Maraknya Kecerdasan Buatan

- Editor

Rabu, 30 Juni 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pada dasawarsa 1980-an, salah satu topik hangat di jagat iptek adalah kecerdasan buatan. Dengan kemajuan kecerdasan buatan, banyaklah wujud kecerdasan yang selama ini hanya diperlihatkan oleh manusia, lalu diperlihatkan oleh robot. Memegang sebutir telur tanpa pecah, yang pernah menjadi tantangan, kemudian bisa ditaklukkan. Robot-robot pengganti pekerjaan rutin mekanistik bahkan sudah dimanfaatkan secara luas di pabrik otomotif atau produk-produk industri lain. Kini, robot canggih juga dipergunakan dalam peperangan. Majalah Scientific American edisi Juli 2010 juga memuat artikel ”War of the Machines”, yakni tentang robot yang kini menjadi mesin perang.

Dari perkembangannya tampak mula-mula robot ditantang untuk menirukan gerak, yang dari waktu ke waktu semakin rumit. Berikutnya dikembangkan pula daya sensoriknya atau kemampuannya untuk mengindra, apakah itu jarak, suhu, suara, dan lainnya. Maju pula kemampuan analitiknya.

Sulit kita percayai, dialog berikut ini merupakan dialog antara seorang ibu, yang membawa anak laki-lakinya yang sakit diare, dan ”seorang” asisten medik berupa sebuah komputer. Di sini bukan demo mekaniknya yang mengesankan, tetapi daya analisisnya.

Ketika tiba di depan satu klinik, si ibu mendengar sapaan dari sebuah avatar di layar komputer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Hai, terima kasih sudah datang. Anda ke sini untuk anak Anda atau untuk Anda sendiri?”

”Untuk anak laki-laki saya,” jawab si ibu. ”Ia terserang diare.”

Asisten tadi kemudian menanyakan, apakah ada gejala lain, termasuk demam (yang dijawab ”sedikit”) dan nyeri di perut (dijawab si ibu ”dia tidak mengeluh soal itu”).

Si ibu lalu beralih ke anaknya dan bertanya, ”Apakah perutmu sakit, Nak?”

Ya, jawab sang anak.

Setelah mengajukan beberapa pertanyaan lain, asisten itu lalu menyatakan, ”Saat ini tak ada yang perlu dicemaskan.” Ia pun lalu membuatkan perjanjian dengan dokter untuk beberapa hari kemudian. Si ibu lalu menggandeng anaknya pergi dari tempat itu. Namun, kepalanya masih terus menoleh ke belakang. Tampaknya ia masih terkesan dengan pengalaman yang baru saja dialaminya.

Asisten medik tadi hanya ada di layar komputer. Ucapan simpati yang ia sampaikan bernada datar dan khas suara robot. Namun, yang istimewa, ia punya kelebihan lain, yakni bisa mengerti bicara orang, mengenali kondisi kesehatan anak, dan bernalar mengikuti aturan sederhana. Dengan itu, ia bisa membuat diagnosis awal mengenai sakit anak-anak dan tingkat keseriusannya. (Dari laporan Steve Lohr dan John Markoff, International Herald Tribune, 26-27/6, yang dikutip di atas)

Kemajuan besar

Rupanya, riset bertahun-tahun di bidang kecerdasan buatan kini mulai banyak membuahkan hasil. Manusia kini sudah bisa membuat mesin yang bisa mendengarkan, berbicara, melihat, bernalar, dan belajar mengikuti caranya.

Di satu sisi, dengan kemajuan itu manusia kelak akan mendapat bantuan banyak dari mesin-mesin itu. Namun, muncul juga kekhawatiran bahwa kemajuan mesin cerdas akan menghilangkan jutaan lapangan kerja (tentu sambil membuka lapangan kerja baru, seperti membuat robot itu sendiri).

Kemajuan paling besar yang kini sudah dicapai disebut ada pada kemampuan komputer mendengarkan apa yang dikatakan oleh manusia. Guna menemukan satu informasi melalui telepon seluler, orang semakin banyak menggunakan perintah suara dibandingkan dengan mengetik. Layanan pencarian Google dan Microsoft kini juga melayani perintah suara.

Selain asisten medik seperti diuraikan di atas, kemampuan juga bisa dimanfaatkan untuk tugas asisten digital, yang mencatat aktivitas atasan (atau pengguna) yang dilayani, mulai dari menelepon siapa, jam berapa, berapa lama, hingga mencatat lokasi atasan dan penggunaan komputernya, apakah untuk menjawab e-mail, menulis dokumen, atau berselancar di web.

Tentu saja masih banyak tantangan yang dihadapi untuk menciptakan komputer atau mesin yang cerdas dan responsif seperti yang diharapkan oleh mitra pengguna (manusia) yang cerdas. Namun, dengan tekad besar, satu per satu tantangan ini dijawab. Salah satu hasil yang dinilai cukup jauh adalah apa yang dicapai Siri, perusahaan di Lembah Silikon yang menawarkan ”asisten pribadi virtual”. Layanan—misalnya memberikan info tentang satu restoran romantis—didukung sekumpulan program komputer yang bisa mendengarkan permintaan, menemukan informasi, dan mengambil tindakan.

Hubungan yang berubah

Kemajuan dalam teknologi informasi-komunikasi dalam banyak hal telah amat membantu relasi antarmanusia. Salah satu penelitian untuk disertasi doktor berusaha memperlihatkan bagaimana teknologi seluler bisa meningkatkan guyub komunitas lokal yang karena tuntutan keadaan harus membuat anggotanya mengembara mencari rezeki di kota besar. Diperlihatkan bagaimana kohesi antaranggota komunitas bisa tetap terpelihara dengan sarana teknologi seluler.

Dalam hal kecerdasan buatan, robot dan mesin bisa menjadi asisten atau mitra dalam melaksanakan tugas ataupun menemani pada saat senggang. Dalam tugas ada pesawat robot, seperti Predator atau Global Hawk, yang kini banyak beraksi di medan perang Irak atau Afganistan. Dalam kesenggangan, ada mesin catur yang kepintarannya sulit dikalahkan.

Jadi, inilah era ketika adanya robot dan mesin cangih bukan lagi dalam imajinasi penulis fiksi ilmiah, seperti mendiang Arthur Clarke yang menulis karya yang lalu difilmkan oleh Stanley Kubrick (1968) berjudul 2001: A Space Odyssey yang di dalamnya ada komputer HAL 9000 yang tidak saja mampu berinteraksi dengan awak pesawat, tetapi juga melakukan pemberontakan.

Semula di tengah keterbatasan teknologi muncul keraguan bahwa kecerdasan buatan akan sangat sulit dicapai karena untuk membuat robot bisa mengambil telur tanpa memecahkannya, lalu menaruh telur tadi di atas sebuah piring diperlukan program komputer dan sensor canggih. Namun, kini, hal itu tampaknya mudah karena orang sudah mampu membuat robot yang jauh lebih canggih.

Adanya komputer yang bisa mendengar dan memahami—dengan kualitas yang makin presisi—menyiratkan bahwa pencapaian kecerdasan buatan sudah jauh. Bagaimana membuat akal sehat dan penalaran terus tumbuh, ini tantangan berikut. [NINOK LEKSONO]

Sumber: Kompas, Rabu, 30 Juni 2010 | 04:45 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB