Manx, Komet Tanpa Ekor Ditemukan

- Editor

Rabu, 11 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Saat mendekati Matahari, ekor komet biasanya semakin panjang yang menandakan makin banyaknya lapisan debu an es yang menguap akibat paparan panas Matahari. Akan tetapi, untuk pertama kali, astronom menemukan komet yang tidak menunjukkan karakter tersebut.

Karakter yang unik itu membuat komet tersebut dinamai Manx, sama seperti nama kucing tanpa ekor atau dengan ekor yang pendek dari Pulau Isle of Man, Inggris. Nama asli komet itu adalah C/2014 S3, yang ditemukan menggunakan Teleskop Pan- STARRS di Hawaii, Amerika Serikat, pada tahun 2014.

Berdasarkan perhitungan terhadap periode orbitnya, Manx butuh 860 tahun untuk sekali mengelilingi Matahari. Dengan periode sepanjang itu, dipastikan benda tersebut merupakan komet yang berasal dari Awan Oort, daerah di tepian tata surya yang berjarak lebih dari 100.000 kali jarak Bumi-Matahari dan berisi triliunan benda-benda kecil diselubungi es.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

00457b62814f41f48046c6c0e8281df0REUTERS/M. KORNMESSER/ESO–Komet baru disebut C/2014 S3 atau komet “Manx”, yang ditemukan tahun 2014 oleh Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System atau Pan-STARRS, dicitrakan seniman, 29 April 2016.

Nyatanya, karakter komet itu berbeda dengan komet pada umumnya. Saat ditemukan, C/2014 S3 berjarak dua kali lebih jauh dari jarak Matahari-Bumi. Namun, makin mendekati Matahari, Manx tak juga kian aktif sehingga ekor kometnya tak muncul. Kurang aktifnya komet itu disebabkan tipisnya lapisan es yang menyelubunginya.

Penelitian lebih lanjut terhadap debu komet yang pendek dilakukan menggunakan Teleskop Very Large milik Observatorium Eropa Selatan di Cile dan Teleskop Kanada-Perancis-Hawaii. Hasilnya, komet itu mirip dengan batuan yang ada di Sabuk Asteorid, daerah antara Mars dan Yupiter, khususnya asteroid tipe S yang memiliki kandungan silika.

“Ini adalah komet batuan pertama,” kata salah satu peneliti Olivier Hainut dari Observatorium Eropa Selatan di Garching, Jerman, kepada space.com, Jumat (29/4).

Temuan komet dengan lapisan es tipis tersebut menunjukkan, meski obyek berasal dari awan Oort, sejatinya berasal dari bagian dalam tata surya. Kemungkinan, C/2014 S3 adalah obyek planetesimal, bahan yang sama yang membentuk Bumi.

7c6441b793a2497787170078348c9e7dREUTERS/L. CALÇADA/ESO–Diagram menunjukkan alur sejarah pergerakan komet Manx di dalam dan luar sistem tata surya dalam periode lebih dari 4 miliar tahun.

Obyek planetesimal itu berbenturan dan membentuk gumpalan besar sehingga kemudian menjadi Bumi. Adapun obyek planetesimal yang kemudian menjadi C/2014 S3 terlempar ke tepian tata surya akibat gaya dari planet-planet lain pada saat Bumi baru terbentuk.

Jarak yang lebih dekat dengan Matahari membuat Bumi dan sejumlah obyek di bagian dalam tata surya, wilayah antara Matahari dan Sabuk Asteroid memiliki lapisan es yang tipis dibandingkan obyek-obyek di bagian luar tata surya, daerah setelah Sabuk Asteroid hingga tepian tata surya.

“Komet ini adalah asteroid yang tidak terpanggang panas Matahari selama beberapa miliar tahun dan justru membeku di pinggiran tata surya,” tambah pemimpin penelitian, Karen Meech, dari Universitas Hawaii, AS, yang memublikasikan penelitiannya pada jurnal Science Advances, Jumat (29/4).

Kini, sejumlah pemodelan dibangun untuk memperkirakan rasio atau jumlah Manx dibandingkan komet sebenarnya di Awan Oort. Namun, pembuatan model itu terkendala belum banyaknya keberadaan Manx yang terdeteksi. Dari pemodelan tersebut, para astronom berharap dapat lebih memahami proses pembentukan tata surya pada 4,6 miliar tahun lalu. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan menjawabnya.(SPACE/SCIENCEDAILY/MZW)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul “Manx, Komet Tanpa Ekor Ditemukan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB