Sekolah Tinggi dan Wirausaha

- Editor

Minggu, 1 Mei 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

”Rasanya sia-sia sekolah tinggi sampai S-2 hanya buang-buang uang, waktu, tenaga, dan pikiran. Dulu orangtua berangan-angan, jika saya sudah lulus dapat kerja akan lebih mudah. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, apalagi umur saya sekarang sudah lebih dari 40 tahun.”

Berikut cerita lebih lengkap dari Bapak H (disingkat). Orangtua bersusah payah membiayai sekolah S-2 saya dan adik. Karena gaji dan pensiun ayah masih kurang, pembiayaan juga diperoleh dari utang. BPKB dan sertifikat tanah terpaksa diagunkan. Kami tertatih-tatih dalam studi. Walaupun ada matrikulasi, tetap saja kami cukup kesulitan untuk menyesuaikan diri secara cepat terhadap ilmu yang masih baru.

Datang musibah besar, ayah kena stroke. Untuk menutup biaya perawatan ayah di rumah sakit, pembiayaan kuliah, serta melunasi utang-utang, ibu terpaksa menjual rumah dan membeli rumah baru yang lebih kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejak semula saya usul agar uang hasil penjualan rumah bagian saya digunakan untuk membeli tanah/rumah lain khusus untuk kos-kosan. Ibu menolak mentah-mentah karena takut rugi. Cerita-cerita buruk tentang banyaknya orang bangkrut gara-gara bisnis terus didengung-dengungkan ibu. Uang warisan jatah saya hanya boleh disimpan dan manajemen dipegang penuh oleh ibu.

Belakangan ada pengakuan sangat mengejutkan dari ibu bahwa jatah warisan saya sebesar Rp 200 juta ternyata sudah habis ludes untuk biaya kuliah, biaya ayah di rumah sakit, dan lain-lain, tanpa ibu pernah memberitahukan sedikit pun sebelumnya. Bahkan, mobil pun harus dijual untuk menutup kekurangan biaya hidup sehari-hari. Ibu terlalu menaruh harapan besar pada pendidikan anak walau seberapa besar pun biaya yang dikeluarkan. Dan terlalu berangan-angan bahwa kelak kesuksesan pasti akan kami raih jika gelar sudah diraih.

Cita-cita saya ingin beli tanah sendiri dan bikin kos-kosan pupus sudah. Untung timbul ide memanfaatkan dan memodifikasi bekas kamar adik dan satu kamar kosong yang ada di rumah menjadi kamar kos putri. Tidak mudah mengubahnya karena perabotan dan buku-buku masih banyak sehingga perlu ditata dan beberapa perabotan terpaksa dijual. Saya sempat berselisih paham karena ibu bersikeras tidak ingin perabotannya dijual. Sekarang ibu merasakan manfaatnya bahwa bisnis itu tidaklah sia-sia. Keuangan keluarga cukup terbantu dengan tambahan uang dari kos. Sayang kamar yang dikoskan masih menyatu dengan rumah induk sehingga privasi pengekos dan pemilik rumah agak kurang terjamin. Kamar mandi pun tidak dirancang sebagai kamar mandi dalam.

Akhirnya ibu mengizinkan saya untuk berwirausaha, dengan syarat harus dengan modal dengkul. Saya mencari buku-buku wirausaha modal dengkul yang dapat menginspirasi saya, tetapi tampaknya masih belum ada yang sreg dan sesuai dengan bakat saya. Saya seakan-akan ”di-nol-kan” lagi dan harus mulai lagi dari awal. Saya tetap mencari kerja, namun karena umur saya sudah lebih dari 40 tahun lowongan dan peluang semakin tipis.

Ejekan, cibiran, dan cemoohan ada di sekeliling saya. Ada yang menganggap bahwa saya lebih parah dibandingkan satpam ataupun pekerja cleaning service yang cuma lulusan SMP atau SMA tapi sudah bekerja.

Pembelajaran penting

Terima kasih kepada Bapak H yang sudah membagikan pengalaman secara terbuka. Banyak pembelajaran penting yang dapat kita ambil

  • Pendidikan tinggi (pascasarjana) belum tentu menjamin diperolehnya pekerjaan yang lebih baik. Ada banyak prasyarat lain, di antaranya kesesuaian dengan minat, potensi diri, peluang yang ada di lingkungan, serta kejelasan arah karier yang akan dibangun
  • Pendidikan itu ”hanya” alat atau sarana, sangat tergantung akan jadi apa di tangan orang yang menggunakannya. Mobil canggih kalau kita tidak mampu menyetir jadi tidak berguna. Sepeda mungkin jadi jauh lebih bermanfaat dan mendukung kesehatan pula!
  • Di atas segala-galanya yang terpenting sesungguhnya adalah kekuatan karakter dan sikap dari masing-masing orang: seberapa besar paham mengenai minat, bakat, bidang yang menjadi passion diri, sejauh mana memiliki keyakinan diri, berani bertanggung jawab dan menghadapi risiko dengan mengambil keputusan sendiri?
  • Kemampuan berinovasi, berkreasi dan berwirausaha adalah a must agar kita dapat berkembang sebagai warga dan bangsa yang mandiri dan besar, dan sepertinya memang sedikit saja dari kita yang telah memiliki kesadaran itu.
  • Pendidikan yang hanya mencekoki pembelajar dengan aspek kognitif sering tidak berguna. Di dunia nyata kita berhadapan dengan realitas yang kompleks, yang sering lebih menuntut keterampilan sosial dan karakteristik kepribadian yang mendukung (misal: sikap asertif, keberanian, keluwesan bergaul, kemampuan memasarkan produk).
  • Meski menyakitkan dan sering kurang adil, kita harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa persaingan di dunia kerja amat sangat besar dan terkadang kejam. Semakin lama manusia harus memulai lebih awal, bergerak dan berpikir lebih cepat, menemukan kreasi paling inovatif, berani mencoba dan mengambil risiko, terus menambah keterampilan khusus, strategis mencari peluang dan sebagainya.
  • Orangtua dan pendidik perlu paham hal-hal di atas untuk dapat menyiapkan anak dan generasi muda, bukan saja untuk bertahan hidup, tetapi untuk menjadi pemimpin dari arah perjalanan bangsa di masa depan.

Mohon maaf, sepertinya Bapak H telah terlalu lama tidak berani mengambil keputusan, di usia yang sangat dewasa masih bertumpu pada keputusan-keputusan yang diambil orangtua. Pada akhirnya manusia dewasa harus mengambil tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Hal yang juga sangat penting: kita perlu bukan saja bekerja keras, tetapi juga bekerja pintar dan strategis dalam mencari dan memanfaatkan peluang.

Memulai terlambat memang lebih sulit, tetapi kesempatan tetap ada. Semoga Bapak H dapat dan berani menemukan peluang itu dengan langkah konkret memperkuat kualitas diri yang sudah baik, dan dengan mengembangkan kualitas-kualitas diri baru yang belum terlalu berkembang, tetapi sangat diperlukan dalam persaingan di dunia kerja. Tetap bersemangat ya Pak!

OLEH KRISTI POERWANDARI/PSIKOLOG

Sumber: Kompas, 1 Mei 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB