi Siliwangi yang lolos ke putaran final.
Lebih dari 200 tim mahasiswa dari 29 negara ikut serta dalam lomba ini setelah menghabiskan waktu satu tahun terkahir untuk merancang, membangun dan menguji mobil hemat energi mereka.
Tim yang ikut dalam kejuaraan dunia pertama lomba mobil buatan mahasiswa ini dipilih dari juara lomba di kawasan Asia, Eropa dan Amerika Serikat.
Amin Sobirin, manajer Bumi Siliwangi mengatakan dari awal timnya mengejar kecepatan dan melatih pengemudi melintas naik turun dengan mobil listrik di seputar Bandung.
“Strategi kami dari jauh hari adalah dengan tidak mengejar terlalu hemat tetapi mengejar kecepatan,” kata Amin.
Ramdani, pengemudi balap Bumi Siliwangi, mengatakan sepanjang balap timnya terus berkomunikasi untuk memperlambat atau mempercepat mobil guna memastikan tenaga listrik yang disediakan dapat digunakan sampai garis finis.
Tim UPI, Bandung ini meraih juara dua dalam lomba Shell Asia Maret lalu di Manila dengan kecepatan 75 kilometer per KWH (kilowatt hour) dan dalam balap di London ini mereka meraih sekitar 80 kilometer per KWH.
Hadiah lomba termasuk diundang untuk menghabiskan sepekan bersama Scuderia Ferrari di Maranello, Italia.
Mereka akan bertemu dengan tim Ferrari dan menerima pelatihan pribadi serta nasihat dari para teknisi mengenai cara untuk meningkatkan performa kendaraan mereka pada Shell Eco-marathon 2017.
Sriyono, dosen pendidikan teknik mesin UPI Bandung mengatakan sekembalinya ke Indonesia mereka akan langsung kembali ke laboratorium untuk melakukan riset dan meningkatkan prestasi dari kendaraan yang ada saat ini.
“Kami juga akan mencoba ikut berkompetisi dalam lomba sejenis termasuk ikut dalam kontes nasional mobil hemat energi,” kata Sriyono.
Sementara itu Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Rizal Sukma, mengatakan prestasi UPI menunjukkan para mahasiswa Indonesia dapat bersaing di tingkat dunia dari sisi teknologi dan inovasi khususnya dalam upaya melakukan langkah penghematan energi.
Sumber: BBC Indonesia, 4 Juli 2016
———-
“Halo-halo Bandung” di Inggris Raya
Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dari Bandung, Jawa Barat, menorehkan sejarah dengan menjuarai Shell Eco Marathon Drivers World Championship di Inggris. Mengandalkan mobil bertenaga listrik Turangga Chetta EV3, tim Bumi Siliwangi itu mengungguli tim-tim lainnya dari Eropa, Asia, dan Amerika.
Kegembiraan dan tangis haru bercampur menjadi satu saat Turangga Chetta EV3 menerobos garis finis lintasan Queen Elizabeth Olympic Park, di Strattford, Inggris, Minggu (3/7/2016) sore waktu setempat. Mobil tim Bumi Siliwangi menjadi yang pertama tiba di garis akhir.
Tujuh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) lari menyambut pengemudi mobil yang juga kawan mereka, Ramdani (22). “Saya tidak percaya. Saya tidak bisa bicara apa-apa lagi,” ujar Ramdani.
Pendamping tim yang juga pengajar di Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan UPI, Sriyono (47), berusaha menenangkan dan merangkul para mahasiswa yang histeris. Mereka saling berangkulan di pundak, berkeliling menundukkan kepala, dan berdoa. Tidak lama kemudian, mereka menyanyikan “Indonesia Raya” di tengah-tengah lintasan. Sofiuddin Al Badri (22), salah satu anggota tim, menyelimutkan bendera Merah Putih di tubuhnya dan larut dalam tangis bahagia.
Tiga bulan
Hanya berselang tiga bulan sejak perhelatan Shell Eco Marathon (SEM) Asia di Manila, Filipina, Maret 2016, Tim Bumi Siliwangi bekerja keras menyiapkan mobil untuk mengikuti perhelatan SEM Drivers World Championship (DWC). Pada SEM Asia, Tim Bumi Siliwangi menduduki peringkat kedua dalam ajang mobil hemat energi se-Asia.
“Kami memiliki waktu kurang dari empat bulan untuk menyiapkan mobil. Kami berlatih terus di Bandung, baik di jalan datar maupun tanjakan. Kami menjajal trek di Lembang sehingga ketika ada trek tanjakan di sini, kami sudah lebih siap,” kata Amin Sobirin (23), Manajer Tim Bumi Siliwangi.
Untuk memenuhi persyaratan SEM DWC, Tim dari UPI itu harus mengubah sejumlah spesifikasi mobil, antara lain rem. Sebelumnya, tim menggunakan rem sepeda. Kini, rem itu diganti dengan rem sepeda motor untuk memberi daya cengkeram lebih kuat. Panitia mensyaratkan rem sepeda motor lantaran SEM DWC tidak lagi ajang perlombaan mobil paling irit dengan jarak tempuh terjauh, tetapi mobil paling irit yang mampu paling cepat sampai di finis.
Panitia mensyaratkan mobil harus berhenti dalam jarak 20 meter sejak pertama kali direm pada kecepatan 50 kilometer per jam. Tim harus berkali-kali mencoba dengan menghitung segala faktor, seperti angin, kondisi ban, dan kecuraman jalan.
Jejak-jejak kerja keras itu terlihat pada badan mobil Turangga Chetta EV3 yang penyok di bagian depan dan di kanan-kiri. Berbeda dengan kondisi mobil peserta lainnya dari Eropa dan Amerika, bahkan dengan mobil milik mahasiswa Nanyang Technological University, Singapura, mobil Turangga terlihat lebih sederhana dan penyok-penyok atau tidak mulus.
“Mobil kami terguling saat latihan rem di Bandung. Beberapa sisinya penyok. Pengemudi selamat karena rangka body dilapisi besi,” tutur Sriyono.
Pantang menyerah
Latihan terus-menerus dan pengecekan mesin menjadi kekuatan Tim Bumi Siliwangi. Kemunculannya pada SEM Asia sejak 2012 mengejutkan karena berhasil meraih peringkat dalam ajang itu. Dibandingkan dengan tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Tim dari Universitas Indonesia (UI), keikutsertaan UPI tergolong baru. Dua tim lainnya dari Indonesia yang juga diundang berlaga dalam SEM DWC di Inggris itu telah mengikuti lomba mobil hemat energi Shell sejak 2010.
Pada SEM DWC kali ini, baik tim dari ITS maupun UI juga menunjukkan keseriusan dan sikap pantang menyerah. Tim dari ITS sampai detik-detik akhir batas inspeksi teknis masih berupaya menyelesaikan mobil mereka yang terbakar. Mobil itu dilalap api saat dibawa dari Bandara Heathrow menuju Queen Elizabeth Olympic Park.
Meski kemungkinan kecil bisa diperbolehkan mengikut lomba, tim dari ITS bekerja keras memperbaiki mobil Sapuangin 10 yang berbahan bakar solar. Panitia memberikan diskresi dengan membolehkan tim memperbaiki mobil kendati syarat utama untuk berlomba di dalam SEM DWC adalah tidak ada perubahan besar pada badan maupun mesin mobil yang dibawa dari SEM Asia. Pada SEM Asia, ITS juara 1 kategori mobil urbanconcept bertenaga diesel.
Setelah tiga hari berjibaku, tim dari ITS bisa menyelesaikan mobil dan lolos inspeksi teknis. Tim terpaksa memakai material bahan bangunan untuk membuat pintu dan atap mobil. Mereka juga mendapatkan bantuan alat dan material dari UI ataupun UPI. Bahkan, bantuan diperoleh dari tim-tim Eropa dan Amerika. Akan tetapi, ITS tetap tidak diperbolehkan berlomba karena melakukan perubahan besar pada badan mobil.
Tim Sadewa UI yang pada SEM Asia menjadi juara 1 mobil urbanconcept berbahan bakar bensin juga tidak lolos kualifikasi SEM DWC. Tim UI mengalami kerusakan gir transmisi yang membuat mesin mobil mati. Mereka tidak mampu mencetak angka kendati lolos dalam inspeksi teknis. “Ke depannya kami perlu belajar untuk mengatasi kendala ini,” kata Alfian Ibnu Pratama (21), Manajer Tim dari UI.
Pujian disampaikan Ketua Penyelenggara SEM DWC Danny Van Otterdyk dan Direktur Teknis SEM Asia Colin Chin kepada tim-tim Indonesia. Menurut Colin, mobil-mobil tim Indonesia sangat efisien. Adapun Danny memuji semangat tim Indonesia yang baik.
Dengan menjadi juara SEM DWC, Tim Bumi Siliwangi berhak atas hadiah kunjungan ke markas tim Formula 1 Ferrari di Maranello, Italia, 4-8 Desember 2016. “Ini hadiah Lebaran terbaik. Saya kangen Bandung,” kata Ramdani sembari berjingkrak-jingkrak menyanyikan lagu “Halo-halo Bandung” bersama teman-temannya. Selamat! (Rini Kustiasih, dari Inggris)
Editor : Yunanto Wiji Utomo
Sumber : Harian Kompas
Rini Kustiasih
Sumber: Kompas.com, Minggu, 10 Juli 2016