590.000 Ha Konsesi di Kubah
Hasil analisis pemetaan Kesatuan Hidrologis Gambut, Badan Restorasi Gambut, mengusulkan 4,4 juta hektar lahan gambut dimoratorium sepenuhnya. Dari analisis juga terungkap, sekitar 590.000 hektar konsesi terdapat di kubah gambut.
Penjelasan itu diberikan pada pertemuan pihak Badan Restorasi Gambut (BRG) dengan Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wahyu Indraningsih, Kamis (9/6), di Jakarta.
“Dari analisis, pada kawasan budidaya, didapati 4,4 juta hektar gambut masih dalam kondisi intact (utuh) yang terindikasi kedalaman gambutnya cukup tebal. Ini kami usulkan kepada pemerintah untuk dimoratorium,” ujar Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG Budi S Wardhana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sekitar 4,1 juta ha dari usulan itu ada di Provinsi Papua. Kedalaman gambut yang diusulkan itu bisa hingga puluhan meter.
Dari luas yang diusulkan dimoratorium, 2,7 juta ha di antaranya belum teridentifikasi. “Apakah ada budidaya, belum ada izin atau ada izin yang belum keluar, atau ada lahan masyarakat, belum teridentifikasi,” ujarnya.
Dari hasil pemetaan, luas kawasan hidrologis gambut (KHG) total adalah 22,4 juta hektar-terdiri dari 15,9 juta ha lahan gambut dan 6,5 juta ha tanah mineral.
Kawasan gambut, dari tata ruang yang ada, kata Budi, tak semua dilindungi. Terdapat kawasan budidaya (11,8 juta ha) dan kawasan lindung (4,1 juta ha). “Pada fungsi lindung ada yang terdegradasi sehingga 339.000 hektar prioritas untuk direstorasi,” katanya.
Dari kawasan budidaya, terdapat 2,3 juta ha prioritas restorasi. Sekitar 718.000 ha harus direhabilitasi dan 3,3 juta ha dalam kondisi terkelola baik. “Sekitar satu juta belum teridentifikasi karena dari citra satelit tidak terdeteksi akibat tertutup awan,” ujar Budi.
Untuk daerah yang diusulkan dimoratorium, beberapa perusahaan akan diminta untuk menyesuaikan (phasing out). Di antaranya sekitar 53.000 ha di konsesi milik Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Sementara perusahaan Bumi Mekar Hijau sekitar 75 persen konsesi HTI ada di kawasan gambut dalam.
Adapun Asia Pulp and Paper (APP) yang belum menyerahkan data, 1,3 juta ha dari 1,9 juta ha konsesinya, di lahan gambut.
Dari keseluruhan lahan gambut yang masuk prioritas direstorasi, 2.679.248 ha, yang terluas ada di Provinsi Riau dengan luas 939.000 ha. Berturut-turut luasan gambut yang harus direstorasi terdapat di Kalimantan Tengah (683.000 ha), Sumatera Selatan (446.000 ha), Kalimantan Barat (324.000 ha), Jambi (137.000 ha), Papua (82.000 ha), dan Kalimantan Selatan (69.000 ha).
Total ada 174 perusahaan hutan tanaman industri (HTI), 30 perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH), dan 327 perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di lahan gambut.
Verifikasi
Pihak BRG dalam waktu dekat segera melakukan verifikasi peta dengan berbagai pihak, antara lain perusahaan, lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah, untuk mencocokkan data guna kelancaran kerja restorasi kebakaran. Dalam pemetaan ditemukan ada beberapa tumpang tindih.
“Selanjutnya, semua dilakukan sesuai Permen LHK Nomor 77 untuk lahan-lahan yang berkali-kali kebakaran,” ujar Wahyu Indraningsih.
Untuk kerja restorasi, perusahaan akan diminta meninjau rencana bisnisnya, antara lain dengan mengubah zonasi, mengubah tanaman yang lebih sesuai dengan jenis lahan, dan mengubah rencana kerja umum.
Selanjutnya, peta indikatif akan ditingkatkan menjadi peta yang lebih operasional dengan skala 1:50.000. “Untuk keperluan restorasi bahkan dibutuhkan skala 1:10.000,” kata Budi.
Analisis peta dibuat berdasarkan peta-peta dari berbagai pemangku kepentingan, yaitu KLHK, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Pertanian, dan perusahaan pemegang konsesi. Peta itu ditumpangkan dengan data kebakaran, data konsesi (HTI, HPH, izin perkebunan), data citra indikasi kanal, dan sebagainya. (ISW)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juni 2016, di halaman 13 dengan judul “4,4 Juta HaGambut Diusulkan Moratorium”.