Iklim yang mendukung berkembangnya kreativitas merupakan persyaratan pokok bisa terciptanya inovasi. Di Indonesia, budaya yang mengedepankan hierarki dan birokrasi merupakan kendala utama sukar tercapainya inovasi secara berkelanjutan.
“Inovasi tidak bisa tercapai hanya dari sekadar kerja keras, sabar, dan pantang menyerah. Harus ada lingkungan yang kondusif terhadap lahirnya ide-ide radikal,” kata Basuki Priyanto, pemilik 23 hak paten terkait sistem komunikasi nirkabel dalam diskusi panel bertema “Inovasi Keren Diaspora Indonesia” di Jakarta, Sabtu (1/7).
Diskusi tersebut adalah bagian dari Konvensi Diaspora Indonesia yang ke-4. Hadir 9.000 peserta yang merupakan warga negara Indonesia, mantan warga negara Indonesia, dan keturunan Indonesia dari 55 negara. Mereka membicarakan kontribusi komunitas diaspora Indonesia terhadap pembangunan Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para pembicaranya antara lain Sehat Sutardja, pemegang 440 hak paten teknologi digital dan pendiri Marvell Technology Group; Achmad Zaky, pendiri Bukalapak.com; Sonita Lontoh, Wakil Direktur Utama Siemens; Eliza Sariaatmadja, Direktur Pengembangan Bisnis Media Kreatif KMK Online; dan pendiri Ruangguru.com, Adamas Belva Syah Devara.
Basuki yang bekerja sebagai ahli di salah satu perusahaan komunikasi di Swedia menjabarkan, sistem pekerjaan di Indonesia terlalu mengedepankan kuantitas daripada kualitas. “Misalnya, memaksa pegawai berada di kantor pukul 09.00 sampai 17.00, tetapi tidak memiliki kegiatan yang produktif sehingga jam kerja terbuang percuma,” ujarnya.
Di Swedia, jam kerja 09.00-17.00 tidak harus sepenuhnya dihabiskan di kantor. Bisa di rumah ataupun di tempat lain. Dengan demikian, kondisi mental lebih santai sehingga ide mengalir lancar. Hal yang ditekankan adalah capaian target harian dalam pekerjaan.
Dari segi komunikasi antara atasan dan bawahan juga egaliter. Basuki mengatakan, atasan hendaknya terbuka dengan kritik dan masukan dari bawahan. Hal itu akan menumbuhkan rasa percaya diri dan kerja sama tim. “Ide-ide yang awalnya terkesan gila, dengan kerja sama tim bisa diterjemahkan menjadi konsep yang logis dan mudah diterapkan,” ujarnya.
Achmad Zaky berpendapat, inovasi tidak hanya lahir dalam wujud teknologi ataupun produk fisik. Inovasi bisa terjadi di dalam segala aspek kehidupan manusia, mulai dari struktural, sosial, ekonomi, hingga pendidikan.
“Prinsip utamanya ialah inovasi harus memiliki nilai plus, yakni manfaat ke masyarakat luas melebihi sekadar manfaat finansial ataupun kepraktisan,” katanya. Indonesia merupakan negara yang tengah gencar membangun di segala bidang sehingga merupakan lahan subur untuk mengembangkan inovasi.
Adapun Sehat Sutardja mengingatkan, inovasi harus memberi jalan keluar bagi permasalahan yang terjadi di masyarakat dan pada saat yang sama juga menghindari timbulnya masalah baru di masa depan. (DNE)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juli 2017, di halaman 12 dengan judul “Ciptakan Iklim Prokreativitas”.