Kincir Angin Satu Alternatif Hadapi Krisis Energi

- Editor

Rabu, 24 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BAGAI darah bagi kehldupan, minyak yang kian surut dari kandungan perut bumi kini sudah menjadi penentu mati-hidupnya umat manusia. Menghadapi habisnya cadangan minyak di muka bumi 20 tahun mendatang dan mengurangi ketergantungan manusia pada sumber energi yang satu ini, berbagai alternatif dikembangkan untuk mencapai aplikasi yang ekonomis. Satu pilihannya adalah energi angin.

Pembangkitan energi dengan baling-baling atau kincir angin memang telah lama dimanfaatkan di berbagai negeri, selain oleh masyarakat pedesaan di negeri kincir angin Belanda, juga di negara AS, Swiss, Iran, di negara tetangga Filipina, Thailand, dan Indonesia sendiri, namun umumnya terbatas untuk keperluan penggilingan padi-padian, irigasi, memompa air.

Penggunaan energi angin selama ini kurang berkembang dan tergolong kurang popular karena ketergantungannya pada iklim dan geografis setempat seperti cukup angin, merupakan daerah perbukitan, mendapat arus angin yang bebas dari rintangan pohon atau rumah. Namun belakangan ini, untuk menghadapi krisis energi penggunaan kincir mulai dijajaki kembali terutama untuk mengembangkan kemampuannya sebagai pembangkit listrik. Pertimbangannya karena penggunaan kincir angin memerlukan biaya parawatan dan pemasangan relatif murah, konstruksi serta bahannya sederhana dan pembuatannya mudah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Melalui berbagai penelitian kemudian muncul berbagai model baling-baling mulai dari yang bersudu tunggal hingga majemuk, selain itu dikembangkan pula rotor savonius, dan darius. Dengan pengembangan selanjutnya rancangan kincir dimodifikasi dan diubah agar mampu bekeja meski dengan sudut datang angin yang berubah-ubah. Pada kincir bentuk konvensional modifikasi dilakukan dengan memperbanyak sudu untuk mempertinggi keseimbangan dinamik, memperbesar torsi awal dan memungkinkan beroperasi pada kecepatan angin yang rendah. Pada lokasi dengan sudut datang angin yang berubah-ubah digunakan rotor savonius (rotor-S). Rotor ini juga dapat mengisi baterai 12 volt dengan kecepatan angin hanya 11,5 km perjam atau 3,2 meter perdetik. Dengan kecepatan angin yang sama rotor ini dapat menggerakkan pompa air yang mempunyai kedalaman air 4,5 meter, untuk mengeluarkan 685 liter air perjam.

Penelitian di Indonesia
Untuk keperluan pembangkit energi dan pemompaan air atau penggerak mekanik, panelitian dan pengembangan kincir angin di Indonesia, telah berjalan sejak tahun 1979, yang dikerjakan Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan cara mengembangkan rancangan dan prototipe Sistem Konversi Energi Angin (SKEA). SKEA dikembangkan Lapan bekerjasama dengan Jerman (DFVLR), Belanda (ITC dan NIVR), dan Jepang (NASDA, Kyoto University).

Penelitian dilakukan pula kerja sama dengan instansi di dalam negeri seperti BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika), IPTN, dan berbagai perguruan tinggi. Berdasarkan penelitian terdapat 16 lokasi di Indonesia, yaitu di NTT, NTB, Sumut, Sumsel, Sulteng, Maluku, Irja, dan di Pulau Jawa meliputi Jepara, Pameungpeuk-Jabar, Samas Yogyakarta, dan Kalianget-Madura. Kekuatan angin rata-rata di ke-16 lokasi berkisar antara 2,5 hingga 3,9 meter perdetik.

Prototipe SKEA yang dikembangkan saat ini masih terbatas pada skala kecil berkapasitas sampai 25 kilowatt. Salah salah satunya perbaikan dan penyempurnaan subsistem pengaturan prototipe turbin angin SKEA 5 kW, yang terpasang di stasiun uji prestasi di Parangtritis. Di Samas Yogyakarta, kincir angin yang dipasang sejak tahun 1987 telah digunakan oleh Balai Benih Udang Galah untuk berbagai keperluan meliputi pemompaan air, pemanasan, penerangan, dan menggerakkan mesin kompresor, dengan daya masing-masing berkisar antara 280 hingga 1.000 watt.

Pembuatan prototipe turbin angin skala kecil dengan kapasitas sampai 1.000 watt diutamakan karena menguntungkan dan nyata manfaatnya, khususnya bagi daerah terpencil di pedesaan. Hal ini karena konstruksi turbin angin lebih sederhana, sehingga dapat ditangani oleh penduduk setempat. Pengembangan ini ditingkatkan dalam upaya penyediaan listrik, antara lain untuk membantu instansi pengguna seperti Departemen Koperasi, Tranmigrasi, Pertanian, dan Dirjen Pembangunan Desa Depdagri.

Perkembangan baru
Pengembangan terakhir kincir angin yang dilakukan di dunia antara lain di Jerman yang telah berhasil dengan program energi angin 100 megawatt, yang telah dijalankan selama lima tahun. Kebanyakan generator angin yang digunakan berukuran 100 sampai 300 kW. Generator berukuran lebih besar antara satu dan tiga megaWatt saat ini tengah dikembangkan. Dari 250 generator angin dapat mengahsilkan 25 MW.

Pengembangan energi angin di Jerman sendiri telah dilakukan sejak tahun 1974, antara lain dengan meningkatkan daya tahannya terhadap badai, dan menurunkan kebisingannya. Daerah penelitiannya di pantai, Pulau Eife, Vogelsberg dan selatan Schwarzland. Dalam kurun 10 tahun mendatang Jerman akan membangun sekitar 2.000 generator angin. Pada akhir dekade ini Jerman merencanakan akan menghasilkan satu persen daya listriknya dengan kincir angin yang setara dengan listrik yang dihasilkan 1,5 juta ton batubara.

Penerapan tenaga angin di gedesaan menjadi alternatif yang paling tepat karena biayanya yang relatif murah, di samping mampu menjadi tenaga yang sangat potensial dan lebih mudah dikonversikan menjadi tenaga mekanis. Diperkirakan Menristek Jerman Riesenhubet, generator angin akan menjadi pilihan yang menarik bagi dunia ketiga.

Generator angin juga memiliki argumentasi yang kuat terhadap lingkungan. Karena setiap kilowatt yang dihasilkan energi angin akan mengurangi pengeluaran satu kilogram karbon dioksida yang terbukti telah menyebabkan dampak lingkungan yang luas, antara lain menyebabkan efek rumah kaca. Penggunaan energi ini juga tidak menghasilkan gas buangan yang membahayakan, seperti belerang, nitrogen, dan abu. (yun/dari berbagai sumber)

Sumber: Kompas, 3 Februari 1991

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB