Hingga saat ini, kondisi sistem penyiaran televisi di Indonesia belum juga sehat. Dari 300-an stasiun televisi swasta, 218 di antaranya dikuasai 10 stasiun televisi nasional yang berpusat di Jakarta. Adapun isi siarannya masih seragam, elitis, dan terlalu didominasi hiburan dengan mendasarkan diri pada rating Nielsen yang 50 persen populasi sampelnya berada di Jakarta.
Menurut pengamat media sekaligus Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA) Amir Effendi Siregar, situasi ini terjadi karena sistem penyiaran yang tidak sehat. “Diperlukan institusi rating yang disesuaikan dengan peranan dan fungsi tiap-tiap lembaga penyiaran berdasarkan sebuah sistem penyiaran yang demokratis serta menjamin keanekaragaman isi dan kepemilikan,” katanya, di Jakarta.
Potret media di Indonesia sekarang memang cukup memprihatinkan. Jika dulu negara menjadi satu-satunya penguasa lembaga penyiaran publik, kini penguasaan telah beralih ke swasta, tetapi hanya dikuasai segelintir pemain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam hal ini, bentuk otoritarianisme negara bergeser menjadi otoritarianisme kapital. Pemainnya berganti, tetapi peran monopoli tetap berjalan.
Karena hanya dikuasai segelintir pemilik stasiun televisi, keanekaragaman isi siaran dan kepemilikan diabaikan. Akibatnya, konsentrasi media pun terjadi dan sistem jaringan televisi yang semestinya dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak jalan.
Menurut Amir, itu semua terjadi karena lemahnya pemahaman terhadap konstitusi dan demokrasi, peraturan dan kebijakan yang tidak konsisten dengan undang-undang, serta regulasi yang disalahtafsirkan oleh pengusaha. “Pasar dibiarkan bergerak liar tanpa kontrol, kepentingan publik pun cenderung diabaikan,” ujarnya.
JITET
Karena itulah, sistem televisi berjaringan dan pembatasan kepemilikan stasiun televisi perlu dilakukan agar nantinya bisa lahir banyak institusi rating berdasarkan permintaan pasar ataupun masyarakat. Selain itu, fungsi lembaga penyiaran publik dan komunitas harus diberdayakan.
Upaya membuat survei pemeringkatan kualitas program siaran televisi telah dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia sejak tahun lalu. KPI telah melakukan lima kali survei di sembilan kota di Indonesia dengan melibatkan 810 pemirsa ahli yang ditunjuk untuk menilai kualitas program siaran televisi. Meski demikian, margin of error survei ini masih mencapai 13,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Bekti Nugroho mengatakan, secara bertahap, survei KPI akan diperluas ke 18 kota tahun ini, lalu tahun 2017 menjadi 27 kota, dan 2018 hingga ke seluruh provinsi. “Jika anggaran memungkinkan, maka selain perluasan tempat survei, kami juga akan menambah responden dan sampel program siaran sehingga nantinya hasil survei lebih reliable dan akuntabel,” ujarnya.
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas Siang | 9 Januari 2016