Keberagaman Dapat Berkurang
Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengubah status sejumlah perguruan tinggi swasta menjadi negeri dipengaruhi permintaan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Namun, keputusan itu dikhawatirkan mengurangi keberagaman pendidikan tinggi.
Hingga kini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) telah menegerikan 32 perguruan tinggi swasta (PTS) di seluruh Indonesia sejak tahun 2010. Jumlah itu termasuk 13 PTS yang dinegerikan tahun ini. Universitas Singaperbangsa Karawang, misalnya, resmi beroperasi sebagai PTN sejak hari Senin (20/10).
Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hermawan Kresno Dipojono mengungkapkan, antrean permohonan penegerian PTS telah ada sejak tahun 2007. Masih ada ratusan PTS menunggu perubahan status. ”Kami bukanlah pihak yang aktif menggalakkan penegerian. Jangka waktu bertahun dalam proses merupakan cara kami untuk mengetahui komitmen pemerintah daerah dan yayasan untuk mengelola PTN baru,” tutur Hermawan, Rabu (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terdapat persyaratan bagi PTS pemohon, seperti memiliki sarana dan prasarana memadai dengan gedung perkuliahan dan luas tanah minimal 30 hektar, memiliki minimal 10 prodi, memiliki setidaknya 6 tenaga pengajar berpendidikan S-2 di setiap prodi itu, dan mendapat jaminan dari pemerintah daerah untuk mendukung biaya operasional selama lima tahun awal.
”Kami tak sembarangan menyetujui usulan itu (menjadi PTN). PTN merupakan penjaga standar dan contoh,” kata Hermawan. Ditjen Dikti juga telah mengeluarkan moratorium pada 2013 untuk menghentikan pengajuan perubahan status PTS.
Secara terpisah, Rektor Universitas Pembangunan Negara Veteran (UPN) Jakarta Koesnadi Kardi mengatakan, menjadi PTN meningkatkan gengsi universitas dan berkesempatan mendapat dosen bermutu. ”Apalagi, persaingan antar-PTN lebih longgar karena di Indonesia hanya ada 120 PTN, sementara PTS ada 3.000,” kata Koesnadi. UPN Jakarta adalah salah satu PTS yang dinegerikan.
Ahli pendidikan, HAR Tilaar, menganggap kebijakan menegerikan PTS keliru karena dapat membuat pendidikan tinggi Indonesia seragam. Padahal, keberagaman pendidikan (PTS dan identitasnya) merupakan modal meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Hal senada diungkapkan pakar pendidikan tinggi yang juga mantan Direktur Jenderal Dikti Kemdikbud Satryo Soemantri Brodjonegoro. ”Permasalahan PTS bisa diselesaikan dengan hibah khusus dari pemerintah,” ujarnya. (A07/A15/DMU)
Sumber: Kompas, 23 Oktober 2014