Pesan Singkat Membawa Berkah

- Editor

Jumat, 21 November 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gelombang tinggi melanda perairan laut sekitar kampung nelayan Tablolong, Kupang, Nusa Tenggara Timur, akhir Oktober 2014. Begitu menerima pesan singkat bahwa gelombang tinggi akan datang dua hari lagi, Soleman Say (54) segera memanen rumput laut. Jika tak segera dipanen, hasil budidaya rumput laut senilai Rp 2,1 juta bakal melayang.


Pesan singkat yang masuk ke telepon selulernya itu dari Perkumpulan Pikul, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di sektor air, pangan, energi, dan kebencanaan yang berbasis di Kupang.

Soleman terdaftar sebagai penerima layanan SMS Penting bagi Petani dan Nelayan (Smesta). Lalu, ia meneruskan pesan itu kepada 20 tetangganya sesama petani rumput laut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Saya bisa menyelamatkan rumput laut dari belasan tali saya, kira-kira seberat 300 kilogram,” tutur Soleman, saat ditemui di Tablolong, Jumat (14/11). Dengan harga jual Rp 7.000, ia mengantongi uang Rp 2,1 juta dari penjualan rumput laut yang ia panen itu.

Memang jumlah rumput laut siap panen yang selamat hanya setengah dari seluruh rumput laut Soleman di laut. Namun, jika tanpa bantuan SMS itu, Soleman bakal terlambat mengantisipasi dan hanya mampu menarik satu-dua tali rumput laut dari hantaman gelombang.

Kondisi berbeda dialami Rajab (33), petani rumput laut lain di Tablolong. Juli lalu, gelombang besar melanda lahan budidaya rumput lautnya di perairan sekitar Tablolong. Tanpa berbekal informasi prakiraan cuaca, Rajab tak mengantisipasi datangnya gelombang.

Akibatnya, dari 90 tali rumput laut yang diapungkan Rajab, rumput laut pada 20 tali hanyut. Andai Rajab berhasil menarik tali-tali itu tepat waktu, 1 ton rumput laut kering tambahan akan ia dapatkan. Harga jual total bisa mencapai Rp 7,5 juta.

Itu merupakan kerugian besar jika dibandingkan hasil penjualan rumput laut Rajab, Agustus lalu, yang sekitar Rp 10 juta. Artinya, Rajab kehilangan hampir setengah dari total potensi pendapatan akibat tak mengantisipasi dini gelombang. Itu karena Rajab belum terdaftar dalam program Smesta. ”Saya belum tahu ada SMS informasi gelombang,” kata Rajab.

Pengalaman Soleman dan Rajab menunjukkan, pesan singkat Pikul membuat nasib petani rumput laut berbeda. Hanya dengan informasi singkat, kerugian jutaan rupiah bisa dicegah.

Halidun (40), nelayan Kelurahan Sulamo, Kupang, menuturkan, Smesta membantunya dan nelayan lain menemukan area penangkapan ikan lebih tepat. Itu berkat informasi peta prakiraan area tangkapan ikan.

”Beberapa bulan lalu, tangkapan ikan tuna nelayan naik berkat informasi potensi ikan,” kata Halidun. Dari pesan singkat Pikul kepada nelayan, mereka bisa tahu prakiraan lokasi berkumpulnya ikan dan jaraknya dari pulau yang dikenal nelayan.

Halidun dan rekan nelayan sekapal bisa langsung menuju area tangkapan ikan tanpa mencari secara manual. Ia menyatakan, informasi peta prakiraan daerah penangkapan ikan dari Pikul tak berbeda jauh dengan kenyataan. Jadi, mereka bisa pulang setelah dua hari melaut dengan membawa hasil.

Berbeda dengan saat ia hanya mengandalkan tanda-tanda alam untuk menemukan lokasi ikan. Sebelum program Smesta hadir, Halidun turun melaut tanpa panduan apa pun untuk menemukan lokasi ikan, kecuali arus air laut dan keberadaan lumba-lumba. ”Lokasi dengan banyak ikan adalah area laut berarus baik dan ada banyak lumba-lumba,” ujarnya.

Untuk menemukan area dengan tanda-tanda itu, ia dan rekan sekapal kerap berkeliling lebih dulu. Waktu yang dihabiskan kian panjang, solar menipis, dan perbekalan berkurang. Mereka bisa pulang tanpa hasil seusai lima hari melaut.

Padahal, sekali melaut, mereka bermodalkan sekitar Rp 3 juta dari pemilik perahu dengan sistem utang. Artinya, mereka mendapat beban ganda jika pulang dengan tangan hampa. Beruntung, tingkat kepastian hasil naik sejak ada Smesta.

Butuh informasi
Menurut Public Outreach Officer Pikul Danny Wetangterah, 60 persen dari total jumlah warga Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, adalah petani dan nelayan. Jadi, informasi musim dan cuaca memengaruhi lebih dari setengah penduduk Timor.

Petani butuh tahu informasi awal musim hujan untuk menentukan kapan mulai menanam. Waktu meleset sedikit saja, stok makanan setahun bagi keluarga petani terancam.

Mayoritas petani dan nelayan di Timor bertumpu pada tanda- tanda alam untuk membuat keputusan. Padahal, anomali cuaca mengakibatkan cuaca tak bisa diprediksi hanya dengan memperhatikan alam. Dalam tiga tahun terakhir, 12 kapal nelayan rusak atau tenggelam karena terlambat mengantisipasi cuaca buruk.

Karena itu, perlu dukungan data saintifik. Menurut Danny, data saintifik melimpah dan senantiasa terbarui, antara lain dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); Kalender Tanam Terpadu Kementerian Pertanian; serta peta prakiraan potensi daerah penangkapan ikan Balai Penelitian dan Observasi Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Namun, data itu kerap tak sampai kepada petani dan nelayan sebagai pengguna informasi. Penyebabnya, mereka tak bisa atau tak tahu cara mengakses dan tak paham informasi.

Untuk itu, Pikul meluncurkan program Smesta yang merangkul petani dan nelayan di Kota serta Kabupaten Kupang. Lewat aplikasi pengiriman pesan singkat secara massal, informasi bagi petani dan nelayan terkait cuaca, musim, dan kondisi laut senantiasa diperbarui.

Untuk mengelola program selama lima bulan, Pikul mendapat hibah dari Indonesia Climate Change Trust Fund
sekitar Rp 490 juta. Hingga 7 November, total penerima pesan 1.084 orang di 38 kluster berbasis lokasi di Kupang. Isi pesan menurut pekerjaan penerima, antara lain petani, petani rumput laut, dan nelayan.

Bagi petani, tersedia informasi terkait waktu hujan, curah hujan, dan awal musim. Petani rumput laut menerima informasi cuaca pelabuhan, gelombang, dan arus air laut. Bagi nelayan, informasi cuaca laut, gelombang, daerah penangkapan ikan, dan peringatan dini cuaca buruk.

Kepala Bidang Informasi Perubahan Iklim, Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Nasrullah menilai, sistem informasi itu bermanfaat untuk menyosialisasikan informasi BMKG dan bisa ditiru daerah lain. Di sisi lain, petani dan nelayan perlu dibiasakan membaca data meteorologi serta kemaritiman agar bisa beradaptasi pada perubahan iklim, mengingat tanda-tanda alam kian hilang.

Oleh: J Galuh Bimantara

Sumber: Kompas, 21 November 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB