Paten di Lembaga Riset Menjadi Temuan BPK

- Editor

Rabu, 8 Juli 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kepemilikan paten menjadi masalah bagi lembaga riset di lingkungan pemerintahan. Itu karena lembaga riset harus mengeluarkan biaya besar untuk perlindungannya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Selain itu, paten sebagai aset tak berwujud jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan karena tak pernah tercatat. Padahal, untuk menghasilkan paten, memakai anggaran pemerintah yang harus dipertanggungjawabkan.

Deputi Bidang Jasa Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bambang Subiyanto, Senin (6/7), mengungkapkan hal ini, di Jakarta. “Mulai tahun 2011, paten di LIPI jadi temuan BPK. Namun, penindakan tak bisa dilakukan karena tak ada dasar penilaiannya. Oleh karena itu, saya berinisiatif untuk memvaluasi nilai dari paten,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Paten selama ini luput dari perhatian karena yang dilihat dari kegiatan riset ialah hasilnya berupa karya ilmiah yang dipublikasikan dan prototipe yang jelas wujudnya. “Paten dari lembaga riset di Indonesia tak pernah dihitung,” kata Bambang.

Di dunia, ada bermacam cara menghitung nilai paten: berdasarkan input, kandungan teknologi, dan nilai saat paten dibeli orang. “Karena lebih mudah, kami mengacu pada input, yakni biaya penerapan riset,” ujarnya.

Menurut aturan yang ada, Bambang mengembangkan rumus untuk memberi nilai pada produk riset yang berupa karya tulis ilmiah, paten, prototipe, dan input anggaran.

Nilai Aset Tak Berwujud Berupa Paten (ATBP) adalah hasil penjumlahan nilai Output paten (Op) dan Perolehan paten (Pp). Adapun Op adalah perkalian dari nilai pagu dan hasil pembagian total bobot paten dengan output penelitian. Sementara perolehan paten ialah penjumlahan biaya pendaftaran, percepatan publikasi, pemeriksaan substantif, dan pengambilan sertifikat.

“Metode penilaian ini disetujui Kementerian Keuangan dan BPK serta masuk Peraturan Kepala LIPI Nomor 7 Tahun 2015 tentang penilaian dan pencatatan aset tak berwujud berupa paten di LIPI,” kata Bambang. Cara penilaian itu bisa jadi acuan lembaga riset secara nasional.

Adanya metode penilaian ATBP itu diharapkan mempercepat penyerapan paten oleh industri karena penilaian itu jadi bahan negosiasi dengan swasta atau industri. Penghitungan ATBP digunakan untuk menghitung royalti. “Dalam negosiasi, harga royalti tak akan lebih rendah daripada nilai aset tercatat,” katanya.

Selain itu menurut Kepala Pusat Inovasi LIPI Nurul Taufiqu Rochman, penilaian itu membuka peluang penjualan paten ke luar negeri. “Dalam perdagangan global, 80 persen merupakan jual beli aset tak berwujud dan bentuk peranti lunak aplikasi, bukan berbentuk produk,” ujarnya.

Dengan ATBP, nilai tambah paten terukur antara input dan output-nya saat dikomersialkan. Selain untuk kebutuhan legalitas dan laporan pertanggungjawaban, juga mengukur nilai tambah pemanfaatan paten. Kini LIPI menghasilkan 40 paten setahun.(YUN/JOG)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Juli 2015, di halaman 13 dengan judul “Paten di Lembaga Riset Menjadi Temuan BPK”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB