Peluncuran Satelit BRI; Mendapat Jatah Slot Satelit Susah, Jadi Harus Dijaga

- Editor

Selasa, 21 Juni 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bisnis satelit tak cuma terkait perlunya sokongan dana super besar. Untuk mendapatkan jatah slot orbit sebagai tempat satelit tersebut mengangkasa pun bukan perkara gampang.

Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menegaskan, slot orbit itu sangat sulit didapatkan karena harus antri di International Telecommunication Union (ITU).

“Jadi kalau sudah dialokasikan harus dijaga slotnya dengan cara terus menempatkan satelit di orbitnya,” ujar mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu saat berbincang dengan detikINET.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebab jika umur satelit habis, harus segera diisi lagi. Atau kalau sudah meminta dan dialokasikan dikasih waktu dua tahun untuk meluncurkan satelit karena slot orbit terbatas.

Hal ini juga berlaku untuk satelit milik Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang baru saja meluncur. Satelit BRIsat — nama satelit tersebut — mengisi filing orbit satelit 150.5 BT dan akan menjangkau wilayah Indonesia, ASEAN, Asia Timur termasuk sebagian China, Laut Pasifik termasuk Hawaii dan Australia Barat.

Hak penggunaan slot orbit yang diisi BRIsat sendiri sebelumnya dipegang oleh indosat. Namun setelah Indosat lama tidak ada kejelasan soal pengisian satelit ini, pemerintah khawatir jika tidak segera diputuskan slot orbit tersebut bisa hilang dan akan dinilai merugikan kepentingan negara.

Di saat yang sama, BRI butuh transponder dan punya modal cukup untuk meluncurkan satelit. Sehingga akhirnya BRI yang ditunjuk mengelola slot orbit yang berada di atas langit Papua tersebut.

“Nah dalam kasus Indosat kan agak mengulur-ulur waktu dan terakhir mereka hanya bisa sistem kondosat, sehingga ketika BRI berminat dan ada uang langsung ditunjuk BRI,” kata Heru.

Terlebih, pengelolaan satelit membutuhkan dana yang cukup menguras kantong. Sehingga jika kondisi keuangan perusahaan tidak mumpuni, sulit rasanya untuk mempertahankan slot orbit tersebut.

“Indosat sendiri kan memang lagi didera masalah keuangan (saat itu), dan tampaknya memang tidak berniat meluncurkan satelit. Satelit kan mahal dan dalam kondisi keuangan yang tidak baik akan membuat perusahaan juga terhuyung-huyung,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur utama BRI Asmawi Syam mengungkapkan pihaknya mengalokasikan dana USD 250 juta atau setara Rp 3,375 triliun untuk membeli satelit dari Space Systems/Loral, LLC (SSL) Palo Alto, California.

Angka tersebut terlihat besar namun tak seberapa bila dihitung dengan manfaat dan efisiensi biaya operasional BRI yang akan diperoleh setiap tahun.

Sepanjang tahun, BRI mengeluarkan sekitar Rp 500 miliar untuk menyewa 23 transponder. Kehadiran BRIsat, justru bisa menaikkan jumlah transponder yakni mencapai 45 unit. Tak hanya itu, BRI bisa memangkas biaya operasional jaringan telekomunikasi yang selama ini memakai pihak ketiga.

“Sampai sekarang masih sewa transponder Rp 500 miliar untuk 23 transponder. Punya satelit, kita bisa hemat 40% atau sekitar Rp 200 miliar,” kata Asmawi.

BRIsat dikembangkan dengan menggelontorkan investasi USD 250 juta atau setara Rp 3,375 triliun. Satelit ini akan menggunakan dua frekuensi yaitu C band dan KU band.

Frekuensi C band yang akan digunakan untuk transaksi keuangan dan KU Band untuk komunikasi non keuangan. C band menggunakan frekuensi gelombang rendah sehingga tahan cuaca, sedangkan untuk KU band menggunakan gelombang tinggi sehingga mempunyai power yang kuat. (ash/fyk)

Ardhi Suryadhi

Sumber: detikinet, Selasa, 21/06/2016
—————
Banyak Faktor Bisa Tunda Peluncuran Satelit

Peluncuran satelit BRIsat milik Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali ditunda. Penundaan sejatinya hal yang biasa terjadi saat peluncuran satelit, karena berbagai faktor teknis.

Peneliti Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Robertus Heru Triharjanto mengatakan, ada banyak hal yang harus disiapkan dalam peluncuran satelit.

Yang jelas, dari pihak peluncur (pemilik roket), harus menyiapkan roket dan memasang satelit di bagian atas roket. Perlu pengecekan intensif untuk memastikan roket siap meluncur membawa satelit. Penundaan bisa terjadi sewaktu-waktu ketika muncul berbagai kondisi yang tidak memungkinkan satelit meluncur.

“Penundaan mungkin saja terjadi dalam peluncuran satelit. Alasannya bisa karena cuaca buruk, adanya masalah teknis di roket, atau masalah teknis di satelit yang akan diluncurkan,” terangnya kepada detikINET, Sabtu (18/6/2016).

Dengan berbagai faktor yang menjadi tantangannya tersebut, peluncuran tidak bisa dipaksakan demi keamanan dan satelit bisa aman sampai ke orbit.

Gaung satelit milik BRI sejak persiapan hingga menantikan peluncurannya membuat cukup banyak orang bertanya-tanya, untuk apa sebuah bank memiliki satelit sendiri.

Industri perbankan dan satelit memang punya jarak cukup jauh. Hal ini bisa dimengerti jika yang melakukan peluncuran adalah perusahaan telekomunikasi. Menanggapi ini, Heru memberikan penjelasan.

“Hampir di dekat tiap mesin ATM kita melihat ada antena parabola kecil. Hal itu karena mereka menggunakan sistem komunikasi via satelit,” terangnya.

Dikatakannya, perbankan adalah salah satu pengguna satelit komunikasi untuk menjamin sistem telekomunikasinya aman dan andal, tidak terputus-putus.

“BRI pun menyampaikan mereka memiliki satelit untuk menghemat biaya operasi dan merasa bisnis tersebut akan mendatangkan keuntungan,” sebutnya.

Di luar itu, peluncuran BRIsat nantinya akan menambah eksistensi jumlah penyedia jaringan satelit komunikasi nasional.

“Bagi Indonesia, artinya bertambah penyedia jaringan satelit komunikasi nasional. Saat ini sekitar 40% disuplai asing,” kata Heru

Peluncuran BRIsat ditunda sehari karena alasan cuaca. Kondisi angin bergerak kencang dan mengarah menuju daratan dinilai berbahaya karena serpihan roket bisa bergerak jatuh ke pemukiman penduduk.

“Untuk kondisi cuaca dari pagi tadi semua bagus. Tapi ternyata kondisi angin saat mau peluncuran tidak memungkinkan,” kata Project Director BRIsat, Hexana Trisasongko, ditemui di Guiana Space Center, Kourou, Jumat waktu setempat (17/6/2016).

Update sejauh ini, waktu peluncuran atau launch window ditetapkan dari pukul 17.30 hingga 18.40 waktu Kourou. (rns/afr)

Rachmatunnisa

Sumber: detikinet, Sabtu, 18/06/2016
———–
Bank Punya Satelit, Memang Butuh?

Gaung peluncuran satelit milik BRI yang kian kencang membuat tak sedikit orang bertanya-tanya, “Perbankan kok punya satelit sendiri, memang butuh ya?”.

Itulah pertanyaan yang mungkin juga ada di benak Anda. Tak salah memang, industri perbankan dan satelit memang punya jarak yang cukup jauh. Lain halnya jika yang ingin meluncurkan satelit adalah perusahaan telekomunikasi.

Menurut pengamat telekomunikasi Heru Sutadi, status yang (bakal) disandang sebagai bank pertama di dunia yang memiliki satelit merupakan sesuatu yang menarik.

“Soal apakah pilihan ini tepat atau tidak, waktu yang akan bicara,” ujar Heru saat berbincang dengan detikINET.

Namun yang pasti, BRI memang sangat membutuhkan satelit untuk menopang operasionalnya. Pasalnya, bank pelat merah itu disebut Heru sampai menggelontorkan dana sekitar Rp 500 miliar untuk menyewa jaringan lewat satelit untuk menghubungkan bank-bank mereka yang tersebar di seluruh pelosok, yang tidak bisa dihubungkan dengan kabel.

“Kalau untuk BRI mereka memang ada kebutuhan, karena kan cabangnya di desa-desa. Tapi ada bank yang hanya hadir di beberapa tempat bisa sewa tidak perlu beli,” lanjut mantan anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.

Hanya saja, BRI harus mempertimbangkan biaya operasional satelit yang dimilikinya tersebut. Dimana ini merupakan hal baru di luar core bisnis BRI yang sebelumnya terbiasa menyewa satelit.

“Jadi ada plus minusnya yang saya lihat,” pungkas Heru.

BRI sendiri rencananya akan meluncurkan satelit yang diberi nama BRIsat itu pada 17 Juni 2016 (waktu Kourou, Guyana Prancis) atau 18 Juni 2016 WIB. Satelit ini akan menggunakan dua frekuensi yaitu C band dan KU band.

Rencananya, C band akan digunakan untuk transaksi keuangan dan KU Band untuk komunikasi non keuangan. C band menggunakan frekuensi gelombang rendah sehingga tahan cuaca, sedangkan untuk KU band menggunakan gelombang tinggi sehingga mempunyai power yang kuat.

Satelit ini juga akan memiliki 45 transponder di mana sebagian dari transponder akan secara khusus dialokasikan bagi kepentingan negara Indonesia. Saat di angkasa, satelit ini mampu bertahan sampai 17 tahun.

Satelit BRIsat yang akan mengisi filing orbit satelit 150.5 BT akan menjangkau wilayah Indonesia, ASEAN, Asia Timur termasuk sebagian China, Laut Pasifik termasuk Hawaii dan Australia Barat. (ash/rns)

Ardhi Suryadhi

Sumber: detikinet, Jumat, 17/06/2016
————-
Pemerintah Seharusnya Punya Satelit Sendiri

Setelah beberapa kali tertunda, akhirnya satelit milik BRI diluncurkan Sabtu (18/6/2016) sore waktu Guyana Prancis, Amerika Selatan.

Satelit yang dinamai BRIsat ini menghabiskan dana lebih dari Rp 3 triliun. BRI sendiri mengklaim bisa berhemat Rp 200 miliar per tahun. Penggunaannya pun akan disisihkan sebagian untuk kepentingan pemerintah.

Pakar keamanan cyber Pratama Persadha menilai ini adalah langkah maju, karena sudah lama Indonesia praktis tidak memiliki satelit sendiri, walau kali ini dimiliki oleh BUMN.

“Kita apresiasi langkah strategis BRI. Dalam jangka panjang, satelit BRIsat ini pastinya tidak hanya untuk bisnis, tapi juga mendukung program pemerintah, utamanya dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara,” jelasnya dalam keterangannya yang diterima detikINET, Senin (20/6/2016).

“Tentu publik berharap besar pada BRIsat, apalagi BRI menjadi satu-satunya bank di dunia yang mempunyai satelit sendiri,” terang Chairman lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.

Namun di sisi lain, Pratama menyatakan, sebenarnya ini juga menjadi pukulan bagi pemerintah. Sebab menurutnya, negara harus punya sendiri satelit, karena fungsinya yang sangat strategis, baik untuk ekonomi, politik dan terutama untuk pertahanan.

“BRI ini kan BUMN, bisa saja nanti dijual dan dibeli asing seperti kasus Indosat. Padahal kementerian strategis juga memakai satelit tersebut. Otomatis informasi yang penting bahkan rahasia bisa jatuh ke negara lain”, jelas mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.

Pemerintah harusnya lebih berani membangun satelit sendiri. Manfaatnya jauh lebih besar, dibanding dengan biaya yang dikeluarkan. Banyak pekerjaan yang memerlukan satelit khusus milik pemerintah, tanpa campur tangan kepemilikan swasta apalagi asing.

“Bisa dibayangkan, jadi selama ini pemerintah harus menyewa satelit yang jelas dimiliki asing. Tak ada jaminan informasi yang diperlukan kementerian, juga malah dimiliki asing. Ini jelas menganggu kedaulatan informasi kita,” terangnya, mewanti-wanti.

Terlebih saat ini sudah berlangsung perang informasi. Negara-negara tanpa perangkat dan senjata informasi yang mumpuni jelas menjadi santapan negara lain. Jadi diharapkan Indonesia tidak hanya bisa memiliki satelit sendiri, namun juga bisa mempunyai stasiun operator satelit sendiri seperti negara-negara besar lainnya.

BRIsat sendiri akan mengangkasa di atas wilayah Papua. Rencananya akan dioperasikan oleh 53 operator. BRI berharap bisa memperbaiki gangguan di 11 ribu cabang mereka yang tersebar di pelosok Tanah Air, terutama yang berada di daerah terpencil.

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengungkapkan bahwa pemerintah masih harus membahas jatah slot transponder yang bisa dipakai negara dengan manajemen BRI.

“Walaupun satelit ini mayoritas untuk BRI sendiri, tapi ada slot yang bisa digunakan pemerintah. Ini yang harus kita upayakan ke depannya bagaimana kita cari tambahan slot untuk pemerintah Indonesia,” kata Rudiantara.

Secara pasti, sambungnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi, belum memutuskan jumlah slot yang bisa dipakai serta penggunaannya nanti.

“Tapi intinya adalah pemerintah mintanya lebih banyak 10 transponder, yang tersedia cuma 4 transponder. Nanti kita bahas mana yang nilai tambahnya paling besar untuk pemerintah,” imbuhnya.

(ash/fyk)

Ardhi Suryadhi

Sumber: detikinet, Senin, 20/06/2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB