Uji Gelombang Gravitasi

- Editor

Rabu, 2 Maret 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Euforia pembuktian adanya gelombang gravitasi, pekan ini, berlanjut dengan misi LISA Pathfinder-penjelajah antariksa milik konsorsium antariksa Eropa, ESA-untuk mengobservasi gelombang gravitasi lebih lanjut.

Adalah Albert Einstein, fisikawan, yang mengonsepkan kehadiran tersebut dengan teori relativitas, persis 100 tahun lalu. Gelombang gravitasi secara sederhana adalah semacam distorsi struktur ruang dan waktu, yang menjalar seperti riak dengan kecepatan cahaya, begitu lubang hitam saling bertabrakan atau sebuah bintang meledak.

September silam, para ilmuwan mendeteksi riak itu ketika mengamati sepasang lubang hitam, masing-masing 30 kali lebih masif dari Matahari, yang saling memutari dalam bentuk spiral, sebelum akhirnya menyatu menjadi lubang hitam baru berukuran lebih besar: lebih dari 1,3 miliar tahun cahaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seperti diuraikan Discovery News, tabrakan itu menghasilkan energi yang ekuivalen dengan 50 kali energi seluruh bintang di semesta, membentuk sinar laser sepanjang 4 kilometer (km) dan mengguncang pusat Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO).

Syukurlah observatorium LIGO di Lousiana dan Washington, Amerika Serikat, baru saja ditingkatkan kapasitasnya sehingga mampu menangkap sinar laser berbentuk L itu. Namun, para ilmuwan perlu waktu untuk melaksanakan verifikasi bukti kehadiran gelombang gravitasi, yang mampu mengubah panjang dan sinar laser itu, meski dalam ukuran amat mikro. Itu sebabnya mengapa temuan gelombang gravitasi baru disampaikan kepada publik pada 11 Februari 2016.

Para ilmuwan percaya, temuan gelombang gravitasi akan semakin membantu memahami asal-usul semesta. Maka, seperti diberitakan BBC, awal Maret ini, LISA Pathfinder mulai menjalankan serangkaian percobaan di lokasi yang berjarak 1,5 juta km dari Bumi. LISA-singkatan dari Laser Interferometer Space Antenna-baru diluncurkan ke antariksa Desember lalu dan akan melengkapi misinya secara penuh sebagai observatorium antariksa pada tahun 2030-an.

LISA Pathfinder merintis jalan untuk misi masa depan dengan menguji konsep gelombang gravitasi paling dasar: menempatkan dua uji massa dalam kondisi jatuh bebas gravitasi yang nyaris sempurna, lalu mengontrol dan mengukur gerakannya secara akurat. Untuk mempermudah, bayangkanlah upaya ini seperti menjejaki jarak dua puncak pencakar langit di London, Inggris, dan di New York, Amerika Serikat, lalu mencari setiap perubahan getaran yang terjadi meski itu cuma seukuran rambut.

Oleh karena itu, wahana ini dilengkapi dengan sensor inersia, sistem metrologi laser, sistem kontrol bebas tahanan, dan sistem propulsi mikro yang amat presisi. Meski LISA Pathfinder merupakan misi ESA, wahana ini juga mengangkut perangkat penelitian Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA).

Cukupkah membuktikan bahwa teori Einstein benar? Tentu saja tidak. Para ilmuwan berharap temuan-temuan gelombang gravitasi selanjutnya akan membantu manusia menemukan sudut-sudut ekstrem kosmos, horizon suatu lubang hitam, pusat terdalam supernova, dan bahkan struktur internal pada neutron bintang. Itulah tempat-tempat yang tak terjangkau teleskop elektromagnetik hingga kini.

CNN dalam artikelnya lebih lanjut mempertanyakan, mungkinkah temuan-temuan itu nantinya berguna dalam aplikasi praktis di Bumi? Membuat manusia bisa memanfaatkan gelombang gravitasi? Bahkan, mengolonisasi galaksi?

Sesungguhnya, jawaban pertanyaan-pertanyaan itu masih jauh dari prediksi. Pengalaman menunjukkan, temuan-temuan yang menjawab keingintahuan manusia tak selalu dan kalaupun terkait, tidak seketika berhubungan dengan keperluan praktis di Bumi. Maka, waktulah yang akan menjawabnya.–AGNES ARISTIARINI
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Uji Gelombang Gravitasi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB