Profil CEO PT Angkasa Pura II: Giliran Membangun Bandara Canggih

- Editor

Senin, 10 Oktober 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penunjukan Muhammad Awaluddin (48) sebagai Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero)/AP II seperti membuat perusahaan pelat merah itu berganti spektrum. Jika selama ini energi AP II tercurah pada pembangunan fisik Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, kini energi itu dipindah pada pembangunan infrastruktur lunak bagi terminal paling modern saat ini.

Pembangunan ke infrastruktur lunak itu tidak hanya membuat Bandara Soekarno-Hatta menjadi pintu gerbang utama Indonesia, tetapi juga menjadi bandara pintar. Latar belakang perpindahan fokus pembangunan itu bisa dimaklumi mengingat Awaluddin sebelumnya menjabat sebagai Direktur Enterprise & Business Service PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) sejak 2012.

Berikut petikan wawancara Kompas dan sejumlah media dengan Awaluddin mengenai bandara pintar yang digagasnya untuk Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bagaimana bandara pintar itu akan diciptakan?

Pembangunan fisik Terminal 3 sudah hampir selesai. Sekarang sudah waktunya membuat bandara pintar yang akan membuat semua yang ada di bandara merasa nyaman, aman, dan segala sesuatunya efisien. Caranya, dengan memanfaatkan teknologi digital. Teknologi digital ini akan diterapkan di sisi darat, di terminal, dan juga di sisi udara. Semuanya harus didigitalisasi sehingga setiap orang bisa mendapatkan informasi yang tepat. Dengan demikian, semua bisa menjadi efisien.

Contohnya?

Misalnya, di sisi darat kami akan mendigitalisasi antrean bus, taksi, dan juga parkir. Parkir ini penting agar siapa pun yang datang ke bandara bisa tahu di mana dia harus parkir. Jadi, begitu dia mengambil tiket, langsung tertera di lantai berapa dia harus parkir. Jadi, dia tidak perlu berputar-putar mencari lot parkir kosong. Tidak boleh dia mendapat parkir di lantai III, tetapi parkir di lantai I. Nanti dia akan membuat kekacauan. Penumpang pun bisa mengetahui di mana mobilnya parkir, cukup dengan mengetik nomor polisi kendaraannya.

Di sisi terminal, semua informasi mengenai keberangkatan dan bagasi sudah pasti ada. Namun, di terminal, kami sudah menambah kecepatan koneksi internet nirkabel menjadi 50 Mbps. Saat ini rata-rata kecepatan internet nirkabel di semua bandara AP II adalah 20 Mbps. Sekarang standarnya adalah 50 Mbps dan secara bertahap semua bandara akan dibuat 50 Mbps. Kecepatan internet nirkabel ini merupakan yang tercepat karena menurut survei yang dibuat Rotten Wi-Fi, yang tercepat saat ini adalah Bandara Don Mueang di Thailand, dengan kecepatan rata-rata unduh mencapai 44,22 Mbps dan unggah 42.28 Mbps. Namun, koneksi 50 Mbps bisa didapat asalkan gawai yang dipakai mendukung untuk mendapatkan fasilitas ini dengan maksimal.

Layanan internet nirkabel dinilai merupakan salah satu kebutuhan paling utama bagi penumpang pesawat ketika mereka berada di bandara. Pemeringkat layanan penerbangan Skytrax juga menilai layanan internet nirkabel dari tiga aspek, yakni kemudahan akses, durasi bebas biaya, dan kecepatan koneksi dalam menentukan peringkat dari suatu bandara.

Saat ini, untuk mengakses Wi-Fi dengan kecepatan 50 Mbps ini, kami gratiskan pada 15 menit pertama. Setelah itu, akan berbayar Rp 5.000 untuk 1 jam, Rp 20.000 untuk 6 jam, dan Rp 50.000 untuk 24 jam.

Di sisi udara, kami akan membuat informasi digital jadwal kedatangan pesawat, berapa jumlah bagasi, tempat parkir dan sebagainya. Semua informasi yang ada ini tidak akan berdiri sendiri-sendiri, tetapi terintegrasi sehingga semua petugas bisa mengetahuinya. Dengan informasi yang lengkap, bisa diukur berapa waktu, peralatan, dan tenaga yang dibutuhkan sehingga semuanya berjalan efisien dan cepat.

Berapa investasinya?

Investasi boleh dibilang tidak banyak karena kami menggunakan konsep 3B, yakni build, buy, borrow. Kami hanya membangun yang memang kompetensi kami. Karena ini masalah teknologi, kami tidak menggunakan build. Kami bermitra dengan Telkom untuk menyediakan platform atau wadah bagi semua layanan digital.

Kenapa Telkom?

Karena sinergi BUMN dan juga karena nama besar Telkom.

(M CLARA WRESTI)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Oktober 2016, di halaman 20 dengan judul “Giliran Membangun Bandara Canggih”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Agus Purwanto: Sains Bukan Milik Barat
Teuku Jacob Sang Maestro Paleoantropologi
Mewujudkan Kemandirian Industri di Bidang Kesehatan
Bersatulah, Indonesia Sudah Darurat Korona
Buat Internet Lebih Aman bagi Anak
Mengingat Kembali Teori “Inovasi yang Mengganggu”
Belajar Bertransformasi dari L’Oreal
Pilih Muda atau Tua?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 20 Juli 2021 - 16:06 WIB

Agus Purwanto: Sains Bukan Milik Barat

Senin, 19 April 2021 - 17:09 WIB

Teuku Jacob Sang Maestro Paleoantropologi

Kamis, 2 Juli 2020 - 15:35 WIB

Mewujudkan Kemandirian Industri di Bidang Kesehatan

Rabu, 15 April 2020 - 12:15 WIB

Bersatulah, Indonesia Sudah Darurat Korona

Jumat, 13 Maret 2020 - 12:01 WIB

Buat Internet Lebih Aman bagi Anak

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB