Sebagai psikolog, awalnya Efnie Indrianie (31) hanya melakukan riset ilmiah di Rumah Cemara, Bandung, terutama terhadap orang dengan HIV/AIDS dan pengguna narkoba. Seiring dengan berjalannya waktu, dia merasa semakin dekat dengan mereka. Mulai tahun 2011, dia fokus pada pendampingan dan program pemulihan mereka, khususnya lewat metode ”Mind Stimulation Healing”.
Tahun 2006, Efnie yang mengajar dan menjadi Kepala Divisi Riset dan Penerapan Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung, melakukan riset akademik di Rumah Cemara. Rumah di Jalan Gegerkalong Girang, Bandung, ini adalah tempat lembaga swadaya masyarakat melakukan pendampingan terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pengguna narkoba.
Jumlah ODHA dan pengguna narkoba yang ditangani Efnie kini 40 orang. Mereka berusia 2 tahun hingga remaja. Mereka positif HIV karena terkena dari orangtua atau orangtuanya pemakai narkoba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di antara mereka, ada pula yang yatim piatu karena orangtuanya meninggal akibat HIV. Sebelum ditangani Efnie, mereka sering sakit, daya pendengaran kurang, dan tumbuh kembang otaknya tak optimal.
”Sejak tahun 2011, saya intens melakukan pendampingan dan pemulihan pada anak-anak ini. Saya membuat program stimulasi perkembangan otak karena mereka adalah bagian dari generasi yang harus dipersiapkan,” ujar dia.
Namun, pada praktiknya, hal itu tak mudah sebab tempat tinggal mereka tersebar, antara lain di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bogor, Sukabumi, Cirebon, bahkan Kabupaten Indramayu.
Untuk menjangkau mereka, dia kumpulkan dulu mereka di satu tempat yang lokasinya berpindah-pindah, tergantung dari kondisi saat itu. Setidaknya, sekali dalam sebulan Efnie berusaha bertemu dengan mereka.
Dia dibantu sekitar 20 volunter mahasiswa Universitas Kristen Maranatha. ”Kondisi mereka berbeda-beda, adakalanya kami yang mendatangi rumah penderita,” kata Efnie.
Gratis
Efnie menangani pasien dengan metode Mind Stimulation Healing (MSH) yang dia susun untuk melatih cara kerja otak dan mengendalikan cara berpikir. Dengan demikian, secara alamiah dihasilkan zat-zat pada tubuh yang bermanfaat untuk pemulihan kesehatan.
Proses terapi itu biasanya dijalani klien satu kali atau dua kali dalam seminggu. Lama dan frekuensi terapi disesuaikan dengan kondisi klien. ”Dalam proses terapi itu, saya juga memanfaatkan antara lain alat untuk mengukur fungsi gelombang otak (brainwave monitoring),” ujarnya.
Biaya terapi yang diterapkan Efnie tersebut jika dilakukan di rumah sakit berkisar Rp 250.000–Rp 500.000 untuk sekali terapi atau konsultasi berdurasi sekitar 1 jam. Namun, untuk ODHA dan pengguna narkoba di Rumah Cemara ataupun pelayanan pada unit pengabdian masyarakat Universitas Kristen Maranatha, diberikan secara gratis.
”Apa yang saya terapkan dalam metode ini lebih untuk menstimulasi otak atau mengoptimalkan fungsi kerja otak, bukan penanganan gangguan jiwa,” kata dia menjelaskan.
Menurut Efnie, otak adalah bagian tubuh yang krusial. Selain mengendalikan proses berpikir manusia, otak pula yang mengendalikan fungsi-fungsi organ tubuh.
Seseorang yang terus-menerus menyesali kehidupan, berkeluh kesah, dan berpikiran negatif, otaknya secara terus-menerus melepaskan kortisol. Jika zat ini banyak diproduksi tubuh seseorang, akan berakibat menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan kemampuan otak untuk mengingat (menjadi pelupa), sampai penuaan dini.
Hal itu juga berkaitan dengan hidup atau apa yang tersimpan dalam memori selama hidupnya. Memori itu bisa membuat otak seseorang bertumbuh tidak sehat, misalnya jika seseorang terkena stigma, memendam rasa marah, kecewa, kebencian, dan kepahitan hidup, maka kadar kortisol dapat menyerang daya tahan tubuhnya.
Di sisi lain, lanjut Efnie, pada orang yang banyak bersyukur, berpikir positif, dan optimistis, tubuhnya akan menghasilkan endorfin. Zat ini memunculkan perasaan bahagia, bermanfaat untuk daya tahan tubuh, memori, dan anti penuaan dini.
Alhasil, lewat pengendalian cara berpikir, otak seseorang bisa menghasilkan zat yang bermanfaat bagi tubuhnya atau sebaliknya. Menurut Efnie, orang yang mendapat terapi metode tersebut diharapkan bisa lebih positif memandang hidupnya. Hal ini akan memengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya.
Terapi pengendalian cara berpikir ini efektif membantu pemulihan orang yang didiagnosis dengan penyakit tertentu. Pemberian obat disertai terapi pengendalian cara berpikir bisa meningkatkan kualitas hidup mereka.
”Ketika terapi ini saya terapkan kepada ODHA dan pengguna narkoba di Rumah Cemara, hasilnya relatif positif. Mereka bisa menjalani hidup dengan riang, optimistis, dan tubuhnya pun bugar,” cerita dia.
Prihatin
Perkenalan Efnie dengan ODHA dan pengguna narkoba membuat dia prihatin dengan masih kuatnya stigma masyarakat terhadap mereka. ”Hati saya terusik. Saya harus bisa mengaplikasikan pengetahuan saya untuk membantu mereka.”
Oleh karena itulah, sejak tahun 2011 dia berusaha membantu ODHA dan pengguna narkoba agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Apalagi, Efnie melihat adanya perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka setelah diintervensi dan melalui terapi MSH.
”Saya senang kalau bisa membuat ODHA yang semula terstigma dan merasa tak punya masa depan bisa kembali memiliki kepercayaan diri dan menjalani hidup dengan optimistis,” kata dia.
Sebelumnya, ratusan ODHA sudah ditangani Efnie. Selain kembali memiliki rasa percaya diri, sistem imun mereka pun meningkat. Bahkan, sebagian dari mereka bisa berkarya di tengah masyarakat.
Di sisi lain, Efnie pun kerap mendapat cibiran dari sebagian masyarakat terkait aktivitasnya tersebut. ”Saya malah heran, mengapa hal seperti ini dipermasalahkan. Seharusnya bagaimana mengatasi kondisi itu menjadi tantangan kita semua,” lanjut dia.
Oleh karena itulah, Efnie dan para mahasiswa tak keberatan bekerja bagi ODHA meskipun biaya untuk kegiatan tersebut harus keluar dari kocek pribadi atau patungan.
Adapun dana dari donatur biasanya dialokasikan Rumah Cemara untuk membantu ODHA yang akan ditangani. Misalnya, jika terapi dilakukan di Bandung, ODHA yang tinggal di luar Bandung diberi dana transportasi dan akomodasi.
Tahun 2014 Efnie dan teman-teman juga membentuk divisi khusus penanganan anak-anak dengan HIV/AIDS, bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
—————————————————————————
Efnie Indrianie
? Lahir: Kepulauan Riau, 26 Desember 1982
? Suami: Raditya
? Pendidikan:
– Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung, 2000-2004
– Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha, 2006-2008
? Pekerjaan:
– Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, 2004–kini
– Kepala Divisi Riset dan Penerapan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, 2014
– Kepala Melinda Psychology Center di Rumah Sakit Melinda Bandung, 2009–kini
– Kepala Psikolog Spectrum Sinergi Biometric, 2009–kini
– Psikolog dan evaluator pengukuran kompetensi dan evaluasi program Rumah Cemara, Desember 2011-kini
Oleh: Samuel Oktora
Sumber: Kompas,14 Juni 2014