Euforia pembuktian adanya gelombang gravitasi, pekan ini, berlanjut dengan misi LISA Pathfinder-penjelajah antariksa milik konsorsium antariksa Eropa, ESA-untuk mengobservasi gelombang gravitasi lebih lanjut.
Adalah Albert Einstein, fisikawan, yang mengonsepkan kehadiran tersebut dengan teori relativitas, persis 100 tahun lalu. Gelombang gravitasi secara sederhana adalah semacam distorsi struktur ruang dan waktu, yang menjalar seperti riak dengan kecepatan cahaya, begitu lubang hitam saling bertabrakan atau sebuah bintang meledak.
September silam, para ilmuwan mendeteksi riak itu ketika mengamati sepasang lubang hitam, masing-masing 30 kali lebih masif dari Matahari, yang saling memutari dalam bentuk spiral, sebelum akhirnya menyatu menjadi lubang hitam baru berukuran lebih besar: lebih dari 1,3 miliar tahun cahaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti diuraikan Discovery News, tabrakan itu menghasilkan energi yang ekuivalen dengan 50 kali energi seluruh bintang di semesta, membentuk sinar laser sepanjang 4 kilometer (km) dan mengguncang pusat Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO).
Syukurlah observatorium LIGO di Lousiana dan Washington, Amerika Serikat, baru saja ditingkatkan kapasitasnya sehingga mampu menangkap sinar laser berbentuk L itu. Namun, para ilmuwan perlu waktu untuk melaksanakan verifikasi bukti kehadiran gelombang gravitasi, yang mampu mengubah panjang dan sinar laser itu, meski dalam ukuran amat mikro. Itu sebabnya mengapa temuan gelombang gravitasi baru disampaikan kepada publik pada 11 Februari 2016.
Para ilmuwan percaya, temuan gelombang gravitasi akan semakin membantu memahami asal-usul semesta. Maka, seperti diberitakan BBC, awal Maret ini, LISA Pathfinder mulai menjalankan serangkaian percobaan di lokasi yang berjarak 1,5 juta km dari Bumi. LISA-singkatan dari Laser Interferometer Space Antenna-baru diluncurkan ke antariksa Desember lalu dan akan melengkapi misinya secara penuh sebagai observatorium antariksa pada tahun 2030-an.
LISA Pathfinder merintis jalan untuk misi masa depan dengan menguji konsep gelombang gravitasi paling dasar: menempatkan dua uji massa dalam kondisi jatuh bebas gravitasi yang nyaris sempurna, lalu mengontrol dan mengukur gerakannya secara akurat. Untuk mempermudah, bayangkanlah upaya ini seperti menjejaki jarak dua puncak pencakar langit di London, Inggris, dan di New York, Amerika Serikat, lalu mencari setiap perubahan getaran yang terjadi meski itu cuma seukuran rambut.
Oleh karena itu, wahana ini dilengkapi dengan sensor inersia, sistem metrologi laser, sistem kontrol bebas tahanan, dan sistem propulsi mikro yang amat presisi. Meski LISA Pathfinder merupakan misi ESA, wahana ini juga mengangkut perangkat penelitian Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA).
Cukupkah membuktikan bahwa teori Einstein benar? Tentu saja tidak. Para ilmuwan berharap temuan-temuan gelombang gravitasi selanjutnya akan membantu manusia menemukan sudut-sudut ekstrem kosmos, horizon suatu lubang hitam, pusat terdalam supernova, dan bahkan struktur internal pada neutron bintang. Itulah tempat-tempat yang tak terjangkau teleskop elektromagnetik hingga kini.
CNN dalam artikelnya lebih lanjut mempertanyakan, mungkinkah temuan-temuan itu nantinya berguna dalam aplikasi praktis di Bumi? Membuat manusia bisa memanfaatkan gelombang gravitasi? Bahkan, mengolonisasi galaksi?
Sesungguhnya, jawaban pertanyaan-pertanyaan itu masih jauh dari prediksi. Pengalaman menunjukkan, temuan-temuan yang menjawab keingintahuan manusia tak selalu dan kalaupun terkait, tidak seketika berhubungan dengan keperluan praktis di Bumi. Maka, waktulah yang akan menjawabnya.–AGNES ARISTIARINI
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Uji Gelombang Gravitasi”.