Siswa Didorong untuk Memahami Isu Perubahan Iklim
Kaum muda memiliki peran penting dalam isu perubahan iklim. Aktivitas ramah lingkungan, seperti perilaku hemat energi dan pengelolaan sampah, perlu dibiasakan sejak kecil. Edukasi yang menarik dan atraktif juga turut membentuk pemikiran kritis generasi milenial.
Hal itu mengemuka dalam kegiatan ekshibisi Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2016 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis hingga Minggu (14-17/4).
Setidaknya 30.000 orang dari siswa SD hingga mahasiswa perguruan tinggi ikut dalam berbagai diskusi dan permainan yang ada di tempat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, Indonesia turut hadir dalam pertemuan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Paris. Kegiatan yang berlangsung akhir 2015 itu menghasilkan kesepakatan global untuk menurunkan emisi dan menahan kenaikan suhu bumi kurang dari 2 derajat celsius pada 2030 daripada suhu di era Revolusi Industri 1850-an (Kompas, 8/12/2015).
“Mereka tampak antusias menyimak isi perjanjian itu karena merasakan cuaca tak menentu di Jakarta,” ujar anggota staf Kampanye Keadilan Ekonomi Oxfam Indonesia, Andi Cipta Asmawati.
Bersama teman-temannya, ia menyosialisasikan isi pertemuan Paris dalam bahasa Indonesia. Organisasi non-pemerintah ini turut hadir di kegiatan tersebut karena 70 persen yang hadir adalah kaum muda.
Andi menambahkan, kaum muda perlu menjalani hidup ramah lingkungan tanpa mengurangi kualitas hidup mereka. Beberapa perilaku yang bisa dipraktikkan antara lain tidak mengonsumsi listrik berlebihan, menggunakan transportasi publik, dan membawa botol minum.
Wakil Ketua Program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Tri Wahyudiyati mendukung kegiatan ekshibisi itu dihadiri mayoritas kaum muda. Ia mengatakan, perilaku tidak buang sampah sembarangan dan hemat air perlu diterapkan sejak masa kecil. “Pendidikan seperti itu hendaknya bermula dari lingkungan keluarga dan sekolah. Penyampaian informasi lewat game yang menarik akan membantu mereka berpikir kritis,” tutur Tri di sela-sela kegiatan yang dipelopori Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut.
Mendukung pembelajaran
Beberapa stan membuat ragam permainan dan buku dengan tampilan menarik bagi para kaum muda. Salah satu stan, milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengadakan beberapa kegiatan, antara lain lomba mewarnai dan bermain Ecofunpoly.
Kepala Bidang Kesetaraan Jender Bidang Iptek Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ciput Eka Purwianti menjelaskan, kegiatan lomba mewarnai aktivitas 4-R (reduce, reuse, replace, recycle) bertujuan menanamkan pola pikir penanganan sampah sejak masa kanak-kanak. Adapun permainan Ecofunpoly menyadarkan akan pentingnya mengurangi jumlah karbon. “Mereka diharapkan bisa jadi agen perubahan di rumah serta mengajak orangtua untuk cinta lingkungan,” kata Ciput.
Kepala Bidang Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Nasrullah menuturkan, pihaknya turut membagikan buku-buku modul ajar perubahan iklim bagi para guru SD hingga SMA yang datang ke stan mereka. Informasi terkait materi pembelajaran, yang perlu disampaikan guru saat mengajar perubahan iklim, terdapat di buku tersebut.
“Kami juga membagikan buku komik agar kaum muda mendapat inspirasi,” ujar Nasrullah. Dalam buku tersebut, isu-isu populer, seperti kabut asap dan potensi bencana, disajikan lewat cerita menarik petualangan pemuda, Nina dan Nino.
Merasa penting
Sejumlah guru dan siswa, yang hadir di ekshibisi tersebut, merasakan pentingnya isu perubahan iklim untuk dipelajari dan dibahas. Guru SMP Negeri 68, Jakarta Selatan, Suyatno, mengatakan, kunjungan itu menambah wawasan aktual 25 siswanya yang hadir tentang pentingnya melestarikan lingkungan. “Selama ini mereka belajar tentang perubahan iklim lewat buku dan internet,” ujar Suyatno.
Siswa SMA Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 3, Jakarta Selatan, Aji Kurniawan (16), telah mempelajari isu perubahan iklim sejak kelas V SD lewat berbagai media. Seiring berjalannya waktu, rasa ingin tahunya bertambah, terutama mengenai cuaca yang tak menentu.
Siswa SMP Negeri 48, Jakarta Selatan, Muhammad Fajar Ridho (13), juga merasakan anomali cuaca di Jakarta. Mempelajari perubahan lingkungan sejak kelas III SD, Ridho bercita-cita ingin menjadi tentara yang mampu ikut menjaga kelestarian hutan.
Sementara Ketua Angkatan Patriot Energi gelombang I, Alfonso Bryan, berbagi pengalaman membantu warga di pelosok untuk membangun dan mengoperasikan perangkat energi baru dan terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan. Bersama 79 temannya, Alfonso mengikuti program Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam selama enam bulan. (C02)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2016, di halaman 11 dengan judul “Kaum Muda Berperan Penting”.