Penyebab Kepunahan Kera Raksasa

- Editor

Jumat, 8 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kera raksasa Gigantopithecus yang pernah hidup sekitar 10 juta tahun lalu ternyata lebih rentan mati dibandingkan dengan generasi berikutnya seperti orangutan. Kebutuhan makan yang banyak, terkait dengan ukuran tubuh dengan tinggi mencapai 3 meter, membuat kera ini sulit bertahan hidup ketika hutan berubah menjadi sabana.

Ilmuwan yang berfokus meneliti evolusi manusia dan lingkungan purba dari The Senckenberg Center di Tubingen, Jerman, baru-baru ini menganalisis kepunahan kera raksasa yang fosilnya pernah ditemukan di Tiongkok dan Thailand. Bersama para peneliti dari The Senckenberg Research Institute di Frankfurt, mereka meneliti tulang dan gigi Gigantopithecus.

Para ahli ini mengorek isotop karbon pada email gigi Gigantopithecus. Dari analisis isotop karbon diketahui bahwa mamalia ini merupakan pemakan tumbuhan yang hidupnya terbatas pada lingkungan hutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Saudara kera raksasa, yaitu orangutan, lebih mampu bertahan hidup meski mereka hidup di habitat khusus. Orangutan memiliki metabolisme lambat sehingga bisa bertahan pada kondisi pasokan makanan terbatas,” kata Herve Bocherens dari The Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment (HEP) di Universitas Tubingen seperti dikutip laman www.senckenberg.de.

Bocherens menjelaskan, karena ukuran tubuhnya sangat besar, Gigantopithecus diduga sangat bergantung pada jumlah makanan yang cukup banyak. Ketika kondisi bumi berubah, seperti pada masa Plestosen di mana areal hutan berubah menjadi sabana, kera raksasa ini kekurangan pasokan makanan.

Kera raksasa Gigantopithecus berukuran antara 1,8 meter hingga 3 meter. Berat badan kera ini mencapai 200-500 kilogram. Keberadaan primata terbesar ini pertama kali ditemukan oleh ahli paleoantropologi Jerman, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald. Koenigswald menemukan fosil gigi kera berukuran sangat besar di sebuah toko obat tradisional di Tiongkok.

dc2a3038c2f2405fa381a972005eeffaAda sejumlah teori terkait jenis makanan Gigantopithecus. Beberapa ilmuwan meyakini, kera purba ini pemakan tumbuhan. Sebagian ilmuwan lain menduga, hewan tersebut pemakan daging. Bahkan, ada yang menduga Gigantopithecus hanya khusus makan bambu.

“Sayang sekali hanya sedikit temuan fosil dari Gigantopithecus, yaitu berupa gigi berukuran besar dan tulang rahang bawah saja yang ditemukan,” kata Bocherens. Ia menambahkan, penelitian terhadap gigi kera ini paling tidak memberi “cahaya terang” pada sejarah primata yang masih gelap.

Penelitian isotop karbon pada lapisan email gigi kera raksasa ini mampu mengungkap kebiasaan makan Gigantopithecus meski sudah berselang jutaan tahun lalu. Dengan bobot tubuh yang besar, kera ini diduga kesulitan memanjat pohon untuk mencari dedaunan. Pada masa Plestosen, semakin banyak areal hutan yang berubah menjadi padang rumput karena perubahan iklim.

LUSIANA INDRIASARI

Sumber: Kompas Siang | 7 Januari 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB