Ekologi Hutan yang Potensial Sangat Spesifik dan Rapuh
Kawasan hutan di lima gunung di Indonesia terbakar beberapa hari terakhir. Medan dan akses terhadap sumber air yang sulit menjadi kendala pemadaman. Kebakaran itu sangat mengkhawatirkan karena gunung-gunung di Indonesia menyimpan banyak organisme endemik dan dilindungi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis (24/9), mengatakan, kawasan hutan terbakar berada di Gunung Merapi, Gunung Lokon, Gunung Sindoro, Gunung Wilis, dan Gunung Arjuno.
“Hingga sore ini (Kamis sore), luasan terbakar sekitar 80 hektar, tapi berpotensi meluas,” ujar Kepala Seksi Wilayah I Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Nurpana Sulaksono, kemarin. Kebakaran terjadi di Blok Gunungpasir di Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Selain semak, api juga membakar sebagian pohon yang ditanam merestorasi kawasan Gunung Merapi pada tahun 2012-2013.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun api di Gunung Sindoro muncul pada Selasa pukul 18.30. Api padam karena diguyur hujan pada Rabu pukul 14.00. Api tersebar di lima titik di kawasan hutan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara.
Kebakaran hutan di lereng Sindoro ini yang kedua dalam sebulan terakhir. Akhir Agustus lalu, kebakaran melanda wilayah yang sama, berupa semak belukar seluas 50 hektar. Sesuai data Badan Kesatuan Pemangku Hutan Wonosobo KPH Kedu Utara, kebakaran melanda 231,5 hektar hutan di perbatasan Wonosobo dengan Temanggung.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Wonosobo Prayitno mengatakan, kondisi medan terjal menyebabkan tim pemadam kebakaran hanya dapat memantau 1,5 kilometer dari titik api. “Pemadaman melalui udara pun tak dapat dilakukan lantaran tak ada sumber air di dekat lokasi kebakaran,” ujarnya.
Sementara itu, sekitar 200 hektar hutan di lereng Gunung Lokon, kawah Tompaluan, dan Empung di Sulawesi Utara juga terbakar. Api menghanguskan alang-alang dan pepohonan di sekitar hutan lindung selama dua hari. Kebakaran juga terjadi dari kaki hingga punggung Gunung Soputan di Minahasa Tenggara dan Gunung Dua Saudara di Kota Bitung.
Kebakaran itu terjadi sejak Rabu pukul 16.45 Wita dan hingga Kamis sore belum dapat dipadamkan. Api yang berkobar hingga 10 meter di lereng Lokon jadi tontonan. Ratusan warga Kota Tomohon menyaksikan kobaran api hingga Kamis dini hari dari puncak Bukit Inspirasi.
“Tidak ada hubungan kebakaran hutan dan peningkatan kegempaan Gunung Lokon,” kata petugas Pos Pemantau Gunung Lokon, Feri Rusmawan. Rabu lalu terjadi gempa tektonik di Lokon.
Di Gunung Wilis, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, hutan seluas 25 hektar yang terbakar sejak Senin lalu merupakan kawasan Perhutani, sedangkan hutan di lereng Gunung Arjuno yang terbakar berada di Blok Sumber Kuning, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sejak Selasa.
Kerugian besar
Direktur Eksekutif Program Man and the Biosfer (MAB) UNESCO untuk Indonesia Yohanes Purwanto mengatakan, kebakaran kawasan hutan di pegunungan itu sangat merugikan. Apalagi, hutan di Gunung Arjuno telah ditetapkan sebagai salah satu dari 10 cagar biosfer dunia yang diakui UNESCO.
“Gunung Bromo-Semeru-Tengger-Arjuno di Jawa Timur menjadi anggota MAB-UNESCO sejak tahun ini,” kata Purwanto, yang juga guru besar di Pusat Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Ekologi hutan di kawasan pegunungan biasanya sangat spesifik dan rapuh. “Untuk memulihkannya setelah terbakar butuh puluhan hingga ratusan tahun. Bahkan, bisa memunahkan beberapa spesies endemik sehingga kita bisa kehilangan sumber pengetahuan penting,” katanya.
Kerusakan ekologi di pegunungan juga akan merusak ekosistem sekitar. “Biasanya gunung berfungsi sebagai menara air. Kalau itu rusak, kawasan sekitarnya pasti rusak dan akan kekurangan air di masa depan. Misalnya, Gunung Arjuno itu menjadi menara air bagi masyarakat Jawa Timur,” ujarnya.
Purwanto mengatakan, kebakaran hutan di pegunungan selalu berulang. Karena itu, dibutuhkan penanganan menyeluruh. “Semua sepakat, 92 persen kebakaran itu karena sengaja dibakar. Semua pihak harus berperan mencegahnya, termasuk juga penegakan hukumnya harus keras terhadap semua pihak yang terlibat,” katanya.
(AIK/EGI/GRE/CHE/ZAL)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 September 2015, di halaman 13 dengan judul “Kawasan Hutan di Lima Gunung Terbakar”.