Komunikasi Sains Jadi Tantangan Global

- Editor

Selasa, 20 Desember 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pembuatan kebijakan publik berbasis data atau bukti ilmiah masih menjadi tantangan banyak negara, bukan hanya di Indonesia. Upaya membangun budaya ilmiah masih harus terus dilakukan kepada para pengambil kebijakan dan masyarakat.

Ilmuwan dan pembuat kebijakan memiliki budaya berbeda. Sebelum kebijakan diambil memerlukan proses. Akibatnya, upaya mendorong kebijakan berbasis data ilmiah sering kali memakan waktu lama.

”Politikus ingin kepastian, sementara ilmuwan terkadang punya beberapa pilihan melihat masalah tertentu. Itu sering kali sulit dikomunikasikan,” kata Direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional Questacon Graham Durant, saat menerima kunjungan media dari Indonesia, seperti dilaporkan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, di Canberra, Australia, Selasa (29/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di sisi lain, membangun budaya ilmiah di masyarakat tatap harus dilakukan. Ilmuwan juga dituntut mampu menjawab kebutuhan masyarakat, sekaligus, mengomunikasikan sains dalam bahasa yang mudah dipahami. Terbangunnya budaya ilmiah akan mempercepat pembuatan kebijakan berbasis data ilmiah oleh politikus.

Semua itu menuntut kemampuan komunikasi ilmuwan, memahami kebutuhan politikus dan awam. Konsekuensinya adalah sains menjangkau public. ”Jika masyarakat pembuat kebijakan memahami sebuah proses riset, investasi pengembangan sains bisa ditingkatkan,” kata Durant. Artinya, komunikasi sains akan berdampak lebih besar bagi sains.

Tantangan bersama
Secara terpisah, peneliti gempa bumi dan tsunami dari Geoscience, Australia, Jonathan Griffin, menegaskan sulitnya mengomunikasikan sains kepada masyarakat. Ia yang banyak bekerja mengurangi risiko bencana, termasuk dengan sejumlah lembaga di Indonesia, menilai kesulitan itu dihadapi banyak negara, termasuk negara maju.

Ilmuwan mempelajari dan meneliti bidang tertentu yang jadi prioritasnya. Bagi ilmuwan, tantangan yang dihadapi dalam bidang keilmuannya adalah hal yang penting. ”Namun, kepentingan dan prioritas masyarakat sering kali berbeda,” katanya.

Jika ilmuwan kebencanaan menilai pengurangan risiko akibat gempa dan tsunami sangat penting, masyarakat belum tentu menganggapnya sama. Meski para ilmuwan telah mengingatkan masyarakat agar tak mendiami wilayah rawan bencana, nyatanya banyak yang bertahan.

Demi mengatasi keterbatasan komunikasi ilmuwan dan masyarakat, sejumlah lembaga sains di negara maju umumnya punya tenaga komunikator sains. Mereka yang akan menjembatani hubungan, termasuk menerjemahkan pandangan ilmiah ilmuwan dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat.

Sejumlah isu sains memang sulit dipahami awam, seperti teknologi nano, vaksinasi, teknologi nuklir, rekayasa genetika, dan persoalan sains maju lainnya. Terkadang, masyarakat hanya ingin informasi praktis dalam menyikapinya, seperti manfaat sebuah ilmu, untung-rugi setiap teknologi baru, serta resiko yang harus dihadapi jika menggunakan penemuan itu.

Komunikator sains bisa dari orang dengan latar belakang keilmuan sesuai bidangnya atau berbeda, asalkan memahami persoalan komunikasi sains. ”Pada dasarnya sama dengan komunikasi massa. Namun, ada kompleksitas sains yang harus bisa dijelaskan, diinterpretasikan, dan disederhanakan,” kata Durant.

Sumber: Kompas, 30 November 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB