Upaya Nonmedis Tak Mengobati Kanker

- Editor

Senin, 21 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebagian pasien kanker menempuh upaya nonmedis untuk mengatasi penyakit itu. Padahal, upaya itu tak bisa mengobati kanker meski didiagnosis pada stadium awal. Karena itu, pengobatan mesti dengan cara medis agar kanker tak bertambah parah.

Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional Soehartati Gondhowiardjo memaparkan hal itu menanggapi maraknya penawaran pengobatan nonmedis bagi pasien kanker, Jumat (18/12), di Jakarta.

Soehartati mengatakan, kesadaran pasien kanker untuk menjalani pengobatan yang benar belum sepenuhnya terbangun. Mereka umumnya menjalani upaya nonmedis lebih dulu sebelum pengobatan medis. Akibatnya, saat berobat ke dokter, kanker yang diderita sudah stadium lanjut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Memang ada upaya nonmedis bersifat komplementer dalam terapi kanker. Namun, upaya itu harus lebih dulu dibuktikan tak berdampak negatif pada pengobatan medis yang dijalani. “Kebanyakan obat yang lolos Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai suplemen, tapi disebut sebagai obat anti kanker,” katanya.

Saat kanker stadium lanjut, terapi lebih rumit dan menelan biaya hingga lima kali dibandingkan pada stadium awal. Jika diterapi secara medis sejak dini, keberhasilan bertahan lima tahun lebih berkisar 90-95 persen.

Tanpa harapan
Sejauh ini, sebagian orang menganggap kanker sebagai penyakit tanpa harapan atau pasti berakhir dengan kematian. Pengobatannya pun mahal. Dalam kondisi itu, muncul banyak iklan terapi kanker menyesatkan sehingga banyak pasien memilih upaya nonmedis untuk mengatasinya.

Menurut Hardina Sabrina, Kepala Instalasi Deteksi Dini dan Onkologi Sosial Rumah Sakit Kanker Dharmais, berdasarkan 10 besar jenis kanker, 3.000 pasien baru berobat ke RS Dharmais pada 2014, naik dibandingkan 2013 yang sekitar 2.200 pasien. Dari jumlah itu, 60-70 persen stadium lanjut, 44 persen stadium III, dan 32 persen stadium IV. “Kebanyakan pasien berobat ke pengobatan alternatif sebelum ke dokter,” ujarnya.

Dewi Yulita (44), penyintas kanker dari Bekasi, menuturkan, pada 1997 ia didiagnosis kanker tiroid, lalu berobat hingga tuntas. Saat divonis kanker payudara stadium IIB pada 2005, ia memilih upaya nonmedis karena trauma dengan operasi, tetapi kondisinya memburuk dan naik jadi stadium IIIB dalam lima bulan. Ia akhirnya menjalani kemoterapi, operasi, dan radiasi.

Karena sudah stadium lanjut, kanker menyebar ke paru dan otak kecil. Setelah melakukan terapi medis, enam tahun ia menjadi penyintas. (ADH)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2015, di halaman 13 dengan judul “Upaya Nonmedis Tak Mengobati Kanker”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB