Pemetaan Genetika 60 Persen

- Editor

Kamis, 3 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tim dari Lembaga Eijkman Meneliti di Kepulauan Maluku
Setelah mengambil sampel darah masyarakat Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara Barat, tim peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman beralih ke warga Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Hal itu bertujuan meneliti asal usul keragaman genetika terkait kerentanan pada penyakit dan migrasi nenek moyang Indonesia.

“Penelitian tentang genetika masyarakat Indonesia sudah mencapai 60 persen. Kini kami akan ambil sekitar 100 sampel darah warga Kei,” kata Ketua Tim Peneliti dari Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo, Rabu (2/9), di Tual, Maluku. Tim peneliti telah mengambil sampel darah 106 warga Tanimbar dari sejumlah desa pada 27- 31 Agustus lalu.

Direktur Complexity Institute Nanyang Technogical University- Singapura John Stephen Lansing, yang mengikuti riset itu, mengatakan, selain meneliti genetika, tim melacak asal usul manusia Indonesia melalui bahasa. “Kepulauan Tanimbar dan Kepulauan Kei punya posisi penting untuk melihat pemetaan migrasi manusia di Indonesia secara keseluruhan. Wilayah itu ada di pertemuan masyarakat berbahasa Papua dengan yang berbahasa Austronesia,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Secara mikro, riset di Kepulauan Tanimbar dan Kei itu diharapkan memberi petunjuk tentang asal usul dan migrasi masyarakat di dua kepulauan itu. “Misalnya, ada kepercayaan di masyarakat Kei bahwa nenek moyang asal Bali. Apakah benar? Itu nantinya bisa dibuktikan melalui jejak genetika mereka setelah hasilnya dikaji di laboratorium Eijkman,” ucapnya.

Keragaman etnis
Menurut Lansing, ada arus utama pendapat di kalangan peneliti bahwa penutur Austronesia yang menghuni Indonesia bermigrasi dari Taiwan sekitar 5.000 tahun lalu. Namun, ada juga sebagian ilmuwan yang memercayai bahwa Nusantara justru asal dari penutur Austronesia.

9353796b8fec402194eba967b7e5747aKOMPAS/AHMAD ARIF–Para peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dibantu staf puskesmas di Kecamatan Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, mengambil sampel darah warga, Senin (31/8). Pengambilan sampel itu dalam rangka penelitian mengenai genetika masyarakat Indonesia.

“Banyak pertanyaan belum terjelaskan tentang asal usul manusia Indonesia dan bagaimana migrasinya. Studi genetika ini membantu menjawabnya. Namun, yang jelas, sebelum kedatangan masyarakat Austronesia dipercaya ada manusia modern yang menghuni kepulauan Nusantara,” kata Herawati.

Penelitian genetika manusia Indonesia telah dilakukan Eijkman sejak tahun 1996. Populasi yang sudah diteliti adalah sebagian besar etnis di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara. Adapun Provinsi Maluku baru mulai dilakukan. “Dari penelitian ini, kami telah menemukan beberapa unsur genetika masyarakat Indonesia secara makro,” kata Herawati.

Temuan itu antara lain mayoritas masyarakat Indonesia memiliki motif genetik Austronesia, sebagian kecil Austroasiatik, Papua, dan India. “Motif Papua ada di hampir semua etnis yang diteliti di Indonesia meski jumlahnya amat kecil, kecuali di Mentawai dan Nias yang murni Austronesia,” ujarnya.

Adanya motif genetika Papua di hampir seluruh etnis masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa Papua lebih dulu menghuni pulau-pulau sebelum kedatangan masyarakat Austroasiatik dan warga berbahasa Austronesia. “Masyarakat Papua kemungkinan tiba di Nusantara dari Afrika melalui India belakang, lalu menyebar hingga Australia 50.000 tahun lalu, dibuktikan dari jejak arkeologi di Australia. Sementara masyarakat Austroasiatik belum diketahui kapan tiba di Nusantara,” kata Herawati.

Guru besar bidang genetika itu menambahkan, meski secara makro sudah bisa dipetakan keragaman genetika yang menyusun masyarakat Indonesia saat ini, secara mikro masih banyak hal harus diperjelas. “Di setiap etnis, keragaman tinggi. Misalnya, Minangkabau dan Batak, di dalamnya amat beragam,” katanya.

Setelah pola genetika masyarakat diketahui, tantangan ke depan adalah mengetahui kerentanan dan daya tahan masyarakat di Indonesia terhadap penyakit genetika tertentu sesuai etnisnya. Setiap etnis memiliki kecenderungan berbeda. Misalnya, ada etnis yang cenderung resisten atau kebal terhadap malaria ataupun penyakit lain. (AIK)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Pemetaan Genetika 60 Persen”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB