Publikasi karya ilmiah menjadi salah satu cara mendeteksi dan menekan praktik plagiat di lingkungan akademis. Namun, perguruan tinggi masih kesulitan menyediakan media publikasi bagi mahasiswa dan dosen.
“Tujuan dari publikasi antara lain untuk menekan praktik plagiat. Karya ilmiah yang terpublikasi juga akan semakin banyak. Masyarakat pun bisa mengakses karya ilmiah dengan mudah,” kata Direktur Lembaga Penelitian Universitas Trisakti Agus Budi Purnomo, Kamis (1/10), di Jakarta.
Hal itu disampaikan Agus pada seminar nasional bertema “Peran Serta Cendekiawan Muda dalam Mendukung Kebutuhan Masyarakat dan Industri Melalui Kegiatan Ilmiah” yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis Ke-50 Universitas Trisakti. Selain dari Universitas Trisakti, pemakalah juga berasal dari sejumlah kampus, antara lain Universitas Tarumanagara, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, dan Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Praktik plagiat masih marak terjadi di lingkungan perguruan tinggi, mulai dari portofolio, artikel, proposal, skripsi, tesis, disertasi, hingga buku. Dalam kasus pengurusan sertifikasi dosen, misalnya, pada 2011 ditemukan praktik menjiplak seperti portofolio atau karya ilmiah pada 3.000 kasus. Kasus serupa masih terjadi pada 2013 dengan ditemukan 800 kasus. Belum lagi ketika pengurusan pangkat dosen atau guru besar (Kompas, 17/4/2015).
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (dulu di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mewajibkan setiap mahasiswa menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah. Peraturan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Dikti Nomor 152/E/T/2012.
Publikasi terkendala
Perguruan tinggi masih kesulitan memenuhi salah satu syarat kelulusan mahasiswa, yaitu kewajiban memublikasikan karya ilmiah. Penyebabnya, wadah seperti jurnal ilmiah sangat minim untuk menampung calon lulusan yang sangat banyak.
“Mahasiswa yang tamat begitu banyak. Di Universitas Trisakti saja, setidaknya kami menamatkan 3.000 mahasiswa setiap tahun. Kami kewalahan menyediakan wadah publikasi bagi mereka,” kata Agus. Meskipun Surat Edaran tentang Kewajiban Publikasi Karya Ilmiah sudah disampaikan ke perguruan tinggi sejak 2012, Universitas Trisakti sendiri belum menerapkan sepenuhnya karena kurangnya media publikasi.
Dalam kesempatan itu, Ratnayu Sitaresmi Hendri, pengajar di Program Studi Perminyakan Universitas Trisakti, menyatakan, sudah saatnya publikasi ilmiah diterapkan sepenuhnya di Indonesia. “Negara-negara lain sudah lama menerapkan aturan itu,” ujarnya. (B01)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Oktober 2015, di halaman 12 dengan judul “Publikasi Karya Ilmiah Menjadi Solusi”.
——
Publikasi Karya Ilmiah Masih Dirasa Sulit
Perguruan tinggi masih kesulitan memenuhi salah satu syarat kelulusan mahasiswa, yaitu kewajiban memublikasikan karya ilmiah. Penyebabnya, wadah seperti jurnal ilmiah sangat minim untuk menampung calon lulusan yang sangat banyak.
Hal itu dikemukakan Direktur Lembaga Penelitian Universitas Trisakti Prof Agus Budi Purnomo pada seminar nasional “Peran Serta Cendekiawan Muda dalam Mendukung Kebutuhan Masyarakat dan Industri Melalui Kegiatan Ilmiah”, Kamis (1/10), di Jakarta.
“Mahasiswa yang tamat begitu banyak. Di Universitas Trisakti saja setidaknya menamatkan 3.000 mahasiswa setiap tahun. Kami kewalahan menyediakan wadah publikasi bagi mereka,” kata Agus.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan setiap mahasiswa menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah. Peraturan itu dituangkan dalam Surat Edaran Dikti Nomor 152/E/T/2012.
Dalam aturan itu, untuk lulus program sarjana, mahasiswa harus mempunyai makalah yang terbit di jurnal ilmiah. Untuk lulus program magister, makalah harus terbit di jurnal nasional. Sementara, untuk program doktor, makalah harus terbit di jurnal internasional.
NIKSON SINAGA–Bintang Rizqi Prasetyo memaparkan makalahnya pada seminar nasional di Universitas Trisakti, Jakarta, Rabu (30/9). Publikasi karya ilmiah menjadi salah satu syarat untuk lulus dari program sarjana sesuai Surat Edaran Dikti Nomor 152/E/T/2012.
Seminar nasional yang diadakan Universitas Trisakti tersebut menjadi salah satu wadah yang disediakan kampus untuk memublikasikan makalah ilmiah. Seminar diikuti 165 mahasiswa pemakalah yang sebagian besar dari Universitas Trisakti. Selain dari Universitas Trisakti, pemakalah berasal dari berbagai kampus, antara lain Universitas Tarumanagara, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, dan Universitas Indonesia.
Agus menyatakan, hasil seminar akan dirangkum menjadi sebuah jurnal dan akan dipublikasikan agar bisa memenuhi syarat kelulusan.
Meskipun surat edaran tentang kewajiban publikasi karya ilmiah sudah disampaikan kepada perguruan tinggi sejak 2012, Universitas Trisakti belum menerapkan sepenuhnya karena kurangnya media untuk memublikasikan.
Ke depan, pihaknya akan mengadakan seminar secara rutin agar mahasiswa mempunyai wadah untuk memublikasikan karyanya. Agus menilai, seminar bisa menampung lebih banyak karya ilmiah dibandingkan dengan jurnal yang halamannya terbatas.
Ratnayu Sitaresmi Hendri, pengajar di Program Studi Perminyakan Universitas Trisakti, menyatakan, selain menjadi salah satu syarat kelulusan, seminar atau publikasi ilmiah juga bisa mengurangi plagiat karya ilmiah. (B01)
Sumber: Kompas Siang | 1 Oktober 2015