Badan Riset dan Inovasi Nasional akan menyatukan unit penelitian dan pengembangan di semua kementerian dan lembaga negara. Hal itu disertai dengan pelibatan swasta untuk mendorong hilirisasi hasil riset.
Badan Riset dan Inovasi Nasional akan menyatukan unit penelitian dan pengembangan di semua kementerian dan lembaga negara untuk mencegah riset yang duplikasi, berskala kecil, dan hanya berorientasi penyerapan anggaran. Badan riset itu juga akan melakukan debirokratisasi penelitian menuju lembaga riset lebih lincah dan fleksibel.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan hal itu, dalam Rapat Koordinasi Nasional tentang Integrasi Riset dan Inovasi Indonesia di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, di Tangerang Selatan, Kamis (30/1/2020). Acara yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu juga dihadiri para peneliti dan pegiat ilmu pengetahuan dari sejumlah instansi dan perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bambang PS Brodjonegoro, memaparkan beberapa isu strategis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi mutakhir. Pertama, pemanfaatan ilmu pengetahuan sebagai penghela pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. ”Pemerintah membuat target pertumbuhan ekonomi 5,4-6 persen per tahun. Kita harus memastikan hasil riset dan pengembangan berkontribusi pada petumbuhan ekonomi,” katanya.
Kedua, peningkatan efektivitas pemanfaatan dana iptek dan inovasi. Total alokasi pendanaan riset nasional Indonesia masih 0,25 persen dari produk domestik bruto. Sebanyak 84 persen di antaranya berasal dari anggaran pemerintah. Sisanya industri dan lembaga lain. Persoalannya, anggaran riset pemerintah tersebar di unit penelitian dan pengembangan berbagai kementerian dan lembaga negara sehingga terjadi duplikasi dan inefisiensi.
Ketiga, kapasitas adopsi iptek dan penciptaan inovasi Indonesia masih rendah. Pada Indeks Inovasi Global atau Global Inovation Index 2019, Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara dengan skor 29,72 dari skala 0-100.
Selain masih rendahnya belanja riset, penyebabnya ialah jumlah paten dan publikasi ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat global masih rendah. Faktor lain, infrastruktur riset terbatas dan minimnya jumlah sumber daya manusia di bidang riset berkualifikasi doktor yakni 14,08 persen.
Ketiga, ekosistem inovasi belum sepenuhnya tercipta sehingga proses hilirisasi dan komersialisasi hasil riset terhambat. Kolaborasi pemerintah, dunia penelitian, dan dunia usaha belum didukung kapasitas lembaga riset dan perguruan tinggi yang memadai.
Selain identifikasi isu strategis itu, lanjut Bambang, BRIN menerjemahkan 5 prioritas kerja Kabinet Indonesia Maju. Dalam hal pembangunan sumber daya manusia, BRIN akan membangun manusia ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak hanya pekerja keras, tapi juga dinamis, produktif, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan, didukung kerja sama industri dan talenta-talenta global.
Dalam hal pembangunan infrastruktur, BRIN akan memelihara, memperbarui, dan mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur riset untuk mendukung transofmasi ekonomi Indonesia. Terkait penyederhanaan regulasi, BRIM berjanji menyederhanakan regulasi untuk menciptakan ekosistem yang kondusif.
Adapun dalam hal penyederhanaan birokasi, BRIN akan menyatukan unit penelitian dan pengembangan di semua kementerian dan lembaga negara ke dalam BRIN untuk mencegah riset yang duplikasi, berksala kecil, dan hanya berorientasi penyerapan anggaran. Secara paralel, BRIN juga akan melakukan debirokratisasi penelitian menuju lembaga riset yang lebih lincah dan fleksibel.
Terkait transformasi ekonomi, BRIN fokus pada riset yang menghasilkan teknologi tepat guna, barang substitusi impor, meningkatkan kandungan dalam negeri, peningkatan nilai tambah, dan penguasaan teknologi baru.
”Pemerintah akan mewujudkan inovasi dengan memanfaatkan triple helix, yaitu mensinergikan dan memfasilitasi interaksi dan kolaborasi antara dunia usaha, lembaga penelitian dan perguruan tinggi, serta pemerintah,” ungkapnya.
Menurut Bambang, BRIN akan mendorong implementasi prioritas riset nasional dan memastikan tiap aktor riset dan inovasi memahami apa yang harus menjadi fokus dan harus dikerjakan. Melalui cara ini, BRIN ingin memastikan riset dan inovasi akan berkontribusi nyata dalam agenda percepatan pertumbuhan ekonomi, penyelesaian masalah bangsa, agenda pembangunan berkelanjutan, dan agenda kemandirian iptek nasional.
Orkestrasi kegiatan riset
Pada kesempatan sama, Presiden Joko Widodo menantang dunia riset dan pengembangan di dalam negeri untuk memecahkan berbagai masalah bangsa sekaligus menerbangkan Indonesia menjadi negara maju. Untuk itu, Presiden memerintahkan BRIN untuk mengorkestrasi kegiatan riset di tanah air agar efisien dan efektif kontribusinya.
Hadir mendampingi Presiden antara lain Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Hadir pula Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyalla Mattalitti, Gubernur Banten Wahidin Halim, dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
”Kita memiliki masalah-masalah bangsa. Dan kita ingin segera memecahkan persoalan-persoalan itu. Defisit neraca perdagangan, khususnya energi, sangat mengganggu kita selama bertahun-tahun. Daya saing kita masih rendah. Produk industri nasional yang berbasis riset dan inovasi juga belum maksimal,” kata Joko Widodo.
Dalam konteks itu, Presiden meminta agar riset dan inovasi menjadi pemberi solusi. ”Di sinilah peran BRIN, harus bisa mengorkestrasi pengembangan proyek-proyek strategis, yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memecahkan permasalahan bangsa, dan memanfaatkan peluang global bagi kemajuan negara kita,” ungkapnya.
Untuk itu, Joko Widodo menginstrusikan kepada BRIN untuk mendeteksi dan mengidentifikasi topik-topik riset yang srategis dan inovatif, serta sesuai dengan kebutuhan bangsa. Presiden juga menginstruksikan BRIN agar menjadi badan intelejen inovasi bangsa.
”Birokrat-birokrat BRIN jangan hanya duduk di kantor, di belakang meja, tapi harus turun dan keliling. Identifikasi riset-riset inovatif dan strategis. Identifikasi masalah yang ada dari hulu hingga hilir, dan selesaikan itu, selesaikan kesulitan-kesulitan yang ada lewat riset dan inovasi,” kata Presiden.
Oleh karena itu, harus segera mengkonsolidasikan agenda riset strategis nasional. Sejumlah bidang butuh sumbangan riset dan inovasi seperti energi, pangan, farmasi, pertahanan, dan teknologi informasi.
Selain itu, badan riset tersebut harus segera mengkonsolidasikan anggaran riset pemerintah yang tersebar di berbagai unit riset di kementerian dan lembaga negara senilai total Rp 27,1 triliun.
Namun diakui, anggaran riset dari pemerintah itu jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara maju. Meski demikian, jika dana yang tersedia itu mampu dimanfaatkan optimal dan fokus pada tema-tema strategis yang solutif, maka hasil riset sudah bisa berdampak pada kemajuan bangsa.
”Meskipun masih jauh dari yang kita inginkan tapi ini dulu kita selesaikan, kita konsolidasikan sehingga menghasilkan hilirisasi riset yang baik. Jangan sampai kita riset menghasilkan laporan yang hanya ditaruh di almari,” kata Presiden.
Bahkan jika dana Rp 27,1 triliun bisa dikonsolidasikan dan menghasilkan output yang bermanfaat, Presiden berjanji melipatkangandakannya. ”Kalau ini bisa dibereskan, dikonsolidasikan dan menghasilkan sesuatu, saya janji, angka ini bisa lipat dua, bisa lipat tiga, bisa lipat empat. Urusan angka (anggaran) ini buat saya tidak sulit. Tapi saya pasti bertanya, hasilnya apa,” kata Joko Widodo.
Lebih lanjut Presiden menginstruksikan BRIN untuk mengonsolidasikan aktor dan jejaring yang harus terlibat dalam proyek inovasi strategis nasional. Semua pihak, tidak hanya 329 unit riset milik kementerian dan lembaga negara, tetapi juga swasta harus diajak bekerja sama dalam riset-riset unggulan. Sebagai insentif bagi swasta, pemerintah telah menyiapkan insentif pajak yang ujung-ujungnya memotong pajak penghasilan badan.
Sementara itu, Megawati menekankan, riset dan inovasi tidak sekadar untuk riset dan inovasi itu sendiri. Kegiatan itu harus ditujukan untuk kemanusiaan dan kepentingan nasional. Pemerintah harus percaya pada sumber daya dalam negeri. Untuk itu, riset harus pertama-tama melibatkan peneliti dalam negeri.
Oleh FX LAKSANA AS
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 31 Januari 2020