Seiring kemajuan zaman, cara hidup manusia mempertahankan atau memulihkan kesehatan didukung teknologi makin lengkap. Namun, Ferry J Ngantung (48) menyederhanakan dengan mengacu pada pedoman Hippocrates. Bapak Pengobatan pertama itulah yang memaklumkan pada tahun 431 sebelum Masehi, ”Jadikan makanan sebagai obat”.
” Benahi dapur kita agar bisa hidup sehat,” kata Ferry ketika ditemui di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Membenahi ”dapur” yang disebut Ferry bukanlah dalam artian fisik. Yang dimaksudkannya adalah meliputi cara menyediakan dan memilih bahan baku, lalu mengolah dan menyajikannya sebagai makanan yang menyehatkan tubuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Pertahankan air alami dari setiap bahan makanan yang ingin diolah,” ujar Ferry, mencontohkan salah satu cara terapi makan. Semua bahan makanan pastilah mengandung air. Seperti air alami pada ikan, Ferry tidak menganjurkan pengolahan dengan cara menggorengnya hingga kering.
Ferry lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 1987. Pada tahun 1996 ia membuka usaha rumah terapi makan dengan label Rumah Gizi ”Natural Green” di Surabaya.
Iridologi
Sebelum membuka usahanya, Ferry bekerja di International Dinning Center Port Klang, Malaysia. Di sana Ferry meraih keahlian di bidang khasiat makanan. Ia menjadi ahli makanan.
Ferry akhirnya memutuskan untuk berusaha sendiri atau berdikari di Tanah Air dan membuka Rumah Gizi pada tahun 1996. Beberapa bulan kemudian ia kembali ke Malaysia. Namun, kali ini tujuan Ferry hanya untuk belajar iridologi selama enam bulan.
Sepulangnya kemudian, Ferry memadukan pengetahuan iridologi dengan terapi makan. Iridologi ditemukan Ignatz von Peczely (1826-1911) dari Budapest, Hongaria.
Iridologi sebagai pengetahuan analisis susunan iris mata yang menggambarkan kondisi organ tubuh. Tidak hanya organ pada tubuh manusia karena Peczely sendiri menemukan pengetahuan ini awalnya dari mata burung hantu.
Peczely pada usia 11 tahun pernah merawat burung hantu yang patah kakinya. Ia memerhatikan, pada iris mata burung hantu itu terdapat garis hitam yang berangsur-angsur menghilang seiring masa kesembuhannya.
”Saya memanfaatkan iridologi sebagai petunjuk untuk terapi makan,” kata Ferry.
Ferry menjadikan iris mata ibarat layar data yang mungil. Layar data mungil yang menyediakan informasi kondisi tubuh seseorang.
Lebih jauh dari itu, Ferry memprihatinkan hal selama ini ketika orang sakit ingin menjadi lebih sehat sering diberi pantangan banyak jenis makanan. Namun, ia tanpa diberi pengetahuan untuk memahami sebenarnya banyak makanan lainnya yang juga enak dan baik untuk dimakan.
Terus berkembang
Usaha Ferry didukung istrinya, Fatmawati (41). Usaha Rumah Gizi itu dapat diterima masyarakat. Ini terbukti hingga sekarang, sekitar 15 tahun, bisa bertahan dan usahanya masih terus berkembang.
Pada awal menjalankan usahanya di Surabaya, Ferry juga membeli lahan seluas 3.000 meter persegi di Pacet, Mojokerto. Lahan tersebut untuk menunjang produksi sayur-mayur bebas pestisida dan pupuk kimia. Sekarang lahannya bertambah luas menjadi lebih dari 10.000 meter persegi.
Tidak itu saja, di Pacet Ferry juga memelihara kambing. Saat ini ia memiliki sedikitnya 30 kambing untuk diambil susunya. Susu kambing kemudian diolah menjadi yoghurt.
Namun, dia memproduksi yoghurt tidak melulu berasal dari susu kambing miliknya. Petani di sekitar lahan yang dimiliki Ferry, bahkan sampai Trawas, Mojokerto, juga mendukung pemasokan susu kambing. Sedikitnya sampai 300 kambing milik para petani menyediakan susu untuk diolah menjadi yoghurt.
”Yoghurt dari susu kambing jarang menimbulkan alergi,” kata Ferry.
Sumber karbohidrat rendah kalori juga menjadi perhatian Ferry. Untuk mendapatkan pasokan sumber karbohidrat rendah kalori tersebut, dia sudah mulai mengembangkan budidaya umbi-umbian.
”Sekarang ini beras menjadi makanan pokok yang selalu ditekan harganya supaya tetap murah dan terjangkau setiap lapisan masyarakat. Kalau dipertahankan demikian, kelak tidak akan ada lagi yang mengonsumsi umbi-umbian yang justru bisa menyehatkan,” katanya.
Ferry menempatkan pedoman makanan sehat adalah obat dari Hippocrates di setiap brosur usahanya. Menjadi nyata disajikan di Rumah Gizi seperti penganan wingko labu, lumpia tuna, lemet pisang, atau klepon kurma.
Kemudian menu makan berat seperti sup saraf, sup persendian, lontong omega, atau tuna panggang. Ada minuman jus sayur dan buah.
Pedoman memasaknya adalah tanpa penyedap makanan, tanpa garam, tanpa gula, dan tanpa minyak goreng. Selain itu, proses memasak makanan tersebut juga harus mempertahankan air alami bahan makanan sebanyak- banyaknya. Untuk mendapatkan rasa asin diperoleh dari rumput laut, sedangkan rasa manis dari buah-buahan.
Ferry juga mengenalkan istilah ”MUSA” yang merupakan singkatan dari kata ”murni, utuh, segar, dan alami”. Istilah tersebut merupakan pedoman untuk memakan sesuatu supaya bermanfaat menjadi obat. Namun, itu harus disertai pengetahuan tentang jenis dan campuran yang tepat, pengolahan yang baik, waktu makan, dan teknik memakan dengan cara mengunyah sampai sehalus-halusnya.
”Sebelum menempuh terapi makan, terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan manfaat setiap jenis bahan makanan,” kata Ferry.
Apa yang ditempuh Ferry memang dapat mengundang banyak perdebatan di antara praktisi kedokteran dan terapis kesehatan lainnya. Namun, Ferry memutuskan telah menjadi sosok setia yang mengawal dan mengamalkan pengetahuan kuno Bapak Pengobatan Hippocrates. Ia mengawal pengetahuan pengobatan yang dimaklumkan sekitar 2.500 tahun silam.
***
Ferry J Ngantung
• Lahir: Gorontalo, 18 Februari 1963
• Istri: Fatmawati (41)
• Anak: Noel (24)
• Pendidikan:
– SD Matesah, Maesa, Gorontalo
– SMP Negeri 1 Gorontalo
– SMA Negeri 1 Gorontalo
– Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (1981-1987)
• Pekerjaan:
– Ahli makanan pada International Dinning Center Port Klang, Malaysia (1994-1996)
– Pengelola Rumah Gizi ”Natural Green” (1996-sekarang)
[NIna Susilo dan Nawa Tunggal]
Sumber: Kompas, 18 Maret 2011