Dampak Multidimensi Perlu Diantisipasi
Industri rokok menyasar anak, remaja, dan anak muda untuk melanggengkan bisnisnya. Mereka menyembunyikan fakta bahaya rokok melalui iklan. Karena itu, sudah saatnya iklan rokok ditiadakan dan peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok diperbesar.
“Tidak ada alasan negara kalah dari industri rokok. Pemerintah harus tegas pada industri rokok, jangan kalah,” kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, pada puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), Selasa (31/5), di Jakarta.
Arist mengatakan, rokok adalah produk legal yang berbahaya, tetapi masih boleh diiklankan. Iklan rokok jelas menyasar anak dan remaja. Karena itu, iklan rokok seharusnya ditiadakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dosen komunikasi dari Universitas Indonesia, Nina Mutmainnah, memaparkan, iklan rokok bermain di alam bawah sadar. Menampilkan citra bagus, baik, keren, anak muda banget, iklan rokok banyak versi ditayangkan berulang kali di televisi. Itu secara tak sadar membentuk persepsi bahwa rokok adalah produk normal. “Cara melindungi anak dan remaja dari iklan rokok ialah melarang iklan rokok,” ujarnya.
Mudah dibeli
Hasna Pradityas (25) dari Smoke-Free Agents mengatakan, rokok mudah dibeli. Selain karena bisa dibeli di warung-warung dekat perumahan, harga rokok juga relatif murah.
Lingkungan juga berpengaruh terhadap perilaku merokok. Iklan rokok yang bertebaran di mana-mana, bahkan di depan gerbang sekolah, berkontribusi pada bertambahnya perokok pemula.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menekankan, kemauan negara untuk melindungi warganya dari bahaya rokok harus lebih tampak. “Kematian, kesakitan, dan kemiskinan akibat rokok jadi fakta di depan mata,” ujarnya.
Namun, Kementerian Perindustrian justru menargetkan produksi rokok tumbuh 5-7,4 persen per tahun pada peta jalan industri hasil tembakau. Jadi, pada 2020 produksi rokok akan mencapai 524,2 miliar batang. “Pemerintah seharusnya mengatur industri rokok, bukan sebaliknya,” ujar Abdillah Ahsan, Wakil Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia.
Sharad Adhikary, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, menambahkan, upaya pengendalian tembakau perlu kebijakan kuat dan sikap pemerintah yang tegas. Di Indonesia, WHO terus mendukung usaha memperbesar ukuran peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok serta larangan iklan dan promosi rokok.
Menurut Nina, peringatan bergambar di bungkus rokok merupakan upaya mendenormalisasi rokok yang selama ini dicitrakan sebagai produk normal.
Direktur Jenderal Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan M Subuh menegaskan, rokok berdampak multidimensi. Rokok berdampak buruk bagi kesehatan, sosial, ekonomi, dan lingkungan. “Rokok jadi faktor kedua terbesar berkontribusi pada kemiskinan setelah bahan pangan pokok,” katanya.
Untuk itu, saatnya masyarakat disadarkan, rokok ialah produk berbahaya yang bisa memicu kecanduan. “Harga rokok murah dan akses yang mudah menyebabkan banyak anak dan remaja merokok,” ujarnya. (ADH/C03)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Lindungi Anak dan Remaja dari Iklan Rokok”.