Kejahatan Luar Biasa di Bidang Kesehatan

- Editor

Selasa, 28 Juni 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berita peredaran vaksin palsu ikut mengguncang negeri yang sedang dalam kondisi darurat ini. Lebih mengerikan lagi, vaksin palsu telah beredar sejak 2003.

Sungguh aneh dan sulit dipercaya, sekian lama para penjahat pengedar vaksin palsu merajalela dengan aman. Di sisi lain, entah sudah berapa banyak anak menjadi korban akibat jatuh sakit karena menggunakan vaksin palsu yang tak bermanfaat pencegahan. Sungguh ironis karena pemberian vaksin hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan. Ini berarti vaksin palsu telah digunakan di rumah sakit, klinik, ataupun tempat praktik pribadi dokter dan bidan.

Lalu dari mana mereka membeli vaksin palsu itu? Dari distributor resmikah? Atau dari penjahat penjual vaksin palsu? Ini menjadi tugas penegak hukum untuk membongkar dan menjatuhkan hukum seberat-beratnya kepada para penjahat itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kejahatan tersembunyi
Berbeda dengan kejahatan yang dilakukan oleh teroris atau ekstremis, yang dengan jelas langsung membunuh korbannya, tidak demikian kejahatan di bidang kesehatan.

Perlahan tetapi pasti, korban berjatuhan akibat kejahatan di bidang kesehatan. Korban memang tidak harus langsung mati seperti tertimpa bom teroris atau tercemar racun sianida. Akan tetapi, korban menderita karena penyakit yang muncul sekian lama kemudian. Mereka seperti pembunuh berdarah dingin.

Peredaran vaksin palsu hanyalah salah satu dari sekian banyak kejahatan yang tersembunyi di bidang kesehatan. Kejahatan lain sudah lama terjadi, tetapi berlangsung terus. Mengapa? Boleh jadi karena hukuman yang dijatuhkan kepada para penjahat di bidang kesehatan tidak berarti. Di pihak lain, korban mungkin tidak menyadari apa yang dialami merupakan akibat kejahatan itu.

Sudah lama terjadi dan berulang terus, makanan yang dicampur bahan pengawet dan pewarna berbahaya. Sebut saja, tahu dicampur formalin, kerupuk dengan bumbu boraks, sirup mengandung pewarna kain, kosmetik mengandung merkuri, jamu mengandung bahan kimia berbahaya, dan mungkin masih banyak yang lain. Belum lagi bahan berbahaya yang terkandung di dalam makanan atau minuman, yang selama ini tidak diungkap kepada masyarakat luas.

Pada 2014, Badan Pengawasan Obat dan Makanan menarik 17 merek kosmetik berbahaya dari peredaran. Sebelumnya, pada 2013, sebanyak 59 merek obat tradisional ditarik dari peredaran karena ternyata mengandung bahan kimia obat, dan pada 2012 ada 48 merek kosmetik yang ditarik dari peredaran.

Selama 2015, sejumlah 51 produk jamu yang diiklankan untuk disfungsi ereksi telah ditarik dari peredaran, di antaranya ada Tricajus, yang selama ini dikenal sebagai minuman. Penipuan ini mengingatkan kita pada 2011 ketika BPOM menarik 22 merek kopi instan karena mengandung bahan obat untuk disfungsi ereksi.

Meski demikian, bagai pepatah lama “hilang satu tumbuh seribu”. Setiap tahun, sekian banyak produk jamu abal-abal ditarik dari peredaran, tetapi sekian banyak pula produk baru diizinkan beredar oleh BPOM. Pertanyaan yang muncul, mengapa BPOM selalu tertipu oleh cara bodoh yang sama?

Kalau saja BPOM benar memanfaatkan tenaga ahli di bidangnya, cara bodoh tipuan seperti itu tidak akan terulang. Dengan istilah gaul, tipuan seperti itu merupakan “cara kuno”. Bagaimana mungkin lembaga negara terus tertipu oleh cara kuno seperti itu? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab melindungi masyarakat dari bahaya ini?

Hukum harus ditegakkan
Selain itu, obat palsu juga terus beredar di depan mata aparat penegak hukum. Di Jakarta, semua orang tahu di mana tempat penjualan obat palsu atau obat ilegal. Lebih celaka, tidak sedikit apotek juga menjual obat ilegal. Orang yang tidak berkompeten bahkan memberikan pengobatan menggunakan bahan obat keras. Bukankah ini kejahatan luar biasa di bidang kesehatan?

Mungkin masih ada orang yang membela para penjahat itu dengan dalih “mana buktinya kalau merugikan masyarakat?” Seperti diuraikan di atas, korban akibat kejahatan di bidang kesehatan tidak selalu langsung pada saat itu juga. Hanya sedikit yang langsung merasakan akibatnya.

Akan tetapi, data menunjukkan kecenderungan munculnya banyak penyakit yang terkait dengan bahan berbahaya. Sebut saja semakin banyak kanker yang muncul pada usia muda, banyak penderita penyakit hati dan ginjal, banyak anak mengalami kegemukan dan gangguan perkembangan seksual, dan mungkin banyak lagi yang belum terungkap.

Terus berulangnya kejahatan di bidang kesehatan, bahkan dengan modus baru menggunakan vaksin palsu, semestinya tidak ditoleransi lagi. Hukuman terberat harus dijatuhkan.

Berbagai cara yang dilakukan oleh para penjahat itu mestinya juga dilarang. Sebut saja melalui iklan di media massa, apalagi media elektronik. Kita sering merasa muak menyaksikan banyak tayangan iklan bohong di bidang kesehatan, khususnya di televisi tidak bermutu. Sekian lama masyarakat dibodohi, sementara aparat tidak bertindak. Boleh jadi karena aparat juga memang tidak mengerti.

Saatnya sudah tiba, harus ada tindakan hukum yang tegas dan berat bagi para penjahat di bidang kesehatan itu. Atau kita biarkan saja sambil menunggu semakin banyak anak bangsa menjadi korban para pembunuh berdarah dingin itu?

Wimpie Pangkahila, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juni 2016, di halaman 6 dengan judul “Kejahatan Luar Biasa di Bidang Kesehatan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif
Menghapus Joki Scopus
Dua Gelar Profesor UNS Dilorot, Turun dari Kursi Guru Besar, Mengemban Jabatan Pelaksana
Meluruskan 3 Salah Kaprah Gelar Profesor dari Kampus Indonesia
Perbedaan Pemberian Gelar Profesor, Honoris Causa, dan Guru Besar
Gelar dan Syarat Pemberian Honoris Causa
Kenali Beda Status 3 Gelar Profesor dari Kampus Indonesia
Sejarah Ilmu Kedokteran
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Kamis, 10 Agustus 2023 - 08:52 WIB

Dua Gelar Profesor UNS Dilorot, Turun dari Kursi Guru Besar, Mengemban Jabatan Pelaksana

Selasa, 27 Juni 2023 - 11:12 WIB

Meluruskan 3 Salah Kaprah Gelar Profesor dari Kampus Indonesia

Selasa, 27 Juni 2023 - 11:06 WIB

Perbedaan Pemberian Gelar Profesor, Honoris Causa, dan Guru Besar

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB