Dalam epos Ramayana, Dasamuka adalah tokoh utama. Ia melambangkan keangkaramurkaan titah marcapada. Sebagai putra sulung Dewi Sukesi dan cucunda Prabu Sumaliraja, ia kemudian menjadi Raja Alengkadiraja.
Dasamuka sangat perkasa dan sakti mandraguna. Walau dibunuh sehari tujuh kali pun, begitu jasadnya menyentuh bumi ia bangkit dan hidup lagi. Itu karena ia memiliki aji pancasona yang diberikan gurunya, Resi Subali.
Dalam perang tanding melawan Rama Regawa, Dasamuka tewas terkena panah pusaka Guwawijaya yang dilepaskan titisan Dewa Wisnu itu, tetapi Raja Alengka itu hidup kembali. Dalam pertempuran yang berlangsung lagi, Dasamuka ditimbun gunung yang dicabut Anoman lalu dihunjamkan padanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pewayangan versi Jawa, gunung yang ditimpakan pada Dasamuka itu disebut Gunung Sumawana. Dasamuka tak mati, tetap terkungkung di dalam gunung. Namun, Dasamuka tetap jadi sumber gangguan. Manakala terjadi retakan di dinding gunung itu, setipis rambutpun, Dasamuka dapat lepas dari kungkungannya. Ia pun mengumbar nafsu angkara murkanya sampai ditangkap Anoman lagi dengan kekuatan aji Mandrinya, lalu dikembalikan ke dalam Gunung Sumawana.
Setelah terkungkung di Gunung Sumawana, Dasamuka sering disebut Dasakumara atau Godayitma. Dasakumara (roh Dasamuka) alias Godayitma (roh penggoda) dapat dipakai sebagai metafora limbah nuklir radioaktif beraras tinggi.
Limbah dan penyimpanan
Di seluruh dunia sekarang lebih dari 400 reaktor dalam PLTN beroperasi. Dalam beroperasi selama 55-60 tahun sampai sekarang di Perancis, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Korea, Rusia, Tiongkok, Swiss, dan negara lainnya 400-plus reaktor itu menghasilkan limbah nuklir yang telah menumpuk sampai ratusan ribu metrik ton. Semua masih teronggok di tempat penyimpanan sementara. Usaha menemukan atau membangun tempat penyimpanan akhir yang permanen belum berhasil. Timbunan limbah nuklir radioaktif beraras tinggi itu ternyata masih dapat merembes ke luar dan bermigrasi. Padahal, limbah itu sudah diamankan dengan dipadatmampatkan dan “dibalut” menyatu dengan bahan kaca, lalu balok- balok vitrifikasi limbah nuklir itu disimpan di TPS-nya yang alami (tambang garam) atau yang buatan (bungker berdinding beton tebal berlapis timbel). Limbah radioaktif itu tetap masih berisiko bagi lingkungan dan manusia, seperti Dasamuka.
Anoman harus menjaga Dasakumara tetap di dalam kungkungannya sampai senapati yang sudah madeg pendhito itu menikahkan warengnya Arjuna. Wareng ialah cucunya cicit. Berarti terhitung sejak generasinya Arjuna, Anoman masih harus menunggu sampai enam generasi, sebelum boleh kembali ke alam nirwana yang baka. Enam generasi adalah sekitar 200 tahun, dan ini cuma sebentar saja.
Penelitian dan penelaahan ilmiah memperkirakan bahwa batas kemampuan masyarakat modern menjamin keamanan limbah nuklir di TPS-nya adalah 100 tahun. Ini jelas amat tak cukup. Lebih lama dari itu tak dapat dijamin sebab tak dapat diketahui peristiwa dahsyat apa saja yang mungkin terjadi di kawasan tempat limbah nuklir itu diamankan. Bisa terjadi bencana alam yang memorakporandakan TPS itu. Atau pecah peperangan dengan teknologi militer canggih dan senjata pemusnah massal.
Peta geopolitik juga dapat berubah sehingga menyingkirkan otoritas yang bertanggung jawab mengelola dan memantau TPS itu. Lihat saja ulah Negara Islam di Irak dan Suriah yang sengaja menghancurkan warisan peradaban lama yang tak ternilai dan tak dapat dikertaaji dalam dollar atau euro. Menurut ahli nuklir yang pro PLTN, Alvin Weinberg, limbah nuklir radioaktif beraras tinggi baru akan mulai tak ndrawasi lagi setelah dikungkung sampai 200.000 tahun. Ini kira-kira delapan kali umur-paruh salah satu isotop yang sangat “maut” dalam limbah itu, yakni plutonium-239.
Baru-baru ini National Geographic mengeluarkan rekaman video tentang perkembangan dalam pengelolaan limbah nuklir. Dalam video itu tampil seorang wanita doktor ahli perekayasaan nuklir. Ia Leslie Dewan, 31 tahun, di Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang mengembangkan apa yang disebutnya reaktor garam leleh. Reaktor itu merupakan versi modern dari reaktor yang 50 tahun yang lalu dirancang di Oak Ridge National Laboratory, Tennessee.
Dewan menyatakan bahwa reaktor yang masih dalam pengembangan itu akan mampu mengolah ulang limbah nuklir. Berbekal lebih dari 300.000 ton limbah nuklir yang ada, akan dihasilkan energi elektrik yang cukup memenuhi kebutuhan dunia selama 72 tahun. Hebatnya lagi, limbah nuklir yang masih tersisa dari pengoperasian reaktor garam leleh itu sudah jadi pendek umurnya, hanya ratusan tahun. Namun, Dewan mengatakan bahwa masih dibutuhkan waktu dan kerja keras sebelum reaktor rancangannya bisa beroperasi.
Kalau klaim Dewan itu bukan hoax (sensasi bohong-bohongan), maka kabar tentang reaktor garam leleh itu bagai secercah cahaya di ujung terowogan. Ada harapan, manusia akhirnya akan bisa menjinakkan limbah nuklir yang berbahaya dan bandelnya luar biasa.
Namun, kehebatan ahli perekayasaan nuklir dari MIT itu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan prestasi anak bangsa Indonesia. Dalam berita di TV, 29 Januari 2016 petang, disebutkan bahwa seorang ahli nuklir di Universitas Gadjah Mada berhasil merancang kotak penyimpanan limbah nuklir yang mampu mengamankan limbah itu selama 10.000 tahun. Luar biasa! Konon ia ditawari pekerjaan di AS memanfaatkan temuan itu, tetapi ia tak tertarik.
Jiwa nasionalisnya membuatnya ingin mengabdikan diri bagi bangsa dan negaranya. Semoga klaim ahli nuklir di UGM itu bukan hoax. Sebaiknya Batan, BPPT, dan Kemenristekdikti memverifikasi temuan sangat hebat itu. Verifikasi dengan uji coba dan pengukuran selama likuran tahun yang datanya dijadikan basis telaah ekstrapolatif dapat dilakukan. Siapa tahu, temuan ahli nuklir UGM itu klimaks dari usaha lebih dari setengah abad?
L Wilardjo, Fisikawan
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Februari 2016, di halaman 7 dengan judul “Menjinakkan Limbah Nuklir”.