Nafsiah Mboi, Kondom dan Rokok

- Editor

Senin, 25 Juni 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Belum genap seminggu dilantik menjadi Menteri Kesehatan, dr Nafsiah Mboi SpA, MPH sudah diterpa kritik dari sejumlah pihak. Kritik dan kecaman itu menyebar, terutama di media online dan media sosial. Hal itu bersumber dari pemberitaan media online tanggal 15 Juni, yang seolah mengutip pernyataan langsung Nafsiah bahwa ia sebagai Menkes akan mempermudah akses kaum remaja untuk menggunakan kondom bagi hubungan seks pranikah.

”Saya tak pernah mengucapkan pernyataan seperti itu. Saya dalam jumpa pers itu menegaskan, hendaknya masyarakat menyadari bahwa banyak terjadi hubungan seks berisiko di semua lapisan masyarakat, baik kaum dewasa maupun remaja. Akibatnya, menurut data BKKBN tahun 2010, terjadi lebih dari dua juta kasus aborsi di Indonesia. Ini berarti ada jutaan janin yang dikandung tanpa cinta kasih. Hak hidup janin-janin ini harus dilindungi. Untuk mencegah hal ini terjadi di kalangan remaja, harus diperkuat pendidikan agama dan pendidikan keluarga agar tidak melakukan hubungan seks pranikah atau abstinensia. Selain itu, perlu pendidikan kesehatan reproduksi agar para remaja tahu apa yang baik dan tak baik bagi tubuh mereka dan orang lain,” kata Nafsiah dalam wawancara dengan Kompas di kantornya, Selasa (19/6) petang.

Pernyataan dan klarifikasi senada kemudian direkam stafnya dan diunggah di Youtube. Sebuah terobosan penggunaan media sosial oleh seorang menteri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan segudang pengalaman di bidang penanggulangan AIDS dan hak asasi manusia, Nafsiah menyadari anjuran bagi penggunaan kondom untuk hubungan seks berisiko sejak belasan tahun terakhir memang sensitif dan kontroversial. ”Penggunaan kondom adalah upaya kesehatan masyarakat untuk mengurangi dampak buruk (harm reduction), untuk mengurangi kemudaratan setelah anjuran untuk berkata tidak pada hubungan seks pranikah dan di luar nikah tak mempan,” ujarnya.

Ia berharap masyarakat memahami betapa berat menjadi kaum remaja dan dewasa muda yang sudah memasuki usia subur, tetapi usia pernikahan makin tua. Godaan hiburan, seperti VCD porno dan narkoba, bertebaran di mana-mana. Untuk menangkal AIDS di Indonesia yang sebagian besar disebabkan oleh hubungan seks, perlu strategi ”segitiga pengaman”, yaitu pendekatan harm reduction, seperti penggunaan kondom yang tidak seharusnya dipertentangkan dengan pendekatan demand reduction (anjuran moral dan agama) dan supply reduction (misalnya dengan razia pekerja seks komersial dan penutupan lokalisasi pelacuran). Untuk yang terakhir ini, seharusnya yang ditangani adalah kemiskinan yang menjadi akar penyebab banyak remaja perempuan atau perempuan muda dilacurkan.

Perjumpaannya dengan Prof Dr Jonathan Mann di Harvard School of Public Health (HSPH) AS tahun 1990 membuat Nafsiah Mboi menjadi salah satu tokoh Indonesia yang paling all out menanggulangi epidemi AIDS di Tanah Air. Ketika itu, ia memperoleh Takemi Fellowship selama satu tahun di HSPH, Boston, tak lama setelah ia meraih gelar master of public health di Prince Leopold Institute of Tropical Medicine, Antwerp, Belgia.

”Ia mengatakan, AIDS di Indonesia adalah bom waktu. Alasannya karena banyak penduduk, seperti RRC dan India. Saya kemudian ikut kegiatan AIDS di kampus, seperti hotline dan support group,” kata Nafsiah yang menjadi Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional sejak tahun 2006 ini.

Tentang rokok

Pendapat Nafsiah tentang pengendalian rokok tergolong berani dan tegas. Ia mengakui, isu rokok sensitif dan kompleks, tetapi siapa pun tak boleh menoleransi dampak kesehatan akibat merokok, terutama bagi kaum ibu, bayi, dan anak-anak. ”Mereka harus dilindungi dari paparan asap rokok para perokok aktif,” ujarnya.

Ia mengatakan, memang industri rokok menyangkut ribuan tenaga kerja pabrik rokok dan petani tembakau, tetapi jangan sampai dampak merokok bagi kesehatan masyarakat justru melampaui beban yang harus dipikul negara dan masyarakat. Ia menuturkan, betapa ayah kandungnya, seorang hakim di Sulawesi Selatan, terjangkit kanker paru akibat merokok. ”Penderitaan ayah saya sebelum meninggal luar biasa. Amat sengsara.”

Perjalanan Nafsiah Mboi menjadi Menkes, walaupun cuma dua tahun, bakal tidak mudah karena banyak isu kesehatan masyarakat amat sarat muatan politik, seperti terbukti pada AIDS, kondom, dan rokok.(Irwan Julianto)

Sumber: Kompas, 25 Juni 2012

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Sudirman; Membebaskan Dusun dari Kegelapan
Safwan Menghidupkan Perpustakaan Daerah
Agus Pakpahan; ”Komandan” Lalat Ingin Bangsa Ini Cerdas
Basu Swastha Dharmmesta; Profesor yang Jatuh Cinta pada Batik
Mohammad Ali; Dari Mangrove Menuju Kemandirian
Lestari Nurhajati, Perempuan Indonesia Peneliti Demokrasi di Nepal-Afganistan
Maria Yosephina Melinda GamparTotalitas Melayani Pasien
Endang Setyowati; Kepala Sekolah yang Gemar ”Nongkrong”
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 26 Desember 2014 - 09:24 WIB

Sudirman; Membebaskan Dusun dari Kegelapan

Jumat, 19 Desember 2014 - 07:11 WIB

Safwan Menghidupkan Perpustakaan Daerah

Selasa, 16 Desember 2014 - 05:51 WIB

Agus Pakpahan; ”Komandan” Lalat Ingin Bangsa Ini Cerdas

Selasa, 9 Desember 2014 - 07:26 WIB

Basu Swastha Dharmmesta; Profesor yang Jatuh Cinta pada Batik

Senin, 8 Desember 2014 - 07:27 WIB

Mohammad Ali; Dari Mangrove Menuju Kemandirian

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB