Untuk memperkaya ilmu pengetahuan, seseorang bukan hanya perlu menggali informasi, melainkan juga harus dapat mengkaji ulang informasi yang ia dapatkan secara kritis. Pemikiran kritis hanya dapat tumbuh jika seseorang terbiasa mendapatkan informasi secara utuh dan mendalam.
Hal tersebut merupakan intisari yang dikemukakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan serta Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jakarta Afrizal Sinaro saat membuka Islamic Book Fair 2016, Sabtu (27/2), di Istora Senayan, Jakarta.
Dengan menguasai ilmu pengetahuan, ujar Anies mengutip Ali bin Abi Thalib, seseorang akan meraih kesejahteraan. Namun, cara berpikir ilmiah dan kritis dalam mengkaji ilmu dan informasi belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anies menambahkan, dalam menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis, budaya literasi harus dibangun mulai dari keluarga dan orangtua. Kebiasaan membaca dan mendiskusikan buku harus menjadi rutinitas dalam kehidupan rumah tangga.
“Orangtua harus mengajarkan anak-anak, kemudian membiasakannya, hingga akhirnya membaca dapat membudaya dan lahir generasi membaca yang kritis dan disiplin dalam verifikasi,” ujar Anies.
DIMAS WARADITYA NUGRAHA–Warga menghadiri pameran buku Islamic Book Fair 2016, Sabtu (27/2), di Istora Senayan, Jakarta. Pameran buku mengenai Islam ini merupakan yang kelima dan kali ini memamerkan puluhan ribu buku dari 432 penerbit.
Untuk menumbuhkan budaya membaca, kualitas buku yang beredar tentu juga harus ditingkatkan. Anies mengimbau para penerbit untuk menghidupkan ekosistem perbukuan dengan cara membangun interaksi antara pembaca, penulis, penerbit, dan ilustrator.
“Respons pembaca dapat menentukan kualitas buku. Karena itu, setiap buku yang diterbitkan dan diedarkan harus disertai dengan alamat kontak penulis dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan buku,” katanya.
Dalam sambutannya, Afrizal Sinaro mengatakan, budaya literasi anak bangsa yang semakin rendah berdampak pada banyaknya pihak yang dengan mudah memutarbalikkan fakta untuk kepentingan mereka.
Menurut Afrizal, tidak terbiasanya mayoritas masyarakat Indonesia dalam membaca karya literasi secara utuh membuat masyarakat memercayai informasi apa pun yang mewabah meskipun bersifat sumir.
“Teknologi informasi seharusnya digunakan untuk mendorong budaya literasi, bukan sebaliknya. Karena itu, kita harus membiasakan diri kita untuk menggali informasi secara mendalam melalui buku,” katanya.
Sejalan dengan hal yang mereka sampaikan, Islamic Book Fair 2016 yang berlangsung mulai 26 Februari hingga 6 Maret memiliki konsep wisata literasi Islam dengan memamerkan puluhan ribu buku tentang Islam dari 432 penerbit. (C06)
Siang | 27 Februari 2016