Riset Dasar Butuh Investasi

- Editor

Kamis, 9 Februari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Untuk Kembangkan Penelitian yang Kuat, Ilmuwan Perlu Digaji Layak
Penelitian ilmu-ilmu dasar memberi andil besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pemerintah suatu negara dituntut untuk berinvestasi lebih besar guna memajukan riset-riset dasar itu.

Demikian benang merah yang disampaikan dua pemenang Hadiah Nobel dalam kuliah umum berbeda di Jakarta, Rabu (8/2). Pemenang Hadiah Nobel Kedokteran tahun 1993, Sir Richard J Roberts, memberikan kuliah umum di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan, Rabu pagi. Sore harinya, pemenang Hadiah Nobel Fisika 1979, Sheldon Lee Glashow, memberikan kuliah umum di Universitas Bina Nusantara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu sore.

Keduanya berada di Indonesia dalam rangkaian program The ASEAN Bridges yang diprakarsai oleh International Peace Foundation.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam paparannya, Roberts mengatakan bahwa investasi pemerintah di banyak negara pada riset bakteri masih kecil. Padahal, menurut dia, penelitian bagaimana bakteri berfungsi, berinteraksi dengan sesama bakteri lain dalam tubuh, dan bagaimana interaksinya dengan bakteri patogen perlu terus didorong. Pemahaman dinamika mikrobioma itu akan bermanfaat dalam pengembangan obat atau cara baru mengatasi penyakit.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Pemenang Hadiah Nobel bidang fisiologi dan kedokteran tahun 1993, Sir Richard J Roberts memberi kuliah umum di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (8/2).

Roberts mengatakan, sejak teknik mengurutkan DNA diketahui secara luas, banyak kemajuan telah dicapai manusia dalam bidang mikrobiologi. Pengurutan DNA telah dilakukan pada banyak materi. “Ini sebuah revolusi,” ujarnya.

Akan tetapi, mayoritas penelitian itu belum menjawab pertanyaan mendasar, yaitu apa sebenarnya fungsi berbagai jenis bakteri yang ada dalam tubuh manusia. Lalu, bagaimana mereka berinteraksi dengan bakteri lain, baik yang baik maupun jahat.

Menurut Roberts, kebanyakan riset kesehatan lebih fokus pada penyakit. Kontribusi perlindungan bakteri yang baik terhadap bakteri jahat dalam tubuh kita sangat jarang diungkap. “Ini jadi masalah besar bagi saya,” kata Roberts.

Bersama Phillip A Sharp, tahun 1993, ia dianugerahi Hadiah Nobel Kedokteran karena penelitiannya tentang pemisahan gen dan penyambungan RNA “pembawa pesan” (messenger RNA/mRNA).

Selama di Jakarta, Roberts, yang kini menjabat Direktur Penelitian di New England Biolabs di Massachusetts, Amerika Serikat, ini juga memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Indonesia, Depok. Setelah itu, Roberts akan berkunjung ke sejumlah lembaga di Yogyakarta.

Sistem pendukung
Glashow melihat, riset ilmu-ilmu dasar memiliki hubungan timbal balik dengan kemajuan teknologi. Riset tersebut terus mendorong kemajuan teknologi yang kini diniikmati manusia. Sebaliknya, kemajuan teknologi juga terus memacu perkembangan penelitian dasar sehingga ilmu pengetahuan bisa diaplikasikan lebih jauh.

Glashow (85), yang saat ini menjabat profesor sains dan matematika di Universitas Boston, AS, dan profesor emeritus fisika di Universitas Harvard, AS, mengatakan, pengembangan penelitian dasar dari berbagai ranah keilmuan perlu terus didorong. Sistem pendukung pun harus disiapkan sehingga ilmuwan mampu terus maju menciptakan hal-hal baru.

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY–Profesor Sheldon L Glashow, pemenang Hadiah Nobel Fisika 1979, tengah memberikan kuliah umum di auditorium Universitas Bina Nusantara, Kebon Jeruk, Jakarta, Rabu (8/2) sore.

“Penelitian dasar tidak selalu mahal. Hanya butuh kepintaran dan keterlatihan,” ujar Glashow seusai kuliah umum. Beberapa penelitian yang membutuhkan fasilitas canggih memang perlu dana besar, tetapi banyak penelitian yang bisa dilakukan tanpa perlu modal besar.

Meski demikian, sejarah menunjukkan, sejumlah negara yang sukses mengembangkan penelitian dasar umumnya memiliki anggaran riset cukup besar, yakni berkisar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Anggaran riset Indonesia yang hanya 0,1 persen dari PDB (data UNESCO, 2016) dinilai terlalu kecil untuk pengembangan sains.

Karena penelitian dasar membantu mendorong kemajuan dan kesejahteraan bangsa, lanjut Glashow, pemerintah perlu mendorong ilmuwan-ilmuwan berkualitas dari negaranya untuk mengembangkan kemampuannya ke sejumlah negara.

“Untuk mengembangkan penelitian dasar yang kuat, pemerintah perlu menggaji profesor dan ilmuwannya secara layak,” lanjut Glashow. Hanya dengan gaji yang layak itu, katanya, ilmuwan memiliki waktu yang cukup untuk meneliti, tidak justru sibuk mencari tambahan pendapatan dari bidang lain.

Selain berperan besar dalam pembangunan negara, sains dan penelitian dasar memberi andil besar dalam menciptakan perdamaian dunia. Sains bisa dijadikan sebagai alat diplomasi untuk membangun kesepahaman antara berbagai budaya dan negara berbeda. Meski berasal dari negara berbeda, para ilmuwan terbiasa bekerja sama dan saling mendukung karena memiliki tujuan sama.

Nobel Fisika yang diperoleh Glashow 38 tahun silam diberikan bersama kepada Abdus Salam (1926-1996) dari Pusat Fisika Teori Internasional (ICTP) Trieste, Italia, dan Steven Weinberg dari Universitas Harvard, AS, atas upaya mereka melengkapi dan memformulasikan teori elektro-lemah yang memadukan interaksi elektromagnet dan gaya lemah. (ADH/MZW)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Riset Dasar Butuh Investasi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB