Ketika ditemukan api ribuan tahun yang silam, manusia membuat dua penemuan penting yaitu pembuatan daging bakar dan pembuatan pot bakar dari tanah. Inovasi tersebut mengubah cara hidup manusia sehingga manusia mampu memasak baik sayur-sayuran maupun daging.
Ribuan tahun kemudian, manusia menemukan batu bara dan dapat menggunakannya sebagai cadangan energi yang sangat besar. Penemuan mesin uap selanjutnya mampu melipatgandakan kemampuan tenaga manusia dan mulailah abad industri. Di samping batu bara ditemukan juga cadangan minyak yang lebih mendorong kemajuan industri dalam penyediaan energi.
Diawali penemuan listrik, penemuan elektromotor dan mesin kombasien pada abad 19 memungkinkan pembuatan mobil, kapal dan pesawat terbang. Dengan demikian mobilitas manusia dilipatgandakan ribuan kali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemajuan ilmu kimia telah memberikan informasi adanya 92 unsur penyusun Jagad raya ini. Dengan pengetahuan yang ia miliki manusia dapat memperkirakan cadangan energi kimia yang terkandung dalam bumi dan kapan cadangan itu akan habis berdasar laju pemakaian yang ada.
Sumber tenaga lain yang ditemukan manusia adalah nuklir. Bila ilmu kimia mampu mengembalikan semua materi ke batu penyusunnya yaitu atom, maka ilmu fisika mencoba membongkar lebih jauh atom ke dalam batu penyusunnya yang lebih mendasar yaitu proton, elektron dan neutron.
Penemuan neutron oleh Chadwick pada tahun 1932 membuka era baru dalam ketenagaan nuklir fisi. Apabila pada reaksi kimia (pembakaran) dibebaskan energi setiap reaksi berorde eV (electron Volt), maka pada reaksi nuklir (pembelahan inti U235) dibebaskan energi berorde MeV (mega elektron Volt, Mega = 1 juta).
Inilah sebabnya mengapa energi yang terkandung dalam satu kilogram uranium (U235) ekuivalen dengan energi yang terkandung dalam 3 juta kilogram arang (karbon). Energi nuklir yang diperoleh dari pembelahan disebut energi nuklir fisi.
Energi nuklir dapat diperoleh pula dari penggabungan dua inti inti atom ringan seperti atom H (hidrogen), atom D (Deuterium) dan T (Tritium) yang menghasilkan energi nuklir fusi. Pada reaksi nuklir fisi (pembelahan), bahan bakar uranium dapat disusun dalam bentuk jaringan yang padat dan reaksi pembelahan dilakukan oleh neutron. Karena sifatnya yang netral (tak bermuatan listrik) maka neutron dapat menembus inti dan membelahnya. Pada reaksi fusi, terdapat kesulitan teknis untuk mereaksikan bahan bakarnya, karena dua inti yang akan digabungkan saling bertolakan dengan gaya coulomb.
Fusi dingin
Fusi panas memang telah diketahui menjadi sumber energi dari matahari dan bintang-bintang. Sekitar 99,9 persen dari alam semesta ini bahannya berbentuk plasma sedangkan 0,1 persen lainnya sudah mendingin seperti bumi, bulan dan planet-planet lain. Usaha untuk memperoleh energi dari fusi panas telah diupayakan penelitiannya sekuat tenaga, namun kemajuannya sangat lambat. Tiba-tiba saja kelihatannya semua berubah.
Dua orang pakar, seorang dari University of Southampton, Prof. Martin Fleischmann, dan seorang lainnya dari University of Utah, Prof. B. Stanley Pons mengumumkan penemuannya mengenai fusi pada suhu kamar yang disebut fusi dingin. Penemuan tersebut diperoleh melalui percobaan elektrolisa pada suhu kamar dengan medium air berat. Dalam medium air berat, dilarutkan garam litium dan dicelupkan dua elektroda yang satu terbuat dari paladium dan lainnya dari platinum. Mereka memasang arus listrik melalui kedua elektroda tersebut.
Setelah beberapa saat botol tempat percobaan memanas dan panas yang timbul terukur 400 kali lebih besar dari panas akibat arus listrik. Sebagian dan paladium menguap karena panas ini. Mereka yakin bahwa ada sumber energi lain yang bukan elektrokimia. Penemuan yang diduga sebagai reaksi fusi pada suhu kamar ini diumumkan melalui pers pada tanggal 23 Maret 1989. Sejak pengumuman ini banyak reaksi timbul di kalangan pakar.
Ratusan laboratorium di dunia mencoba mengulang percobaan tersebut. Banyak pusat penelitian ternama di Amerika Serikat seperti MIT (Machechusetts Institute of Technology) dan Caltech (California Institute of Technology) tidak/ belum berhasil mendeteksi adanya pelipat gandaan panas maupun pendeteksian neutron dalam percobaan ini. Laboratorium di Jepang belum berhasil mengkonfirmasikan adanya fusi dingin.
Tetapi Dr Iyengar, direktur BARC (Bhabha Atomic Research Centre) memberitahukan bahwa grupnya telah berhasil mendeteksi fusi dingin. Rahasianya, menurut Iyengar adalah pada geometri dan bentuk elektroda yang dipakai. Ia menunjukkan bukti bahwa pulsa yang dihasilkan oleh detektor neutron selalu klop dengan pulsa yang ditunjukkan oleh detektor sinar gamma. Namun mereka tidak mengkonfirmasikan adanya penggandaan daya dalam percobaannya.
Seperti diketahui setiap reak si fusi diikuti oleh pancaran neutron dan sinar gamma yang keduanya dapat dideteksi secara independen. Karena paladium terlalu mahal, mereka memakai titanium. Pada saat yang bersamaan Prof. Scarramuzzi dari Pusat Penelitian Frascatti Italia mengumumkan bahwa pihaknya telah berhasil mencoba fusi dingin tanpa elektrolisa/ tanpa listrik.
Apabila fusi dingin ini memang menjadi kenyataan, abad tersedianya daya yang murah dan tak terbatas akan datang segera. Sumber energi nuklir fisi, batu bara, minyak dan lainnya akan menjadi berkelebihan. Ditinjau dari lingkungan, energy fusi tidak menghasilkan zat radioaktif atau polusi kimia, tidak memberikan efek rumah kaca, tidak mengakibatkan tumpahan minyak di lautan dan manusia lebih terbebas dari ketergantungannya pada sumber energi fosil.
Tidak bereaksi
Pertanyaan sekarang adalah apakah secara ilmiah yang diketahui sekarang, reaksi fusi dingin dapat diperkirakan. Berdasar tinjauan klasik kedua inti deuterium tidak akan bereaksi karena jarak keduanya sekitar satu angstrom (1 angstrom = sepersepuluh milyar meter), sedangkan kedua bola inti berukuran satu femtometer (1 femtometer = 10-15 m = seper ribu trilion meter).
Agar terjadi reaksi fusi kedua bola inti harus menempel pada jarak femtometer. Untuk mendekatkan kedua inti diperlukan tenaga yang sangat besar.
Namun partikel renik tidak lagi mengikuti hukum klasik. Mereka mengikuti hukum mekanika kuantum atau gelombang. Dengan konsep mekanika kuantum dapat dihitung kebolehjadian penerobosan suatu tanggul barier (yang dalam contoh ini adalah potensial coulomb). Proses radioaktivitas alpha adalah salah satu contoh penerobosan tanggul potensial. Berdasar teori ini kebolehjadian reaksi fusi dapat dihitung.
Tergantung dari model yang dipakai, kebolehjadian ini dapat berkisar dari 10-64 sampai 10-23 reaksi per detik per pasang. Konsep fusi dingin berdasar perhitungan dan eksperimen telah disarankan oleh J. Rand Mc.Nally Jr. pada tahun 1983.
Walaupun kebolehjadian reaksi sangat kecil, katakan 10-23 per detik per pasang D, tetapi apabila jumlah pasang menjadi besar karena dipadatkan oleh tekanan maka jumlah reaksi fusi akan terdeteksi di laboratorium. Masalahnya tinggal bagaimana menaikkan pasangan sebesar-besarnya agar reaksi yang terjadi juga banyak.
Setiap orang mengharapkan agar fusi dingin ini mudah dituangkan konsep teknologinya ke dalam reaktor komersial. Apabila problem menguapnya bahan elektroda karena panas yang timbul akibat fusi dapat diatasi maka reaktor fusi dingin dapat dioperasikan pada suhu di atas suhu didih air. Uap yang dihasilkan dapat digunakan untuk mendorong turbin dan prosesnya seperti pada proses generator listrik pada umumnya.
Harga pasti dari suatu reaktor fusi dingin masih belum bisa diramalkan dengan pasti. Andaikan reaktor fusi ukuran komersial seefisien dengan reaktor sel percobaan, maka suatu reaktor dengan ukuran rumah kecil yang mampu memuat 150 ton air berat dan 90-120 titanium akan mampu memproduksi daya 1000 Megawatt tenaga listrik.
Bila diambil harga titanium Rp 1 juta per ton dan harga air berat Rp 1,25 juta per ton maka suatu pusat pembangkit tenaga listrik seharga Rp 12,5 milyar dapat dibangun. Reaktor fusi dingin tidak memerlukan batas ukuran terkecil seperti pada reaktor fisi sehingga pembangunan reaktor yang sangat kecilpun dapat dimungkinkan.
Teka-teki fusi dingin masih tetap melanda kalangan ilmiah, dengan lebih banyaknya laboratorium yang tidak/ belum berhasil membuktikannya secara teori maupun eksperimen.
Budi Santoso, Kepala Pusat Pengkajian Teknologi Nuklir BATAN Jakarta, ahli peneliti madya.
Sumber: Kompas, 21 Juni 1989