Pembangunan infrastruktur transportasi massal marak dilakukan di Jakarta sepanjang tahun 2015. Langkah ini ibarat angin segar di tengah kemacetan. Di jeda waktu tunggu selesainya pembangunan, masih banyak lubang yang harus ditambal agar pelayanan penumpang meningkat dan menambah pengguna angkutan massal.
Secara kasatmata, pembangunan MRT koridor Lebak Bulus-Bundaran HI semakin nyata dengan dioperasikannya mesin bor terowongan sejak 21 September. Tahun depan, akan ada dua mesin bor lagi yang beroperasi dari Bundaran HI.
Jaringan kereta api komuter akan bertambah dengan dimulainya pembangunan fisik LRT oleh PT Adhi Karya. Pembangunan LRT mendapatkan titik terang setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 98/2015 dan Nomor 99/2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jangkauan pelayanan bus transjakarta juga bakal meluas dengan pembangunan jalur layang bus Jalan Ciledug Raya-Jalan Kapten Tendean.
Kereta bandara juga terus digarap, baik pembebasan lahan maupun proses konstruksi jalan rel. Kereta yang rutenya direncanakan dari Manggarai hingga Bandara Soekarno-Hatta ini ditargetkan beroperasi tahun 2017.
Untuk saat ini, proses konstruksi tiap-tiap proyek membuat pengguna jalan raya harus bersusah payah mencari jalan dan menembus kemacetan yang kian menggila. Banyak ruas jalan yang menyempit lantaran dipakai untuk proses konstruksi.
Angin segar lainnya adalah penambahan bus transjakarta. Integrasi transjakarta dan kopaja juga sudah menemukan wujudnya di akhir tahun ini.
Perjalanan KRL Jabodetabek juga terus meningkat, yang berarti daya angkut penumpang juga bertambah. Dari 710.000 penumpang per hari di awal tahun, kini sudah sekitar 830.000 penumpang per hari.
JITET
Di sisi lain, kecelakaan lalu lintas masih menjadi mesin pembunuh yang berbahaya. Antara Januari dan Agustus 2015, Polda Metro Jaya mencatat, telah terjadi 4.110 kecelakaan lalu lintas dengan 371 orang meninggal dan lebih dari 4.000 orang luka-luka. Apabila dirata-rata, 1-2 orang meninggal setiap hari karena kecelakaan lalu lintas. Kondisi ini membuat perbaikan sistem angkutan umum secara keseluruhan menjadi mendesak.
Pejalan kaki
Antusiasme membangun infrastruktur dalam besar boleh-boleh saja. Bahkan, sangat perlu untuk menambah jaringan dan kapasitas angkut angkutan umum. Apalagi, RTRW DKI Jakarta 2030 secara optimistis menargetkan angkutan umum mengakomodasi 60 persen perjalanan warga. Saat ini saja, BPS DKI Jakarta mencatat, baru 30 persen komuter memakai angkutan umum.
Salah satu bagian dari sistem angkutan umum yang membutuhkan perbaikan segera adalah infrastruktur untuk pejalan kaki. Dalam banyak diskusi transportasi, akses bagi pejalan kaki belum menjadi pembicaraan utama. Padahal, setiap pengguna angkutan umum membutuhkan akses pejalan kaki untuk mengantarkannya ke titik tujuan. Mudah-mudahan, kondisi ini bukan karena proyek perbaikan infrastruktur pejalan kaki yang terlalu kecil dibandingkan dengan infrastruktur untuk angkutan massal.
Kondisi hari ini, trotoar yang nyaman dan aman bagi pejalan kaki, termasuk penyandang disabilitas, masih jauh dari harapan. Di banyak tempat, trotoar belum menjadi tempat yang ramah bagi pejalan kaki. Justru trotoar menjadi jalan alternatif sepeda motor, pangkalan ojek, tempat parkir, tempat menumpuk karung berisi endapan selokan, sampai lokasi berjualan. Kalau berjalan kaki saja sulit dan tidak aman, apakah kita masih optimistis menambah pengguna angkutan massal?
Trotoar juga belum menjadi area aman bagi pejalan kaki. Salah satu contoh, seorang pejalan kaki meninggal setelah ditabrak kopaja saat tengah berjalan di trotoar Jalan MH Thamrin, 6 Desember lalu.
Tidak hanya trotoar yang merana. Zebra cross juga banyak yang sudah samar atau bahkan tidak ada. Belum lagi jika kita bicara soal jembatan atau terowongan penyeberangan orang. Selain akses yang belum fleksibel bagi penyandang disabilitas, lokasi ini belum sepenuhnya bebas dari kriminalitas.
Manajemen angkutan
Pembenahan manajemen angkutan umum juga teramat mendesak dilakukan, terutama untuk mencegah jatuhnya korban dalam kecelakaan lalu lintas. Korban yang dimaksud terutama adalah pejalan kaki dan pengguna angkutan umum. Pada akhir tahun ini, sedikitnya ada tiga kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum dan menyebabkan 20 nyawa melayang.
Investigasi kecelakaan memang masih berlanjut, terutama untuk kasus kecelakaan di pintu pelintasan Angke. Secara umum, Komite Nasional Keselamatan Transportasi mencatat ketiadaan sistem manajemen keselamatan di perusahaan angkutan umum. Apabila sistem manajemen keselamatan ini ada, maka ada sistem yang mengontrol operasional bus, termasuk kinerja sopir.
Sistem manajemen keselamatan juga harus menyentuh keandalan bus. Balai uji kir hingga industri bus juga harus dikontrol. Selama ini, kanibal suku cadang masih jamak terjadi. Padahal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengamanatkan, ada standar pelayanan minimal (SPM) yang harus dipatuhi perusahaan angkutan umum.
Regulator, baik di tingkat daerah maupun pusat, seharusnya memainkan peran sentral untuk menyediakan angkutan umum, termasuk mengontrol pelaksanaan SPM itu.
Integrasi antarmoda
Titik krusial lain dalam penyelenggaraan moda transportasi umum adalah integrasi antarmoda. Sepanjang tahun 2015, wajah integrasi antarmoda ini tidak mengalami perubahan berarti.
Pembangunan transportasi massal yang tengah digarap saat ini membutuhkan desain integrasi yang baik agar bisa menghubungkan setiap simpul transportasi. Apalagi, simpul-simpul transportasi massal kita dikelola oleh institusi yang berbeda-beda. Tanpa ada eksekutor yang mengambil peran sebagai pemimpin, sulit rasanya mengharapkan ada satu simpul integrasi yang bisa diakses dengan mudah oleh pengguna angkutan umum.
Salah satu titik integrasi ada di Dukuh Atas. Saat ini, ada tiga koridor bus transjakarta, KRL Jabodetabek, serta sejumlah rute bus reguler yang bersinggungan di situ. Toh, akses perpindahan antarmoda masih terpisahkan jalan raya dan akses pejalan kaki belum sepenuhnya aman dan nyaman.
Ke depan, Dukuh Atas bakal menjadi pertemuan MRT, LRT, dan KA bandara. Tentu, jumlah penumpang yang hilir mudik di situ akan bertambah. Di mana ada penumpang, angkutan umum lain pasti bakal mengerubuti kawasan ini. Karena itu, perlu desain integrasi dan eksekusi yang tepat serta cepat untuk mengantisipasi pembangunan infrastruktur transportasi massal yang terus melaju saat ini.
Berbagai problematika yang masih tersisa di dunia transportasi perkotaan ini membutuhkan kerja keras berkelanjutan pada tahun 2016. Semoga perbaikan terus ada. (AGNES RITA SULISTYAWATY)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul “Yang Baru, yang Ditinggal”.