Dua Jenis Bilangan Asli
Bilangan asli 1, 2, 3, … dan seterusnya dapat ditulis sebagai penjumlahan berulang bilangan yang sama. Maka 1 adalah jumlah 1 sebanyak satu kali (1×1), 2 adalah jumlah 2 sebanyak satu kali (1×2) atau jumlah berulang 1 sebanyak dua kali (2×1), 4 adalah jumlah 4 sebanyak satu kali (1×4) atau jumlah berulang 1 sebanyak empat kali (4×1) atau jumlah berulang 2 sebanyak dua kali (2×2) dan seterusnya, sehingga:
1 = 1 = 1×1
2 = 1+1 = 2×1 = 2 = 1×2
3 = 1+1+1 = 3×1 = 3 = 1×3
4 = 1+1+1+1 = 4×1 = 2+2 = 2×2 = 4 = 1×4
5 = 1+1+1+1+1 = 5×1= 5 = 1×5
6 = 1+1+1+1+1+1 = 6×1= 2+2+2 = 3×2 = 3+3 = 2×3 = 6 = 1×6
7 = 1+1+1+1+1+1+1 = 7×1= 7 = 1×7
8 = 1+1+1+1+1+1+1+1 = 8×1= 2+2+2+2 = 4×2
= 2x2x2= 4+4 = 2×4 = 2x2x2 = 8 = 1×8
9 = 1+1+1+1+1+1+1+1+1 = 9×1= 3+3+3 = 3×3 = 9 = 1×9
10 = 1+1+1+1+1+1+1+1+1+1=10×1= 2+2+2+2+2 = 5×2= 5+5 = 2×5 = 10 =
1×10
11 = 1+1+1+1+1+1+1+1+1+1+1= 11×1 = 11 = 1×11
12 = 1+1+1+1+1+1+1+1+1+1+1+1 =12×1 = 2+2+2+2+2+2 = 6×2 = 2x3x2
= 3+3+3+3 = 4×3 = 2x2x3 = 4+4+4 = 3×4 = 3x2x2
= 6+6 = 2×6 = 2x2x3 = 12 = 1×12
13 = 1+1+1+1+1+1+1+1+1+1+1+1+1 = 13×1 = 13 = 1×13
Perhatikanlah bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dan 13 yang dicetak tebal hanya dapat ditulis dalam bentuk dua macam penjumlahan berulang.
Penjumlahan berulang pertama ialah penjumlahan bilangan 1 sebanyak nilai bilangan itu. Penjumlahan berulang kedua ialah penjumlahan bilangan itu sendiri sebanyak satu kali. Sebagai akibatnya bilangan-bilangan itu terdiri atas perkalian bilangan itu sendiri dengan bilangan 1. Dengan perkataan lain bilangan-bilangan itu hanya habis dibagi oleh bilangan itu sendiri dan oleh bilangan 1 dan dinamakan bilangan prima atau bilangan basit. Tersirat juga bahwa 1 bukan bilangan prima. Berikut ini adalah definisi bilangan prima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Definisi 2.1. Bilangan asli p > 1 adalah suatu bilangan prima jika dan hanya jika pembagi bilangan itu hanya bilangan p itu sendiri dan bilangan 1.
Bilangan Prima
Di antara 10 bilangan asli pertama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 yang prima adalah 2, 3, 5, dan 7. Karena itu banyaknya bilangan prima yang tidak melebihi 10 sama dengan 4. Matematikawan selalu ingin meringkas ungkapan. Karena itu ia melambangkan (x) sebagai banyaknya bilangan prima yang nilainya tidak melebihi x . Dengan demikian (10)=4. Banyaknya bilangan prima di antara 100 bilangan asli pertama 1, 2, 3, …, 100 ada 25, yaitu: 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73, 79, 83, 89, 97. Karena itu (100)=25. Dengan cara yang sama dapat misalnya ditemukan bahwa (1000)=168. Untuk nilai-nilai x yang cukup besar berlaku:
Teorema 2.1 (Hadamard/de la Vallée Poussin, 1896): (x)~ x/ln(x) jika x- .
Perhatikanlah bahwa semua bilangan prima bersifat ganjil kecuali bilangan genap 2. Andaikata ada bilangan prima genap lain yang lebih besar dari 2, maka pembagi bilangan itu ada tiga, yaitu bilangan 1, bilangan itu sendiri, dan 2 sehingga timbullah kontradiksi dengan definisi bilangan prima.
Bilangan-bilangan prima yang kecil mudah menemukannya. Namun, bilangan-bilangan prima yang besar lebih sulit mengenalinya. Untuk memudahkan pengenalan bilangan prima dapat digunakan algoritma Tapis Eratosthenes. Algoritma ini menghasilkan semua bilangan prima yang lebih kecil dari sembarang bilangan n. Caranya ialah dengan menuliskan semua bilangan asli 1, 2, 3, dan seterusnya sampai dengan n-1 dalam lajur-lajur berbaris 4 sehingga membentuk tabel. (Lihat tabel)
Pada lajur pertama bilangan 1 bukan prima. Bilangan prima pertama adalah 2. Bilangan prima ini yang pada tabel dicetak tebal dan miring, satu-satunya yang genap sehingga pada baris kedua dengan bentuk umum bilangan 2+4k yang genap, sel-sel berikutnya bebas dari bilangan prima. Sama alasannya, sel-sel baris keempat dengan bentuk umum bilangan 4+4k yang juga genap, juga bebas dari bilangan prima.
Kemudian lakukanlah lagi penghapusan bilangan-bilangan dengan melakukan loncatan dua bilangan terus-menerus dimulai dengan 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan seterusnya. Bilangan-bilangan ini pasti adalah bilangan majemuk karena merupakan kelipatan 2. Maka terbebaslah semua sel pada baris kedua dan keempat dari bilangan prima kecuali bilangan 2 tadi. Pekerjaan ini disebut penapisan atau penyaringan.
Setelah itu lakukanlah lagi penapisan dengan melakukan loncatan tiga bilangan terus-menerus setelah bilangan prima 3, dimulai dengan 6, 9, 12, 15, 18, dan seterusnya untuk menghapus semua bilangan majemuk kelipatan 3. Lakukan lagi hal yang sama dengan bilangan prima 5. Maka terhapuslah bilangan 10, 15, 20 dan semua kelipatan 5 lainnya.
Setelah itu lakukanlah penapisan semua kelipatan 7, 11, 13 dan seterusnya. Maka yang tersisa setelah semua bilangan majemuk tersisihkan ialah bilangan-bilangan prima yang kurang dari n.
Apa yang dapat dikatakan mengenai bentuk umum bilangan prima. Yang pasti suatu bilangan prima harus mempunyai bentuk umum 1+4k atau 3+4k, karena di dalam tabel tampak bilangan prima ganjil selalu ada di baris pertama atau ketiga. Namun, bilangan yang bentuk umumnya 1+4k atau 3+4k belum tentu prima! Menggunakan istilah Matematika dikatakan bahwa syarat yang perlu agar bilangan itu prima ialah bahwa bentuk umumnya ialah 1+4k atau 3+4k, namun syarat itu tidak cukup.
Kemudian, perhatikan lagi bilangan prima yang ada pada lajur pertama, yaitu yang bentuk umumnya 1+4k:
5 = 12+22 , 13 = 22+32 , 17 = 12+42, 29 = 22+52 , 37 = 12+62 , 41 = 42+52, 53 = 22+72 ,
Agaknya bilangan prima dengan bentuk umum 1+4k memiliki suatu keteraturan, yaitu dapat diungkapkan sebagai jumlah kuadrat dua bilangan asli. Namun, kalau yang diperiksa hanya sekadar 7 bilangan prima pertama dengan bentuk umum 1+4k, pernyataan umum ini tidak dapat dipercaya. Pernyataan itu baru berlaku umum dan disebut teorema kalau dapat ditunjukkan bahwa semua bilangan prima dengan bentuk umum 1+4k memiliki sifat tersebut. Hal itu telah dibuktikan oleh Fermat dalam abad ke-17. Teorema inilah yang dianggap sebagai cikal-bakal teori bilangan.
Teorema 2.2 (Fermat): Bilangan prima dengan bentuk umum 1+4k dapat diungkapkan sebagai jumlah dua kuadrat bilangan asli, sedangkan bilangan prima dengan bentuk umum 3+4k tidak dapat diungkapkan sebagai jumlah dua kuadrat bilangan asli.
Kalau ingin diperoleh semua bilangan prima p yang merupakan faktor-faktor bilangan n, maka yang perlu ditentukan ialah semua bilangan prima p< n, sesuai dengan teorema berikut:
Teorema 2.3 (Tapis Eratosthenes)
Untuk setiap bilangan majemuk n ada bilangan prima p sehingga p|n dan pn .
Buktinya dapat ditelusuri dalam buku ajar mengenai teori bilangan.
Teladan T.2.1: Untuk n = 1932, 1932=44. Maka faktor-faktor 1932 besarnya kurang dari 44. Faktor yang mungkin dengan demikian ialah 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43. Masalah kedua sekarang ialah mengenali bilangan prima mana saja yang memenuhi syarat sebagai pembagi 1932.
Karena 1932 genap, maka 2 adalah pembagi 1932 atau 2|1932. Kemudian, karena jumlah-silang angka-angka bilangan 1932 sama dengan 1+9+3+2 = 15 dan jumlah-silang 15 sama dengan 1+5 = 6 yang merupakan ciri
keterbagian suatu bilangan oleh 3 sehingga 3|6, maka juga 3|1932.
Ini adalah algoritma menemukan keterbagian oleh 3. Kemudian juga untuk memeriksa apakah 7|1932 , dilakukan pemeriksaan ciri keterbagian oleh 7. Caranya ialah dengan membuang angka terakhirnya sehingga diperoleh 193. Kemudian kurangi dengan 2 kali angka yang dibuang, yaitu 2×2 = 4. Maka diperoleh 193-4 = 189. Ulang lagi untuk memperoleh 18-2×9=0. Maka 7|189 7|1932. Oleh karena itu 1932 = 2×966 = 2x2x483 = 2x2x3x161 = 2x2x3x7x23.
Teladan T.2.2: Apakah 5777 suatu bilangan prima? Kalau 5777 majemuk maka faktor primanya tidak akan melebihi 5777 < 77. Maka yang harus diperiksa adalah apakah bilangan itu dapat dibagi 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, dan 73.
Yang pasti 2 tidak membagi 5777 atau 25777 karena bilangan itu ganjil. Demikian pula 55777 karena angka terakhir bilangan itu bukan 0 maupun 5. Karena 5+7+7+7=26 dan 2+6=8 tidak habis dibagi 3 maka 35777. Hapuslah angka terakhir sehingga terdapat bilangan 577.
577-2×7=564 dan 56-2×8=40 dan 740. Agar 5777 habis dibagi 11 haruslah 7-7+7-5=2 kelipatan 11 yang tidak benar. Karena itu 115777.
Setelah itu cobalah bagi bilangan itu oleh bilangan-bilangan prima berikutnya seperti lazimnya. Ternyata 53|5777 sehingga 5777/53 = 109 yang adalah prima juga. Akibatnya diketahuilah bahwa 5777 = 53×109 adalah bilangan majemuk. Kalau ingin diketahui apakah faktorisasi ini sudah cukup, periksalah apakah 109 itu prima atau majemuk dengan membaginya oleh bilangan prima yang kurang dari 109 =10.44, yaitu 2, 3, 5, dan 7. Namun, kesemua bilangan prima ini tidak membagi 109, karena sebelumnya sudah diketahui tidak membagi 5777=53×109.
Cara-cara menemukan keterbagian suatu bilangan asli akan dibahas pada kesempatan lain. Kemudian dapat pula disimpulkan teorema berikut yang telah dibuktikan Euclides dalam zamannya dan dapat dikaji di buku ajar mengenai teori bilangan:
Teorema 2.4 Ada takhingga banyaknya bilangan prima.
Latihan (2)
1. Periksalah mana saja dari 1982, 1997, dan 2001 yang merupakan bilangan prima dan mana yang majemuk. Kalau majemuk, uraikan bilangan itu menjadi faktor-faktor khasnya.
2. Tentukan semua bilangan asli a dan b sehingga a2-b2=1991.
(Seleksi Awal Olimpiade Matematika Hongkong, 1990-1991)
3. Tentukan semua bilangan asli a dan b sehingga a2-b2 = 2001.
4. Diketahui x < y adalah dua bilangan asli, masing-masing berangka dua. Hasil kali xy adalah bilangan asli berangka empat. Angka awalnya adalah 2. Jika angka ini dihapus, nilainya menjadi sama dengan x + y. x=30 dan y=70 memiliki sifat ini. Temukan semua (x, y) yang memiliki sifat ini.
(Seleksi Awal Olimpiade Matematika Hongkong, 1987-1988)
5. Diketahui n adalah bilangan bulat positif terkecil yang merupakan kelipatan 1991 dan memiliki tepat 1991 buah pembagi bulat positif, termasuk 1 dan bilangan itu sendiri. Ungkapkan n sebagai hasil kali faktor-faktor prima.
(Seleksi Awal Olimpiade Matematika Hongkong, 1991-1992)
Andi Hakim Nasoetion, guru besar Institut Pertanian Bogor
Sumber: Kompas, Jumat, 16 Februari 2001