Memahami Gempa Sendai

- Editor

Rabu, 4 Mei 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

GEMPA dan tsunami Aceh telah terjadi tujuh tahun silam dan mulai terpinggirkan dari perbincangan sehari-hari. Namun, kini, kita kembali terpana melihat peristiwa serupa yang mengguncang pesisir timurlaut Jepang, di lepas pantai Pulau Honshu bagian utara.

Gempa akbar itu telah membuat 52 juta manusia di dekatnya menderita guncangan kuat hingga hebat (dalam intensitas 6-8 Modified Mercalli Intensity) serta merusak infrastruktur vital, dari kilang minyak hingga reaktor nuklir PLTN Fukushima.

Gempa akbar itu juga melepaskan tsunami dahsyat yang merendam seluruh pesisir timur Jepang hingga melumpuhkan sementara negeri itu. Tsunami juga menyeberangi Samudra Pasifik, menerpa lokasi-lokasi teramat jauh, dari Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, hingga Asia Tenggara. Indonesia pun merasakan, khususnya di pesisir utara Papua, Papua Barat, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara. Namun untung, peringatan dini diudarakan BMKG sejak empat jam sebelumnya sehingga penduduk segera menjauhi kawasan pesisir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pusat Gempa Nasional Badan Geologi AS (USGS) dalam rilis awal mencatat, gempa akbar itu, yang sementara dinamakan gempa akbar Sendai — sesuai dengan nama kota terdekat dengan episentrum, memiliki magnitude momen 8,9 skala Magnitudo.

Namun tak tertutup kemungkinan angkanya lebih besar, mengingat magnitude gempa sangat berkait dengan luasan sumber gempa. Pada magnitude itu gempa akbar Sendai melepaskan energi 340 megaton atau hampir menyamai energi letusan paroksismal Gunung Krakatau tahun 1883.
Dramatis Analisis seismogram dari 60 stasiun pengamatan gempa global dan didukung distribusi episentrum gempa-gempa susulan mengindikasikan gempa akbar Sendai merupakan poduk pematahan segmen kerak bumi bagian margin lempeng Eurasia seluas 52.900 km2 yang kemudian bergerak melenting ke timur sejauh rata-rata 17,8 m.

Dengan sudut dip 15 derajat, pelentingan itu diikuti pengangkatan dasar laut hingga 4,3 m dari semula. Akibatnya, lebih dari 100.000 km3 kolom air laut di atasnya bergolak hebat dan menjalar sebagai gelombang pasang mematikan dengan kecepatan lebih dari 750 km/jam di laut terbuka sembari membawa energi 390 kiloton atau setara dengan ledakan simultan 20 butir bom Hiroshima.

Geometri sumber gempa membuat mayoritas energi tsunami disalurkan ke barat dan tenggara. Penjalaran ke barat membuat tsunami menerjang pesisir kepulauan Jepang hanya dalam 20 menit setelah gempa. Kedatangan tsunami di pesisir membuat kecepatannya banyak berkurang hingga di bawah 40 km/jam.

Namun dengan konsekuensi, terjadi akumulasi massa air laut sehingga tinggi gelombang di pesisir Jepang pun bertambah dramatis menjadi rata-rata 10 m. Adapun ke tenggara, tsunami menyeberangi Samudra Pasifik sebagai tsunami lintas jauh (far field) ke pesisir barat Peru dan Chile. Namun keterbatasan energi tsunami, yang hanya sepertiga energi tsunami Aceh, membuat kekuatannya banyak terlemahkan saat masih di tengah samudra.

Karakter itu sangat berbeda dari tsunami Aceh, yang sedemikian bertenaga sehingga pada jarak 8.000 km dari sumbernya pun masih sanggup merenggut korban di pesisir timur Afrika. Indonesia beruntung karena energi tsunami yang menjalar ke baratdaya relatif kecil, sehingga dampaknya pun minimal.

Persamaan Abe memprediksi tinggi optimistis tsunami Sendai di Indonesia 0,5 m dengan tinggi pesimistis 2 m. Dalam realitas, tsunami tertinggi hanya 1 m di Jayapura. Itu ketinggian yang tergolong rendah, sehingga daya terjangannya tak mampu mendorong masuk jauh ke daratan.
Megathrust Gempa akbar Sendai mengejutkan Jepang karena terjadi di lokasi yang tidak diekspektasikan sebelumnya. Mayoritas sumber daya di negeri dengan seismisitas cukup aktif dan juga menjadi salah satu gudang seismolog, geofisikawan, dan geolog kegempaan dunia itu, dialokasikan untuk memprediksi kemungkinan kedatangan gempa akbar dan tsunami dari sumber potensial Tokai, Tonankai, dan Nankai di selatan dengan periode ulang sekitar 30 tahun.

Negeri itu juga disibukkan dengan upaya memetakan potensi gempa dangkal dari patahan-patahan yang bertebaran di sekujur daratan, khususnya setelah dikejutkan oleh gempa Hanshin Agung-Awaji (17 Januari 1995) yang bersumber tepat di bawah kota Kobe, sehingga merontokkan kota industri itu dan merenggut lebih dari 6.000 nyawa manusia.

Namun dalam konteks regional, terjadinya gempa akbar Sendai relatif dapat dimengerti. Jepang bagian utara dibentuk oleh tunjaman (subduksi) lempeng Pasifik yang bergerak ke barat dengan kecepatan 83 mm/tahun terhadap lempeng Eurasia. Interaksi kedua lempeng memunculkan kompleksitas lokal yang ditandai eksistensi mikrolempeng Amur dan Okhotsk. Sejarah kegempaan regional mencatat, betapa margin antarlempeng sepanjang pesisir Pasifik utara kerap memproduksi gempa akbar yang dikenal pula sebagai gempa megathrust.

Mengingat, sumber gempa berupa pematahan naik segmen kerak bumi dalam skala teramat besar. Sepanjang 60 tahun terakhir, kawasan itu telah mengalami empat gempa akbar, yakni gempa akbar Kamchatka (1952), Andreanoff Island (1957), Good Friday Alaska (1964), dan yang terakhir Sendai (2011).

Tiga gempa pertama memiliki magnitude momen lebih dari 9 skala Magnitudo dengan posisi sumber bersebelahan; sumber gempa akbar Andreanoff Island berada di antara sumber gempa akbar Kamchatka dan Alaska. Seluruhnya menghasilkan tsunami dahsyat yang menerpa sekujur pesisir Samudra Pasifik dengan tingkat kerusakan beragam. Adapun sumber gempa akbar Sendai terletak tepat di sebelah selatan sumber gempa akbar Kamchatka.

Ada dugaan, gempa akbar Sendai terjadi akibat sistem megathrust matang (tekanan tektoniknya hampir melampaui ambang batas daya tahan segmen kerak bumi) terpicu oleh faktor astronomik, yakni segarisnya posisi bulan-bumi-matahari, baik dalam konjungsi (bulan baru) maupun oposisi (bulan purnama), sehingga gaya tidal di permukaan bumi mencapai maksimum. Penyelidikan menunjukkan, tidak hanya massa air laut yang terpengaruh gaya tidal sebagai pasang surut, tetapi juga kerak bumi, meski tingkatnya jauh lebih kecil.

Konjungsi terjadi pada 5 Maret 2011 pukul 03:46 WIB dan empat hari kemudian terjadi gempa pendahulu dengan magnitude momen 7,2 skala Magnitudo, disusul tiga gempa beruntun dengan magnitud 6e skala Richter di lokasi sumber gempa akbar Sendai. Namun dugaan itu harus diselidiki lebih lanjut. (51)

Muh Ma’rufin Sudibyo, pengamat astronomi, tinggal di Kebumen

Sumber: Suara Merdeka, 28 Maret 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB