Satu pesan yang tegas mengemuka dari Redmi 3 Prime sewaktu dijual di Indonesia: ikutilah regulasi bila tidak ingin penjualannya terhambat! Oleh karena itulah, Redmi 3 Prime hanya bisa dijual sebagai ponsel yang bekerja di jaringan 3G, bukan 4G seperti produk yang diluncurkan di pasar global.
Inilah pelajaran berat yang harus ditempuh Xiaomi, dan sayangnya bukan itu saja yang harus mereka alami.
Penyebabnya tidak lain adalah ketentuan yang mengharuskan prinsipal ponsel pintar untuk melibatkan unsur lokal dalam rantai produksi mereka, tertuang dalam ketentuan soal tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Prinsipal lain berupaya memenuhinya, sebagian berhasil melakukan seperti Samsung hingga bisa merilis Galaxy S7 atau seri Note 7 meski sempat tertunda karena insiden baterai meledak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Xiaomi sendiri belum melakukannya hingga hari ini. Perusahaan internet ini memilih untuk membangun pabrik di Brasil karena pertimbangan yang lebih rasional, sebagai landasan pacu untuk ekspansi mereka di kawasan berkembang selain Asia. Dalam beberapa kesempatan saat peluncuran produk di Indonesia, Steve Vickers, General Manager Southeast Asia dari Xiaomi, tidak menjawab pasti soal kepastian membangun pabrik atau melibatkan pihak ketiga untuk perakitan lokal.
Kini semua bisa melihat sendiri konsekuensi dari keputusan tersebut. Mi4i adalah tipe ponsel yang terakhir kali diluncurkan dengan acara khusus dan menghadirkan perwakilan Xiaomi yang khusus datang ke Indonesia.
Dan itu terjadi setahun lalu.
Redmi 3 Prime adalah nama lain dari Redmi 3 Pro yang harus dibuat “jinak” agar bisa masuk ke pasar Indonesia. Perubahan nama itu dilakukan sebagai kompensasi karena ponsel pintar ini hanya bisa dioperasikan di jaringan 3G. Dari sisi perangkat lunak, kemampuan 4G dipangkas agar tidak melanggar TKDN untuk ponsel 4G dan bisa dijual secara resmi.
Tentu saja, hal tersebut bukanlah hal yang terlampau merisaukan bagi para pengguna yang kerap dinamai Mifans. Ada banyak cara untuk mengitari hambatan akses fitur 4G, tidak sesederhana menekan kombinasi angka di aplikasi telepon, ada banyak orang dan forum yang bisa memandu proses tersebut.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Redmi 3 Prime merupakan ponsel pintar dari Xiaomi yang diedarkan secara resmi di pasar Indonesia yang menyasar segmen pemula lewat ponsel seharga Rp 2,5 juta dengan fitur lengkap, Kamis (29/9/2016). Salah satu keluhan dari tipe ini adalah terpangkasnya konektivitas 4G menjadi 3G karena Xiaomi belum bisa memenuhi ketentuan tingkat kandungan dalam negeri untuk ponsel 4G di Indonesia.
Dan kondisi terkini, ada banyak tipe ponsel Xiaomi yang beredar tanpa melalui jalur distribusi resmi. Kehadiran ponsel yang masuk lewat jalur resmi dan bukan pun melalui eufemisme atau penghalusan istilah menjadi “ROM distri” dan ROM resmi”.
ROM resmi menunjuk pada varian sistem operasi versi global yang disediakan oleh Xiaomi untuk seluruh negara dan terpasang pertama kali saat ponsel terbeli, umumnya ditemui pada ponsel yang dijual resmi. Sebaliknya “ROM distri” merujuk pada varian sistem operasi yang hanya ditemui di pasar awal, yakni Tiongkok, dan datang dengan keterbatasan seperti bahasa pengantar maupun absennya layanan Google. Kondisi ini ditemui pada ponsel yang datang tidak melalui jalur resmi.
Lagi-lagi masalah ini pun bukan tanpa solusi karena ada cara untuk memasang rom global untuk ponsel yang datang dengan “ROM distri”. Semua kembali pada kemauan pengguna untuk mencari informasi di forum dan mengambil risiko kerusakan pada perangkat lunak bila ada langkah yang terlewati.
Pada akhirnya, Xiaomi memang tetap bisa menjual ponsel mereka di Indonesia, tetapi keterbatasan yang dihadapi menggunakan jalur resmi sudah pasti akan memukul rencana mereka untuk ekspansi di luar Tiongkok.
Memadai
Seri Redmi memiliki semangat yang sama dengan pendahulunya, yakni ponsel pintar dengan harga terjangkau, tetapi memiliki spesifikasi yang mampu bersaing dengan produk lain di rentang harga yang sama. Di kutub yang sebaliknya, ada seri Mi yang menjadi ponsel premium dengan spesifikasi terkini meski dengan harga jual yang bersaing dengan produk dari merek lain.
Kompas berkesempatan untuk mempergunakan Redmi 3 Prime beberapa hari untuk mencoba dan mendapatkan pengalaman saat menggunakan ponsel ini. Dijual dengan harga Rp 2,5 juta, ponsel ini langsung berhadapan dengan persaingan sengit karena rentang harga tersebut sudah sesak dengan ponsel pintar yang memiliki spesifikasi yang hampir sama.
Ponsel ini meski menyasar segmen pemula dan menengah ke bawah tetap dipersiapkan dengan fitur memadai, seperti resolusi layar 1280×720 piksel, sensor sidik jari, serta kamera dengan resolusi 13 megapiksel. Desain produk ini pun tergolong representatif dengan badan ponsel yang menyatu alias baterai yang tertanam tanpa bisa dilepas.
Dengan layar 5 inci, Redmi 3 Prime terasa mantap saat digenggam dengan jempol yang bisa menjangkau sebagian besar wilayah di layar, membuatnya nyaman dioperasikan dengan satu tangan. Lubang micro-USB terdapat di bawah, sisi kiri ada laci untuk kartu SIM, colokan audio di atas, serta pengatur kelantangan sekaligus tombol daya di sisi kanan.
Tidak ada tombol fisik di permukaan layar Redmi 3 Prime, begitu pula dengan tombol virtual yang biasanya mengambil tempat di bagian bawah layar. Tombol untuk kembali, ke layar utama, atau membuka aplikasi yang sedang berjalan berupa tombol sentuh yang menyatu dengan badan yang membingkai layar.
Sensor sidik jari berbentuk lingkaran ada di punggung ponsel, berada di tengah dan berdekatan dengan sisi atas. Dalam posisi digenggam, jari telunjuk akan mudah untuk menjangkau sensor berupa ceruk sehingga bisa diraba tanpa perlu dilirik lagi. Logo Xiaomi ada di bagian bawah punggung, tepat di atas deretan lubang yang dipakai oleh pengeras suara.
Menggunakan sistem operasi Android versi 5.1.1, Xiaomi membekali setiap ponsel mereka dengan versi tampilan antarmuka sendiri, yakni MIUI. Saat ini, versi terkini dari MIUI adalah seri delapan dan Redmi 3 Prime tidak ketinggalan untuk menikmatinya.
Manfaatnya adalah tampilan antarmuka yang penuh warna dan memberi pengalaman yang khas saat dipakai. Dukungan yang kuat dari komunitas pengguna memastikan ketersediaan yang melimpah akan pengaturan tema dari tampilan antarmuka yang bisa diunduh secara percuma. Seperangkat aplikasi untuk memastikan gawai ini lancar dipergunakan juga hadir seperti membersihkan memori atau memburu aplikasi yang konsumsi dayanya melampaui batas normal.
Ketersediaan sensor yang lengkap seperti giroskop membuat perangkat ini bisa dipakai untuk mengoperasikan teknologi realitas virtual (VR). Ini adalah kabar baik bagi mereka yang ingin mencicipi teknologi yang sedang naik daun dengan perangkat yang terjangkau.
Sensor sidik jari pun bisa membuat teknologi pengamanan data ponsel pintar bisa didapatkan meski dengan harga Rp 2,5 juta saja. Hanya butuh sekali didaftarkan, sesudah itu sensor hanya butuh waktu sekejap untuk mengenali dan memberi akses lewat sidik jari pengguna.
Kamera yang dimanfaatkan oleh aplikasi bawaan dari MIUI tangkas saat dipergunakan. Sayangnya, dalam percobaan untuk kondisi cahaya rendah hasilnya tidak begitu memuaskan. Meski demikian, moda yang tersedia bisa memuaskan pengguna kebanyakan.
Pengalaman positif sewaktu menggunakan Redmi 3 Prime akhirnya memunculkan pertanyaan, seberapa serius Xiaomi ingin menggarap pasar Indonesia? Apakah mereka memilih tipe unggulan justru masuk secara tidak resmi sementara sampai sekarang belum ada itikad yang tegas untuk memenuhi TKDN ponsel 4G?
Jawaban pasti pun belum bisa didapatkan hingga kini.
DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Sumber: Kompas Siang, 30 September 2016