Internet memberi manfaat bagi perkembangan anak-anak. Namun, melalui media komunikasi itu, muncul berbagai kejahatan siber. Kita perlu membuat internet yang lebih aman bagi anak-anak.
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR–Najat Maalla M’jid, Special Representative of the Secretary-General on Violence against Children, United Nations (PBB), saat berkunjung ke Jakarta, Senin (3/3/2020).
Internet mengubah segalanya. Dengan kekuatan menghubungkan antarmanusia tanpa batas dan bersifat seketika, internet memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, bersamaan dengan kemudahan itu, internet juga rentan dimanfaatkan sebagai instrumen kejahatan. Sebagian kejahatan itu mengincar anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perkembangan internet yang sangat cepat itu perlu diantisipasi dengan berbagai upaya untuk melindungi anak-anak dari bermacam bentuk kejahatan berbasis siber. Penguatan kapasitas, pemberdayaan masyarakat, keluarga, dan lingkungan pendidikan harus dilakukan. Penting pula kehadiran lembaga penegak hukum yang kuat untuk memerangi kejahatan siber.
“Internet itu baik, tetapi kita perlu membuatnya aman,” ujar Najat Maalla M’jid, Special Representative of the Secretary-General on Violence against Children, United Nations (PBB), saat mengunjungi Jakarta, pekan lalu.
Di Jakarta, Najat bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Di sela-sela kegiatan itu, Najat meluangkan kesempatan untuk diwawancarai Kompas, di Kantor Unicef Indonesia di Jakarta, Senin (3/3/2020).
DOKUMENTASI/UNITED NATIONS–Najat Maalla M’jid, Special Representative of the Secretary-General on Violence against Children, United Nations
Apa isu besar di tingkat global terkait isu perlindungan anak?
Sepuluh tahun yang lalu, semua negara bahkan Indonesia berjanji untuk mengakhiri semua bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk menghentikan perkawinan anak. Kita hanya memiliki kurang dari 10 tahun dari saat ini (untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/The Sustainable Development Goals).
Jika kekerasan terhadap anak masih terjadi di seluruh dunia, kita tidak akan mencapai atau memenuhi janji tersebut. Mengapa? Karena kita memiliki banyak bentuk kekerasan.
Banyak anak di seluruh dunia yang semakin rentan terhadap bencana alam, konflik, krisis kemanusiaan, dan juga meningkatnya populisme dan konservatisme. Masih ada anak-anak yang tidak terdaftar, kewarganegaraan tidak didokumentasikan. Jika tidak bekerja, tidak menjaga dan memberikan perlindungan pada anak, kita tidak akan memenuhi janji itu.
Salah satu ancaman terhadap anak saat ini adalah eksploitasi seksual untuk tujuan komersial. Soal eksploitasi seksual, bagaimana Anda melihatnya?
Bagi saya, eksploitasi seksual anak-anak untuk tujuan komersial, ini kejahatan, dan pelanggaran hak anak. Itu akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak serta memengaruhi mentalnya. Kasus-kasus eksploitasi seksual terhadap anak memiliki konsekuensi dan dampak jangka panjang. Ini adalah kejahatan.
Di tingkat global, angka kejahatan ini sulit (disebutkan). Ada jutaan anak di seluruh dunia yang jadi korban seksual, kekerasan dan eksploitasi. Kejahatan ini terlihat, dilaporkan, dan juga dituntut.
Namun, ada juga yang tidak dilaporkan, karena ada yang merasa tabu, ada norma sosial dan budaya, kurangnya pendidikan seksual, dan juga karena takut akan tekanan, stigmatisasi, dan pengucilan. Akses bagi korban untuk mendapat keadilan juga masih masalah. Keadilan, tidak mudah. Di beberapa tempat, aturan hukum tidak terlalu kuat, tidak mendefinisikan dengan jelas apa bentuk-bentuk kekerasan, penuntutan tidak kuat, pemulihan juga rendah. Begitu juga memastikan anak-anak korban terlindung dari pelaku.
Eksploitasi seksual secara daring (dalam jaringan) sangat sulit dilaporkan dan dituntut. Perkembangan teknologi membuat lebih sulit melacak pelaku yang bergerak di ruang virtual. Banyak teknologi baru sehingga menjadi sangat sulit untuk mengidentifikasi siapa yang ada di belakang kasus tersebut.
Untuk Indonesia saat ini, semakin tinggi tingkat penetrasi internet. Itu berarti semakin banyak anak menggunakan internet. Anda harus sangat berhati-hati. Pastikan bahwa anak-anak dilindungi dan lembaga penegak hukum yang dapat melacak kejahatan siber.
Jadi, bagaimana seharusnya melindungi anak-anak?
Kami baru saja menjalani konferensi regional dengan 10 negara Asia, termasuk Indonesia. Ada perwakilan pemerintah. Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, tahun lalu melakukan deklarasi perlindungan anak dari kejahatan daring.
Tapi, internet tumbuh sangat cepat, tidak menunggu kita. Kita perlu mengantisipasi, dan kita bisa mengantisipati, karena kita memiliki banyak alat yang digunakan seluruh dunia. Kita tahu apa yang sedang terjadi.
Bagaimana perlindungan anak di Indonesia?
Indonesia memiliki strategi perlindungan anak nasional. Presiden Indonesia berkomitmen akan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan baik secara online dan offline, termasuk perlindungan dari eksploitasi seksual, intimidasi, siber, praktik berbahaya, pernikahan dini. Sangat penting memiliki kerangka kerja besar seperti itu.
Bagaimana perkawinan anak menjadi salah satu masalah saat ini?
Satu dari sembilan perempuan (Indonesia) menikah sebelum usia 18 tahun. Tapi, ada laporan bagus, saat ini batas usia perkawinan minimal 19 tahun. Ini kemajuan legislasi. Tetapi, Anda juga perlu bekerja untuk mengubah norma sosial, perilaku, dan persepsi masyarakat.
Anak-anak perempuan harus mendapat pendidikan dan diberdayakan. Perlu juga bekerja sama dengan para pemimpin masyarakat, pemimpin agama, untuk memastikan (aturan) itu dilaksanakan. Ini mungkin akan memakan waktu.
Oleh SONYA HELLEN SINOMBOR
Editor ILHAM KHOIRI
Sumber: Kompas, 13 Maret 2020