Berawal dari keinginan untuk menyediakan sarana praktik budidaya udang yang baik bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Perikanan di Kampus Serang, Banten, TB Haeru Rahayu (43) berpikir keras untuk bisa memperkenalkan budidaya udang yang bisa diimplementasikan dengan biaya murah. Budidaya udang yang selama ini dianggap sulit dan hanya cocok buat pemodal besar jadi memasyarakat dengan dikembangkannya teknologi budidaya udang skala mini empang plastik atau yang lebih dikenal dengan teknologi busmetik.
”Saya membayangkan bagaimana mahasiswa yang berjumlah 50-60 orang per kelas akan terampil kalau tambaknya hanya 1-2 petak dengan ukuran konvensional di atas 3.000 meter persegi, yang secara teknis memiliki kendala dalam operasionalnya dan tidak dioperasikan terus-menerus,” ujar Haeru, Kepala Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan (BAPPL), di Serang.
Ia pun merenung dan berpikir keras untuk mencari solusi. Ia mendapatkan ide untuk mengecilkan petakan tambak udang sehingga jumlah petakannya lebih dari satu petak, tetapi secara teknis masih memungkinkan dan secara ekonomis masih menguntungkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Teknologi busmetik kini menjadi salah satu andalan budidaya udang yang diajarkan dan dimasyarakatkan BAPPL Serang yang merupakan salah satu kampus Sekolah Tinggi Perikanan (STP). Teknologi ini menyebar di semua lembaga pendidikan menengah dan tinggi di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Teknologi busmetik kini dikembangkan di Ladong (Aceh), Kota Agung (Lampung), Tegal, Cilacap, Kupang (Nusa Tenggara Timur), Bone (Sulawesi Selatan), Sorong, dan Ambon. Banyak juga pemerintah daerah lain yang meminati, termasuk negara tetangga Timor Leste.
Haeru bersyukur ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaburkan benih udang dengan teknologi busmetik saat kunjungan ke Pacitan, Jawa Timur, pada Oktober 2013. Dia menambahkan, dirinya berterima kasih atas peran Haryono Suyono sebagai Ketua Yayasan Damandiri yang mau mempromosikan busmetik ke daerah-daerah, bersinergi dengan program pemberdayaan masyarakat dari yayasan tersebut.
Menurut Haeru, teknologi busmetik dikembangkan untuk menjawab beragam persoalan yang membelit budidaya udang. Padahal, udang menjadi salah satu andalan dalam produksi perikanan nasional.
Di masyarakat, budidaya udang skala usaha intensif hanya didominasi orang atau kelompok dengan dukungan modal besar. Sedikit sekali atau hampir tidak ada kelompok pemodal kecil yang melakukannya. Padahal, jumlah pembudidaya dari kelompok pemodal kecil cukup besar, 60-70 persen.
Budidaya udang pun dikerjakan secara tradisional di lahan lebih dari 2.000 meter persegi. Namun, dengan teknologi busmetik, budidaya udang vaname bisa dilakukan di lahan petakan 600 meter persegi.
Menurut Haeru, teknologi busmetik ramah lingkungan. Lahan petakan dialasi plastik HPDE yang bisa tahan hingga 10 tahun sehingga tidak boros air. Selain itu, di sekeliling tambak ditumbuhi mangrove atau hutan bakau yang juga bisa bermanfaat.
Haeru mengatakan, dari penelitian tahun 2009 hingga pengembangan saat ini, bisa dibuktikan keuntungan teknologi busmetik yang memudahkan pengelolaan tambak karena luas petakan kecil, dapat dilakukan pada semua jenis tanah, dan risiko serangan penyakit udang yang minim. Selain itu, masa pemeliharaan juga lebih singkat, penggunaan pakan lebih efisien, tidak menggunakan antibiotik, dan secara ekonomi terjangkau.
”Saya bertekad agar busmetik dapat dilakukan oleh lebih banyak petambak kecil sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka,” ungkapnya.
Ubah citra
Inovasi lain yang dikembangkan di BAPPL Serang adalah meningkatkan budidaya ikan lele dengan nama teknologi catfish farming in recirculation system tank atau disingkat C-First 250. Teknologi resirkulasi dengan menggunakan sistem filtrasi secara biologi ini mampu menghasilkan lele sebanyak 250 kilogram per meter kubik air pemeliharaan.
”Dengan sistem ini, kami ingin menaikkan citra ikan lele yang dianggap ikan jorok menjadi ikan yang berkelas,” ujar Haeru.
Dengan teknologi C-First 250, budidaya ikan lele dapat dikerjakan di mana saja, termasuk di perkotaan. Selama ini, berbudidaya lele secara umum harus dikerjakan di daerah yang dekat dengan aliran sungai atau irigasi. Namun, dengan menggunakan sistem resirkulasi, yang tidak membutuhkan pergantian air selama pemeliharaannya, budidaya dapat dilakukan di mana saja.
Meskipun inovasi yang dikembangkan BAPPL Serang dapat meningkatkan produktivitas panen udang dan lele, hal itu tidak serta-merta mudah diterima masyarakat. Haeru menyebutkan, tantangan yang paling berat adalah sulitnya meyakinkan pembudidaya udang dari kelompok pemodal kecil bahwa teknologi ini dapat dikerjakan oleh mereka. Selain itu, sulit meyakinkan pihak perbankan bahwa budidaya udang dengan sistem busmetik tidak berisiko seperti halnya sistem konvensional dengan petakan luas dan tanpa menggunakan alas plastik.
”Kami mencoba membuktikan dengan fakta dan realitas yang dapat dilihat langsung oleh mereka bahwa inovasi teknologi ini bukan hanya isapan jempol belaka. Setiap berhasil panen dengan baik, kami coba sebarkan melalui media yang murah dan banyak diakses oleh orang banyak, seperti Facebook, Twitter, dan Youtube,” tutur Haeru.
Usaha keras untuk memasyarakatkan teknologi busmetik mulai membuahkan hasil. Saat ini, Komisi Litbang KKP memasukkan busmetik dalam usulan sebagai teknologi ”rekomendasi” untuk budidaya udang di KKP.
Haeru menyebutkan, mahasiswa juga menyenangi pembelajaran budidaya udang dengan teknologi busmetik. Hampir sebagian dari mahasiswa yang mendapatkan sanksi jika melakukan pelanggaran meminta sanksinya adalah dilibatkan di kegiatan busmetik.
—————————————————————————
TB Haeru Rahayu
? Lahir: Serang, 19 Juni 1971
? Pendidikan
– S-3 Biologi di Universitas Indonesia (2006-2009)
– S-2 Aquaculture di Ghent University, Belgia (1999-2001)
– STP Perikanan (1989-1993)
– SUPM Perikanan Bogor (1986-1989)
? Penghargaan:
1. Satyalencana Pembangunan dari Presiden RI (2014)
2. Pegawai Berprestasi dari Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan KKP (2013)
? Pengalaman kerja, antara lain:
1. Dosen di STP Perikanan (1996-sekarang), dengan beberapa jabatan, antara lain pemimpin di laboratorium dan departemen akuakultur
2. Mitra American Soybean Association, Aquaculture Divisi Batam, Surabaya, Bali, dan Subang (2005-2006)
3. Pembicara kunci di forum FAO internasional untuk pengembangan akuakultur di Tanzania, Afrika (2010)
4. Aktif di Masyarakat Akuakultur Indonesia (2010-sekarang)
5. Ahli Budidaya Udang untuk Pemberdayaan Masyarakat Indonesia dan Timor Leste (2012-sekarang)
Oleh: Ester Lince Napitapulu
Sumber: Kompas, 29 Agustus 2014