Sejumlah negara mengembangkan terapi kanker menyasar peningkatan daya tahan tubuh pasien atau imunoterapi. Salah satu sel imun yang bisa dimanfaatkan adalah sel T dari darah pasien. Imunoterapi dengan sel T menunjukkan hasil bagus pada beberapa jenis kanker, tetapi belum efektif melawan tumor padat.
Tumor padat adalah sel yang antara lain berkembang menjadi kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker ovarium. Direktur Divisi Penelitian Dasar dan Translasional Texas Children’s Cancer Center, Center for Cell and Gene Therapy Baylor College of Medicine, Amerika Serikat, Stephen Gottschalk mengatakan, terapi tumor padat memang menjadi tantangan. Tidak hanya pada pengembangan terapi sel T, tetapi ilmu pengobatan kanker keseluruhan.
“Belum ada data meyakinkan terkait efektivitas terapi sel T pada tumor padat. Namun, potensi ada, dan perusahaan bioteknologi bersemangat mengembangkannya,” ucap Gottschalk, pembicara pada Dr Boenjamin Setiawan Distinguished Lecture Series 2015 di Jakarta, Minggu (6/9). Ia akademisi yang fokus mengembangkan imunoterapi menggunakan sel T.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini, riset Gottschalk tentang penerapan terapi sel T pada tumor padat masih awal studi klinis fase pertama. Tujuannya, memastikan keamanan terapi bagi pasien sambil mempelajari aktivitas antitumor dari sel itu. Perlu 3-4 kali percobaan dengan bolak-balik dari laboratorium ke klinik dalam fase pertama demi hasil memadai, sedangkan penelitian Gottschalk baru menyelesaikan percobaan pertama.
Prosedur imunoterapi dengan mengambil darah pasien, mengisolasi, dan memperbanyak sel T dari darah itu di laboratorium, kemudian memasukkan kembali sel T ke tubuh pasien. Dalam proses di laboratorium, peneliti memperbaiki kualitas sel T agar aktivitas antitumor membaik.
Gottschalk sedang mencoba memperbaiki sifat sel T dengan rekayasa genetik, salah satunya demi memperoleh reseptor khusus chimeric antigen receptor (CAR) pada permukaan sel. CAR merupakan protein yang membuat sel T mengenali antigen (sejenis protein) pada sel tumor sehingga nantinya sel T segera membunuh sel dengan antigen di permukaannya. Jika uji klinis tahap pertama rampung, ia berlanjut ke fase kedua dan ketiga untuk mengetahui dosis tepat agar terapi efektif.
Direktur Stem Cell and Cancer Institute dokter Sandi Qlintang menuturkan, penanganan tumor padat memang masih sulit. Biasanya, kanker akibat tumor padat ditangani dengan mengangkat organ terkena kanker.
Menurut Gottschalk, terapi sel T terbukti bermanfaat untuk menangani kanker akibat virus Epstein-Barr (EBV), seperti kanker getah bening (limfoma) dan kanker nasofaring, serta mengobati leukemia. “Sudah ada pasien limfoma sembuh,” ujarnya.
Toh Han Chong, konsultan senior pada Departemen Onkologi Pencernaan National Cancer Centre Singapura, mengatakan, asalkan memanfaatkan fasilitas laboratorium dengan standar current good manufacturing practices (CGMP), sel T bisa diperbanyak hingga 1 miliar sel per pasien. Jika modifikasi sel T berhasil dan kian ampuh melawan kanker, sel T bisa menjadi senjata yang tahan lama di tubuh.
Gottschalk mengingatkan, pengembangan terapi sel T bukan untuk menggantikan terapi yang ada. Berdasarkan sejarah terapi kanker, langkah terbaik adalah kombinasi terapi. (JOG)
——————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Imunoterapi Sel T Belum Efektif untuk Tumor Padat”.