Buku teks pelajaran dapat dikatakan masih menjadi sumber atau bahan belajar utama para murid. Di sejumlah tempat di Indonesia yang masih kesulitan akses internet, perpustakaan, atau akses kepada sumber belajar lainnya, guru dengan buku pelajaran di tangan menjadi sumber ilmu.
Namun, kualitas buku pelajaran belum sepenuhnya memuaskan. Sejumlah buku pelajaran terkait Kurikulum 2013 pun tidak luput menjadi sorotan negatif publik akibat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sempat kecolongan di dalam menerbitkan beberapa buku teks.
Contohnya, buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas XI. Pada buku tersebut, cetakan pertama tahun 2014, di dalam salah satu babnya memuat pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahab yang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak menyembah Allah SWT adalah musyrik dan boleh dibunuh. Perkataan Abdul Wahab tersebut dikutip pada buku pelajaran tanpa memuat konteks keadaan ketika ia menyebutkan kalimat tersebut. Akibat tidak ada pendalaman konteks dan perkataan di dalam puku pelajaran bisa dimaknai mentah-mentah oleh siswa dan berisiko menimbulkan pemikiran intoleran (Kompas, 7 April 2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Buku Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk SMA/SMK kelas XI yang diterbitkan Kemdikbud tahun 2014 juga menuai protes lantaran memuat tips berpacaran sehat dan ilustrasi sepasang remaja di taman air terjun. Gambar itu disebutkan sebagai contoh pacaran sehat.
Dalam diskusi Kemdikbud dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan yang bertajuk “Kurikulum dan Ujian Nasional” di Jakarta, Kamis (7/1), Kepala Bidang Perbukuan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud Supriyatno mengakui, selain ada beberapa buku pelajaran yang luput dari pengawasan, juga beredar lembar kerja siswa (LKS) yang tidak sesuai standar. Ia mencontohkan LKS yang beredar di Malang, Jawa Timur, yang menyebutkan salah satu bentuk pengorbanan seorang ibu untuk anaknya ialah dengan menjadi pramuria.
“Kemdikbud tak bisa melarang percetakan untuk mencetak LKS. Jadi, kami menyiasatinya dengan memberikan aturan mengenai buku baik kepada sekolah-sekolah,” kata Supriyatno. Buku-buku bermasalah yang diterbitkan Kemdikbud tengah direvisi.
Pada acara diskusi itu, pakar pendidikan karakter Doni Koesoema memaparkan, pengajaran kompetensi inti dan dasar di beberapa buku pelajaran kurikulum 2013 juga tak runut sesuai tahap perkembangan pedagogis siswa. Hal itu akan berakibat fatal di kemudian hari karena siswa tidak memiliki fondasi ilmu pengetahuan yang benar.
Menanggapi itu, Supriyatno menjelaskan, buku-buku pelajaran Kurikulum 2013 tengah direvisi. Menurut rencana, pada Februari 2016 revisi selesai. “Targetnya, Juli, buku-buku sudah bisa disebar ke 25 persen dari sekolah yang melaksanakan kurikulum itu,” ujarnya.
Buku Bahasa Indonesia tingkat SMP dan SMA beserta buku Buku Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk SMA/SMK kelas XI mengalami pergantian penulis. Itu karena penulis yang lama menyatakan tidak sanggup merevisi. Setiap buku mata pelajaran ditulis satu hingga tiga orang ahli yang antara lain adalah pakar ataupun guru-guru mata pelajaran itu.
Buku yang baik
Menulis buku pelajaran merupakan perkara yang kompleks karena selain harus memperhatikan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan diajarkan kepada siswa, juga harus mengandung nilai-nilai yang menyokong semangat kebangsaan dan persatuan.
Kriteria buku teks pelajaran yang baik terdiri atas empat aspek, yaitu kebenaran materi; penyajian seperti tidak mengandung unsur seks, agama, dan rasisme; berbahasa santun yang mudah dipahami; dan memiliki grafik sesuai konteks. “Jika sekolah tidak mengindahkan aturan ini dan menggunakan buku yang tidak sesuai kaidah, ada sanksinya,” kata Supriyatno.
Dalam diskusi itu dicapai kesepakatan bahwa Kemdikbud akan mengundang pakar-pakar di luar lingkaran mereka, seperti psikolog perkembangan anak dan sosiolog untuk mengulas buku-buku pelajaran kurikulum 2013 yang sudah direvisi sebelum dicetak.
Di samping itu, menurut Doni, pelibatan guru sebagai pelaku pendidikan di dalam mengulas buku juga krusial. Guru yang mempraktikkan ajaran buku-buku itu tentu memahami kekurangan buku pelajaran tersebut. Harapannya, ke depannya, buku-buku teks pelajaran berkualitas yang sampai ke tangan guru dan murid.(LARASWATI ARIADNE ANWAR)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Januari 2016, di halaman 12 dengan judul “Menghadirkan Buku Andalan”.